Chapter 13

11.1K 575 5
                                    

Sudah beberapa hari terakhir Rifan memikirkan Ainayya. Bagaimana bisa di otaknya ini hanya ada wanita yang bukan mahrom nya.

Setelah beberapa hari berfikir, Rifan memutuskan untuk berbicara kepada ayah dan bunda nya untuk mengkhitbahkan Ainayya untuknya.

Tentu saja mereka kaget mendengar permintaan Rifan, tapi setelah diceritakan segalanya mereka justru bangga memiliki Rifan walau bukan anak kandungnya.

Lebih baik mengambil keputusan nikah muda tapi semua serba halal daripada keukeuh untuk seperti ini tapi menimbun dosa.

Dan yah, alasan terbesar untuk Rifan mengambil keputusan ini adalah karena Rifan mempunyai sepupu yang 1 sekolah dengan Ainayya dan dari dia, Rifan dapat kabar kalau Ai di senangi oleh ketos di sekolahnya. Untungnya Ai menolak cinta yang tak seharusnya, jangan sampai kesalahan yang pernah dibuat oleh Rifan dan Ai terulang kembali di kehidupan Ai.

----

Ai meminta waktu untuk menjawab khitbahan ini, Rifan memaklumi karena memang ini terkesan mendadak?

Saat keluarga nya dan keluarga Ai sedang makan, Rifan memilih keluar rumah untuk melihat bintang malam. Tapi disana sudah ada wanita yang insyaallah akan jadi makmumnya kelak dan menjadi ibu dari anaknya.

Rifan duduk bersebrangan dengan Ai menatap langit yang sama.

"Kamu ngapain diluar, ngga ikut makan?"

"Lihat bintang. " ucap Ai santai.

"Maaf kalau kedatangan ku membuat kamu kaget"

Ai hanya menganggukkan kepalanya, "tak apa. Akan ku fikirkan semuanya dan akan ku beri jawaban secepatnya"

Tinggal bilang iya aja kenapa harus minta waktu.

"Kamu bilang apa?"

"Cuma bilang iya aja kenapa susah?"

Ai terdiam, sejujurnya dia juga ingin bilang iya tapi kan gengsi, seenggaknya harus kayak cewe lain lah yang kalo dilamar itu minta waktu buat jawab.hehe

-------

Siapa sangka kalau hari ini tiba, hari dimana Fiqa akan menikah dengan abangku. Abang mengucap ijab qobul dengan satu tarikan nafas.

Aku dan keluarga kecil ku tahu kalau kedua insan ini tak ada perasaan sama sekali, abang juga sudah punya wanita lain di belahan bumi yang lain.

Semalam Ai mendengar perkataan abangnya yang sedang bertelfon ria dengan seseorang, sepertinya...kekasihnya?

Perkataan abang selalu terngiang di telingaku. "Tenang saja babe, pernikahan ini tak akan berjalan lama. Kalaupun aku tak bisa berpisah dengan Fiqa kamu akan tetap menjadi istri ku yang paling aku sayang. Di agama ku dihalalkan memiliki istri lebih dari satu"

Wanita mana yang ingin di madu? Fiqa, wanita berumur 17 tahun apa bisa menerima jalan hidupnya jika benar kalau abang akan menduakannya? Meski abang tidak mencintai sahabatku bukankah seharusnya abang tetap mencoba menyayangi Fiqa bukan menyianyiakannya, tidakkah dia berfikir kalau dirinya memiliki adik perempuan? Bagaimana kalau kelak aku juga merasakan posisi Fiqa? Naudzubillah.

Sekarang Fiqa dan abang sudah resmi menikah, entahlah bagaimana kedepannya hubungan rumah tangga mereka. Ai selalu meminta Fiqa untuk bercerita ke Ai kalau saja abangnya menyakiti Fiqa baik fisik maupun psikis.

Ai melihat abangnya sedang termenung sendiri.

"Assalamualaikum bang"

Abang senyum menepuk kepala Ai pelan dan menjawab salam Ai. Aku harap sama Fiqa abang bisa seperti ini, sayangi dan bimbing dia bang.

"Abang bahagia?" Pertanyaan apa itu, jelas saja abang mu itu akan menjawab tidak.

Benar saja, abang sekarang menggeleng dan mnghela nafas berat. "Sebenarnya dia wanita yang baik, tapi hati abang sudah punya wanita lain. Abang hanya mampu menganggapnya sebagai adik, sama seperti kamu peri kecilnya abang."

Ai terdiam, air mata ini hampir tumpah ruah dihadapan abang tapi sekuat tenaga Ai tahan.

"Jangan sakiti Fiqa bang, Nara tau abang belum sayang sama Fiqa tapi Nara yakin suatu saat rasa sayang itu akan muncul. Nara sayang sama Fiqa bang, sebenarnya semalam Nara dengar abang telfonan dan mengucap kalau abang akan menikahi wanita itu apapun alasannya."

"Nara..."

Sekarang air mata tak bisa terbendung lagi, air mata ini tak kuasa di tahan oleh Ai.

"Jangan bang, jangan sampai abang melakukan itu. Memang benar Allah membolehkan tapi jika abang sanggup dan Fiqa ridho. Tapi bang semua wanita pasti tak akan menginginkan kalau suaminya membagi kasih dan sayangnya untuk wanita lain. Bagaimana kalau Nara merasakan hal seperti yang Fiqa rasakan kelak bang? Apa abang akan tega melihat Nara hidup dirundung kesedihan? Apa abang hanya akan diam melihat adik abang di madu?" Ucap Ai sembari menggoyangkan dan memukul dada abangnya. Tangisannya sudah terisak.

Abang memeluk Ai, Ai merasakan kalau abangnya pun menangis. Semoga dengan ini abang akan sadar.

"Bagaimana mungkin abang tega melihat adik abang menderita, hm? Maaf kalau abang membuat Nara sedih, abang akan janji sama Nara kalau abang akan mencoba ikhlas menerima ini tapi ngga secepat itu. Perasaan abang untuk wanita abang itu sungguh dalam Nar, dia pasti juga sekarang sedih menerima kenyataan kalau abang sudah menikah"

Ai geram dengan abangnya ini. "Astaghfirullah abang, lebih penting mana menyakiti hati istri atau menyakiti hati seorang yang bukan mahrom abang? Lebih baik membiarkan wanita yag bukan mahrom abang itu menerima kenyataan dan mencari pasangannya sendiri bang."

------

Ai sudah sholat istiqharah dan insyaallah hati dan fikirannya yakin akan Rifandi, seorang imam yang dipercaya bisa menjaganya.

Daripada khalwat menggelayuti hidupnya lebih baik menjalani pernikahan yang membuatnya menjadi halal.

"Bunda, insyaallah Nara menerima Rifandi"

Bunda tersenyum, ia tahu betul bagaimana putrinya ini. Dari awal pun bunda sudah tahu kalau Rifandi adalah Rifandi yang sama yang di sukai oleh Nara dulu semasa SMP. Jangan dikira seorang ibu tak tahu apa yang dilakukan anaknya meski sang anak tak bercerita.

~~~~~~~~~~~~~~
Assalamualaikum sahabat shalihah...:)

Segini dulu ya, semoga bermanfaat^^

Jilbab Ku [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang