Chapter 44

10.4K 408 2
                                    

Waktu dua minggu seakan sangat cepat, besok adalah hari pernikahan Hafidz dan Anin. Yang membuat Anin gelisah, bagaimana nanti kalau sudah menjadi istri dari ka Hafidz? Apa yang harus dilakukan karena selama ini Anin mengenal Hafidz sebagai kaka bukan sebagai suami. Pertanyaan itu memenuhi pikirannya saat ini.

Ai yang melihat putrinya duduk sendiri menatap Bintang di luar menghampiri dan menikmati Bintang bersama.

"Assalamualaikum.. Kamu kenapa Nin? "

Anin menjawab salam bundanya dan menatap Ai dengan pandangan yang sulit diartikan. Ai bingung saat tiba-tiba Anin memeluk Ai begitu erat dan tak lama Ai mendengar isak tangis Anin dan merasa kalau jilbab yang di kenakan terasa basah.

"Cerita dong sama bunda, masa besok mau nikah tapi sedih gini?"

Ai tidak pernah menyangka kalau rasanya akan seperti ini, serasa baru kemarin Ai tersenyum menggendong Anin kecil, memeluk, memberi Kasih sayang dan sekarang Anin yang memeluknya yang bisa Ai anggap pelukan yang sangat berharga. Anak satu-satunya yang sangat Aiden dan Ai sayangi.

"Maafin Anin ya bun... Selama ini Anin belum bisa jadi anak yang berbakti. Masih suka bantah ucapan ayah sama bunda, suka manja juga. Anin takut ngga bisa kayak gini lagi sama bunda"

Ai menangis, di bawah rembulan dan sinar Bintang seorang ibu dan anak saling memeluk dan menangis mencurahkan segala emosi yang ada. Ai yang sejujurnya belum siap kalau harus berjauhan dengan Anin karena Hafidz yang ingin hidup di apartement setelah menikah, sedangkan Anin yang sedih karena akan berpisah dengan bundanya, wanita yang rela mengorbankan segala hal hanya untuk membuat Anin bahagia.

"Sttt... Jangan nangis lagi ya. Kamu ngingetin bunda dulu pas mau nikah deh. Dulu juga bunda manja banget sama kakek dan nenek kamu pas malam sebelum pernikahan"

Karena kelakuan Anin ini Ai jadi teringat dulu betapa manjanya ia bersama ayah dan bundanya, lalu ke bang Rafif. Ai mengenang masa itu, dulu Ai ada di posisi Anin. Benar kata orang kalau sifat dan sikap Anin adalah duplikasi dari sikap Ai yang dulu.

"Jadi istri yang berbakti sama Hafidz ya... Jangan biarkan dia berpaling, layani dia sepenuh hati. Siapin makan, siapin baju, selalu beri perhatian jangan sampai ada penghalang dalam keluarga kalian. "

Entahlah ada angin apa Ai mengucapkan ini semua, bukan ingin suudzon tapi Ai hanya memberi nasihat untuk Anin agar sejarah hidup Ai tidak terulang dalam hidup Anin. Cukup sudah masa kelam itu menimpanya, tidak dengan putrinya!

"Insyaallah bunda... Anin akan berusaha menjadi istri yang yang berbakti. Anin ingin menjadi sosok wanita yang selalu di rindukan syurgaNya. "

Ai mengelus sayang kepala anaknya. Ai bahagia, walaupun sedih dalam hati karena akan di tinggal Anin tapi Ai tidak mau menunjukkan perasaan itu. Biarlah Anin dan Hafidz belajar membangun rumah tangganya sendiri, dan biarlah Ai dan Aiden menghabiskan hidup serta masa tuanya bersama, menanti cucu yang akan lahir kelak dari Putri cantiknya ini.

-----
Anin sudah terbalut dengan baju pengantin syar'i di tambah riasan wajah yang tipis tapi tetap membuat tampilan Anin sangat anggun. Hari ini adalah hari yang paling bersejarah dalam hidup Anin, karena ada seorang lelaki yang akan mempersunting dirinya.

"Anin... Hafidz udah ada di bawah. Sebentar lagi ijab di mulai, bismillah semoga lancar ya. "

Rani, keponakan dari ayahnya ini yang sekarang mendampingi Anin di kamar menunggu Hafidz menuntaskan ijab lalu Anin akan menghampiri kesana.

"Mba Rani aku gugup"

Keringat dingin sudah sejak tadi keluar dan Anin sudah berusaha untuk rileks tapi tetap saja ngga berhasil menutupi kegugupan ini.

Suara ayah Aiden mulai menggema di ruangan bawah yang sayup terdengar Anin di dalam kamar, dan ijab qabul sudah di mulai.

Saya terima nikahnya Anindhita Ufairah Ahsan binti Aiden Abqari Ahsan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai

"Alhamdulillah ya allah"

Semua mengucapkan kalimat syukur tak terkecuali Anin dan Rani yang ada di dalam kamar. Tak lama dari itu muncul Ainayya menjemput Putri cantiknya bertemu dengan suaminya, Hafidz.

"Barakallahu fi umrik anak bunda... Ayo sekarang kita keluar kasian suami kamu udah penasaran sama wajah istrinya. Jangan nangis dong. "

Anin di apit Rani dan Ainayya menuju kursi dimana tempat ijab qabul berlangsung, disebelah Anin tepat ada Hafidz yang sejak tadi sudah gugup melihat bidadarinya.

Sesuai intruksi pak penghulu, Anin mencium punggung tangan Hafidz sebagai tanda bakti pertamanya, ini kali pertama Anin dan Hafidz bersentuhan lagi setelah masa remaja yang sama sekali tak ada sentuhan. Belum cukup sampai disitu Hafidz mencium lembut kening istrinya, bahkan Hafidz dapat merasakan kalau Anin sudah menangis sekarang.

"Kenapa nangis? "

Anin hanya menggeleng lucu "aku terharu " ucapan Anin mengundang senyum tulus dari Hafidz.

Acara kembali dilanjutkan dengan pembacaan doa dan acara kumpul keluarga saja, Anin yang masih sekolah jadi pihak keluarga memutuskan akan menggelar resepsi pernikahan jika nanti Anin sudah lulus.

-----

"Kamu kenapa? "

Anin hanya menggeleng kepala dan tersenyum tulus, tidak menyangka kalau lelaki dihadapannya adalah orang yang memang ditakdirkan untuk melengkapi hidup Anin.

"Kamu kangen bunda? Apa mau tinggal di rumah bunda aja? "

Anin buru-buru menggeleng kuat. Anin tidak ingin kembali kerumah bunda karena Anin ingin merasakan hidup berdua bersama Hafidz. Anin tidak ingin mengecewakan Hafidz yang udah susah payah membeli apartemen ini untuk Anin.

"Aku ngga papa ka.. Aku mimpi ngga si jadi istri kaka? "

Jujur Anin masih linglung, antara yakin dan tidak yakin kalau kini dirinya sudah menjadi istri dari kakanya sendiri.

Cup

Kecupan lembut di pipi Anin yang tanpa aba-aba membuat Anin membulatkan mata dan membuat jantung Anin bertalu sangat cepat.

"Kamu ngga mimpi, sekarang kamu udah jadi nyonya Hafidz Zidan. "

Anin merona malu dengan sebutan yang diberikan Hafidz tadi. Bahagia sekali rasanya saat mendapati kalau Hafidz adalah suami Anin. Tapi kemudian Anin cemberut teringat perkataan Hafidz beberapa minggu yang lalu.

"Eh kok cemberut gini, kenapa? "

"Kaka serius mau pergi ke Bandung? Masa aku di apartemen sendirian"

Hafidz mengulum senyum dan kembali mengecup pipi kanan Anin lalu duduk di sofa dan meminta Anin duduk disebelahnya.

"Ada peresmian resto baru di Bandung jadi kaka harus hadir sayang... Siapa bilang kamu sendiri? Kamu akan ikut kaka. Mana mau kaka jauh dari istri tercinta kaka"

Jilbab Ku [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang