Chapter 14

11K 568 4
                                    

6 bulan telah berlalu, sekarang Ai sudah memasuk tahun ajaran terakhir. Yah, masa putih abunya akan segera berakhir berganti dengan masa... entah kuliah atau menjadi ibu rumah tangga. Karena memang selepas SMA Rifan akan menikahi Ai sesuai rencana waktu itu.

Kandungan Fiqa juga sudah membesar dan akan segera melahirkan.

"Ai.... aku...ak..."

"Kamu apa Fiq?"

Lagi, dan lagi Fiqa bercerita keluh kesahnya ke Ainayya, jangan salah dia lebih dulu bercerita ke rabb nya. Ternyata Fiqa di telpon oleh seseorang yang tak dikenal olehnya tapi lebih dikenal dengan suaminya. Siapa dia?? Entahlah bagaimana rupanya sampai abangku terpaku padanya.

"Sudahlah jangan tangisi abang ku. Dia ngga pantes dapet air mata kamu"

"Kenapa? Kenapa kamu lebih membela ku dari pada saudara mu sendiri?"

Yah tak ada yang memungkiri kalau suami dan orang yang menyayat hati sahabatnya itu adalah abangnya sendiri, siapa sangka kalau abang masih belum bisa menerima Fiqa setelah setengah tahun pernikahan mereka?

Pernikahan yang hanya sekedar status saja. "Jauhi dia Fiq. Lebih baik kamu pergi ke pondok abah yai. Tenangkan fikiranmu disana, aku juga begitu kalau lagi sedih. Disana kamu bisa belajar islam lebih dalam."

------
Dimana dia? Dia pergi meninggalkan suaminya sendiri sekarang? Mungkin dia sudah tak tahan dengan sikap ku.

Abdullah Rafif Rasyiqul, dialah lelaki yang selama ini di sebut 'abang' oleh Ainayya.

"Nar dimana Fiqa?"

"Dimana? Yang suaminya emang Nara, kok abang tanyanya sama Nara? Bukannya kalau seorang suami selalu tahu kemana istrinya pergi?"

"Yah, dia seharusnya izin sama abang kalo mau pergi. Itu baru istri shalihah" ucap bang Rafif

Ai tersenyum kecut. Allah pantaskah abangnya menyombongkan diri dan berfikir yang buruk mengenai istrinya itu.

"Mengapa bang? Dia sudah izin, kalau abang tak percaya coba buka ponsel abang dan buka kotak pesan. Disana pasti ada izin yang diminta Fiqa. Bukan tak ada alasan Fiqa pergi dari abang, wanita mana yang tahan melihat raga suaminya ada tapi hati nya jauh bersama wanita lain sedang hati wanita itu sudah di serahkan sepenuhnya untuk abang?"

"Seharusnya dia tetap coba membuat abang menyayanginya" keras kepala.

"Sudah bang, bahkan itu keinginan terbesar sahabat ku yang tak pernah terlaksana sampai detik ini! Siapa yang sangka kehidupan sahabatku setelah menikah hanya ada derai air mata?! Tidakkah abang takut ganjaran akhirat kelak, tidakkah abah yai dan umi sudah membekalkan agama yang cukup untuk kita tahu mana yang salah dan benar, apa yang akan abang lakukan jika Allah meminta pertanggungjawaban abang? "

"Kamu gampang Nar, hanya tinggal berucap itu sangat mudah. "

"Ngga bang, yang harus dilakukan abang diam dan syukuri yang abang miliki sekarang, jangan menyesal kalau Fiqa akan mendapat kelaki lain yang bisa membuatnya LEBIH nyaman "

Perkataan Nara di akhir, kenapa perasaan ini aneh. 'Mendapat lelaki yang membuatnya lebih nyaman?' Akankah hari itu ada?

Seharusnya aku senang, wanita yang selalu aku anggap pengganggu akan pergi bersama lelaki yang menyayanginya. Aku pun tak tega harus bersikap seperti ini terus ke Fiqa.

Dia wanita baik dan aku pun tahu kalau dia mulai menyayangiku, tapi sayangnya aku tetap terpaku pada Angelica, wanita yang memberi kebahagiaan saat ini.

Tapi... ahh apa yang kau fikirkan Rafif. Apa kau mulai khawatir denganya?. Oh... tentu saja pasti
ada rasa khawatir karena dia sedang hamil besar, manusiawi kan?

Seperti anak kecil saja menulis buku harian, sungguh kekanak kanakkan!

Hai bang Rafif, bagaimana ini? Hari pertama kita bertemu aja udah memberi kesan buruk, dan sekarang ayah Ai meminta ku untuk menerima mu sebagai suami ku. Allah bantu Fiqa.

Rifif ingat betul bagaimana kejadiannya, memalukan saja.

Hai bang Rafif, siapa wanita itu? Dia sangat cantikkah? Sampai kamu berani melawan orang tuamu. Jangan sakiti mereka bang. Mereka menyayangimu. Aku sungguh terluka sewantu kamu menilaiku dengan begitu menyayat.

Ya Fiqa kamu benar mereka menyayangi ku dan aku menyayanginya. Bukankah ini wajar? Hidup memang harus saling menyayangikan?

Bang Rafif, kita sudah menikah sekarang, aku sedih sekali. Aku mendengar pembicaraanmu dan Ai, perasaan ini sungguh hancur bang. Sakit saat kamu memikirkan wanita itu terus menerus.

Sebelumnya aku tak pernah membuat seorang wanita menangis, dan sekarang kamu sering menagis karena ulahku.

Kandunganku sudah membesar bang, jangan kamu sakiti aku lagi. Aku takut berakibat buruk untuk anak ku. Aku sudah berserah, kalau kamu ingin menikahi wanita itu maka nikahi dia dan ceraikan aku setelah aku melahirkan. Benar kata Ai, aku bukan wanita yang berhati suci yang merelakan suaminya berbagi kasih dan sayang untuk wanita lain.

Ya itu hanya beberapa diary yang di baca Rafif. di akhir bacaannya,Lagi dan lagi Rafif merasa... tak rela? Mungkinkah perasaan itu telah muncul? Dia memang wanita baik tapi hati ini masih tertata untuk Angelica.

Tanpa disadari Rafif sejak tadi Ai sudah berdiri dibelakangnya, jelas sekali Ai melihat Rafif yang menitihkan air matanya yang langsung diusap oleh Ai.

"Bagaimanapun abang tetaplah abang ku, Fiqa wanita baik bang. Dia sungguh menyayangi abang, dia selalu menjalankan tugasnya sebagai istri yang baik untuk abang. Dan sekarang dia pergi... Nara yakin kalo abang merasa kehilangan sosok Fiqa. Tanpa abang sadari, Fiqa sudah mampu mendapat perhatian abang. Jemput dia bang, dia di pondok abah yai"

"Abang bisa bertahan hidup kalau cuma dia yang pergi ninggalin abang. Kehilangan satu orang sungguh tak berarti Nar"

~~~~~~~~~~~~~
Assalamualaikum.

Bang Rafif akan melakukan apa? Tunggu chapter selanjutnya ya.

Jilbab Ku [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang