Chapter 18

10.7K 535 1
                                    

Hari ini untuk pertama kalinya Ai akan berkunjung ke rumah Rifandi. Rifandi dan Ai meminta izin untuk tidak bersekolah hanya seminggu jadi lusa mereka sudah menjalani aktivitas seperti biasa. Rifan mondok dan Ai sekolah di SMA nya.

"Aku gini aja ya Fan?" Ucap Ai memperlihatkan baju dan jilbab yang dikenakannya.

"Jilbabnya kurang cocok. Coba pakai yang itu aja" ucap Rifandi sambil menunjuk jilbab pink soft yang tak tau siapa pemberinya.

"Aku ngga mau pakai jilbab itu..."

"Kenapa? Kamu lebih cocok pakai jilbab itu Ai"

"Aku ngga tau siapa yang ngasih jilbabnya, jadi aku ngga mau pakai. Yang ngasih juga cuma ngasih inisial -R-di suratnya"

Ai bingung, kenapa Rifandi malah senyum ngga jelas kayak gitu.

"Itu aku yang kasih. Jadi cepet pakai dan kamu harus jaga dan selalu pakai jilbab ini. Aku ngga mau tau, aku suka kamu pakai jilbab ini"

Di jalan Ai terus memandang jilbab yang dikenakannya sekarang. Jilbab yang diberikan Rifandi dengan misterius. Tapi jujur, Ai suka jilbab ini.

"Assalamualaikum bunda"

Yap sekarang kami sudah sampai di rumah Rifan, rumah ini sangat sepi.

Rifandi menyampaikan maksudnya untuk bunda tinggal di rumah Ai sementara waktu, supaya ada yang rawat. Tentu saja istri kecilnya yang akan merawat bundanya ini.

Drt....drrt... drrttt....

"Bentar ya Rifan mau angkat telfon dulu" izin Rifan.

Tinggallah Ai dan bunda, banyak yang di obrolkan mulai dari kelucuan dan kenakalan Rifan, hobi Rifan, makanan kesukaannya, hal hal yang tak disukai Rifan. Semua tentang Rifan berusaha di korek habis oleh Ai melalui bundanya ini. Hehehe
----
"Fan, kamu mau makan apa?" Ucap Ai halus.

Rifan hanya diam tak menanggapi ucapan Ai. Dia berbeda. Sejak menerima telfon di rumah bunda kemarin, Rifan jadi pendiam.

"Kamu kenapa Fan?"

Rifan hanya terdiam, apa yang harus dikatakan nya sekarang ke Ai tentang... arghh ini sangat sulit.

"Ngga papa" ucap Rifan dingin.

Ai hanya diam, tadi Ai bertanya kenapa tapi Rifan malah balas dengan perkataan es nya itu.

Telfon Rifan kembali berbunyi. Siapa sebenarnya yang menelfon kenapa Rifan langsung menjauh seperti itu? Mungkinkah wanita lain? Astaghfirullah Ai jangan su'udzon.

"Telfon dari siapa Fan?" Tanya Ai spontan.

Rifan hanya mengedikkan bahunya. Sebegitu pentingkah sampai Ai tak diberitahu?

"Aku mau makan ayam kremes. Kamu bisa buat?"

Ai tampak mikir "kremes ya? Mmm kalo ayam goreng biasa aja gimana? Kan lebih gampang tuh"

"kalo gitu mah ngapain nanya aku mau apa Nay, pas aku jawab kamu malah ngasih opsi yang lain"

Ai hanya nyengir lebar, bukannya tak bisa membuat tapi malas dan ayam goreng lebih simple di buat.

-----

"Ngel...Ngel... aku mohon tunggu aku sampai Fiqa melahirkan setelah itu aku akan menceraikannya. Jangan tinggalin aku"

Seperti apa perasaan kalian kalau kalian dengar suami, catat SUAMI kalian berbicara seperti itu. Sakit? Bahkan lebih dari sekedar kata itu!

Fiqa menangis dalam diamnya, matanya terpejam tapi Fiqa tak tidur. Ia masih fokus mendengarkan perkataan Rafif yang tak patut di dengar. Rasanya lebih baik kalau Allah menulikan pendengarannya disaat seperti ini.

Cerai!!!

Semudah itukah? Kata kramat yang mampu membuat Fiqa takut sekali. Takut impian mempunyai keluarga kecil yang dibangun untuk menuju jannah Nya, hancur berkeping.

Takdir baik masih berpihak rupanya, hari ini segala yang dikatakan Rafif hanya sebuah omongan alam bawah sadarnya. Tapi saat waktu melahirkan itu tiba, apa kata kramat itu akan benar terucap?

Dalam tangisnya, Fiqa terus mengelus perutnya yang telah membuncit. Disana, di rahim nya ada makhluk kecil yang hidup. Bahkan saat belum lahir kedunia ini, dia sudah mendengar perkataan ayahnya yang menyayat hati ibunya ini.

"Awwwww....awwwwsss. astaghfirullah... sa-sakh-sakit" ucap Fiqa tiba-tiba sambil mencengkram seprai dengan jemari mungilnya.

Rafif yang sejak tadi tidur dengan nyenyak terbangun karena rintihan Fiqa di sebelahnya.

"Astaghfirullah. Kamu mau melahirkan?"

Tak ada jawaban dari bibi Fiqa, yang ada hanya rintihan menahan rasa sakit yang sangat dahsyat. Beginikah rasanya sakit melahirkan? Betapa teganya ia melukai dan mempermalukan ibunya sendiri dengan melakukan perbuatan terlarang, padahal untuk melahirkan Fiqa ibu pasti bertaruh nyawa.

Tapi apa? Ibu tak sedikit pun bangga dengan Fiqa, ibu justru malu dengan Fiqa yang melakukan perbuatan itu.

Tok...tok...tok...

"Fif kenapa? Fiqa mau melahirkan?"

"Aduh bun, Rafif ngga tau tapi dia bilang sakit bun"

"Yasudah ayo bawa rumah sakit. Siapin mobil sana"

Ai sudah berada di sebelah Fiqa sekarang, Ai menggenggam jemari Fiqa kuat. Sebentar lagi Fiqa akan berjuang melahirkan makhluk kecil yang sangat lucu menuju dunia ini.

Ai terus menemani Fiqa, bahkan sampai di ruangan bersalin. Sejak awal, Fiqa keukeuh ingin melahirkan normal, katanya ia ingin melakukan perjuangan sungguhan melahirkan anaknya sendiri meski sakit yang tiada tara.

Setelah beberapa jam Fiqa di dalam, alhamdulillah bayi mungil sedang tertidur di pelukan Fiqa sekarang. Bayi lelaki yang sangat tampan.

"Adzankan dia Fif. Dia anak mu " ucap ayah.

Ai menangkap keraguan di mata Bang Rafif, yah memang secara biologis Bang Rafif bukan ayahnya, tapi sekarang ibu dari bayi mungil itu istri Bang Rafif. Jadi tak salah kalau bang Rafif yang berhak mengadzani.

Semua menatap haru kala Rafif melantunkan adzan di telinga bayi itu. Rafif sangat menghayati sampai ia menitihkan air matanya.

"Siapa Fif namanya?"

Rafif yang ditanya seperti itu bungkam seribu bahasa. Bahkan tak terbesit sekali pun untuk memilih nama bayi Fiqa selama ini di fikiran Rafif.

~~~~~~~~~~~~
Assalamualaikum sahabat shalihah:)

Aku update nih di sela ukk yang membuat pening. Semoga kalian suka, akan ada beberapa kejutan di part selanjutnya yang insyaallah bakal buat makin greget lagi:)

Ini part Rafif-Fiqa udah lumayan yah. Dilanjut oart selanjutnya ok:)

Jilbab Ku [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang