Chapter 6

13.9K 669 8
                                    

*VOP Rifandi

Setelah beberapa hari di pondok membuat sifat Dan sikap Rifandi berubah. Bukan berubah jadi lebih bengal tapi berubah jadi lebih baik.

Aku sudah bisa menyesuaikan lingkungan baru, dari santri terbadung menjadi santri rajin dalam waktu yang singkat.

"Fan... di suruh ustadz Faqi ke ruang guru "

Aku mengangguk dan melangkahkan kaki menuju ruang guru. Sesamapinya disana, tak lama Abah Yai masuk menuju mejanya.

Aku terus memperhatikan Abah Yai saat berbicara akrab sekali dengan wanita yang aku perkirakan sepantaran.

Melihat wanita itu sekilas membuat penasaran dengan makhluk ciptaan Allah yang satu ini. Pasalnya aku seperti mengenal dia tapi belum juga melihat wajahnya.

"Fandi... tolong bawa buku fiqih ini dan bagikan ke teman sekelas mu ya" ucap ustadz Faqi

Tapi aku malah salah focus, sejak tadi yang diperhatikan hanya wanita itu.

"Fandi..."

"Iya ustadz, maaf tadi ustadz Faqi bilang apa ke saya?"

"Tolong bagikan buku ini ke teman sekelas kamu akhi Fandi"

Walau berat hati harus meninggalkan ruang guru itu dan menyimpan rasa penasarannya dengan wanita itu. Tapi aku yakin kalau Allah berkehendak, pastilah kita akan bertemu.

---
Jam terus berlalu, siang berganti jadi malam.
Aku ingin ke perpustakaan sebentar karena ada tugas yang harus di selesaikan.

Saat sedang berjalan santai, tak sengaja aku melihat Abah Yai yang sedang tersungkur di tanah. Ia seperti merintih menahan sakit.

Dengan sigap, aku mengantarkan Abah Yai kerumah dengan cara dipapah karena sepertinya... Abah Yai kesleo.

"Assalamualaikum"

Keluarlah Bu Yai dari dalam dan terlihat panik dengan Abah yang ada di samping Rifandi.

Sedari tadi aku hanya diam tanpa berbicara, hingga akhirnya wanita itu keluar dengan menundukkan pandangannya, pupuslah harapan untuk menatap wajahnya itu.

ya Allah lebay banget dah. Cuma kesleo padahal tapi ampe nangis gitu. Ucap Rifandi dalam hati.

Hingga akhirnya ada lelaki yang sudah ada diambang pintu entah sejak kapan yang menimpali omongan.

Terlihat lelaki itu sangat dekat dengan wanita yang membuat aku penasaran akhir-akhir ini.

Dan, kenapa lelaki tadi memanggil nama yang sangat familiar di telinga ini.

Ainayya Inara mungkinkah itu kamu. Mungkinkah kita bisa bertemu lagi. Tapi kenapa bisa dia disini.

Sayang sekali Ai tak melihat ke arah ku.

Lelaki itu sangat akrab, apalagi lelaki itu beebicara kalau dia ingin ikut ke kamar gadis itu

Mungkinkah dia sudah menikah dengan lelaki ini? Tapi...itu artinya Ai bukanlah wanita ku sampai kapan pun.

----
Esok harinya aku kembali ke rumah Abah Yai karena ingin mengembalikan kitab yang kemarin terringgal di kelas.

DAM!!!

Ternyata benar, Ainayya Inara yang selama ini ada di rumah Abah Yai. Dia membukakan pintu untuk ku.

Rindu seakan menusuk kalbu ku. Tapi untuk sekedar menanyakan kabar pun aku tak mampu. Akhirnya aku hanya menyampaikan maksudku lalu kembali ke pondok.

Rutinitas seharian ku selesaikan, tapi tetap saja fikiran ini selalu tertuju padanya. Dia yang membuatku menjadi seperti sekarang walau secara tidak langsung.

Dari jauh aku melihat keluarga Abah Yai dan juga Ai.

Sepertinya Ai akan pulang ke Jakarta. Jika Allah mengizinkan maka suatu saat kita tak akan terpisah kecuali karena maut.

-----
*VOP AINAYYA

Setelah melihat Rifandi, aku merasa ada yang aneh. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang setelah susah payah ngomong sama Abah Yai.

" kenapa cepat sekali si nak pulangnya?"

"Iya Bah. Nara ada janji jadi harus pulang. Kan kalo janji harus ditepati"

Maaf Bah kalo Nara udah ngga jujur sepenuhnya sama Abah.

"Yasudah kalau gitu hati-hati ya. Sering-sering main biar Umi ada temennya di rumah"

"Ok Abah tersayang"

Tak lama aku sudah membereskan semua barang yang kubawa lalu menelfon ayah. Tapi dari tadi tidak diangkat. Mungkin sedang sibuk di kantor.

Adzan berkumandang dengan merdu, langsung ku gelar sajadah setelah berwudlu dan menunaikan sholat zuhur.

Setiap bacaan sholat aku hayati hingga jatuhlah air mata. Sujud terakhir sangat ku hayati.

Ya Allah hanya kepadamu aku berserah. Engakulah yang maha tau, entah apa maksud dari pertemuanku kembali dengan Rifan sekarang ini. Tapi untuk saat ini aku akan menghindar darinya.

Drtttttt...drtttttt...drttttt

"Halo assalamualaikum yah?"

"Waalaikumsalam Nar. Kamu tadi telpon ayah kenapa maaf ya Ayah ngga angkat tadi Ayah lagi sibuk kerja"

"Iya yah ngga papa. Aku cuma mau minta jemput aja yah. Aku mau pulang ke rumah"

"Kenapa? Ywdah kalo emang maunya gitu nanti sore ayah jemput "

Lebih baik pulang daripada ketemu Rifan secara ngga sengaja di pondoknya abah. Biarkan kami menimba ilmu di tempat yang terpisah dan dengan cara yang berbeda.

Tak terasa sore pun tiba, jemputan ayah baru aja dateng. Tanpa berfikir lagi aku pamit dan masuk mobil. Sekilas aku lihat Rifan yang lewat, entah kemana dia mau pergi.

Harapan ini tak pernah pupus. Tapi jika aku memaksa untuk memupuk perasaan ini, hanya semulah adanya. Tapi kalau Allah yg memupuki serta meyiram nya, insyaallah itulah kebahagiaan yang tiada tara.

Semoga kita dipertemukan kembali suatu saat.

Jilbab Ku [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang