Sudah hampir dua bulan sejak mereka kembali dari bulan madu, Kaffi dan Gebi tidak mengalami banyak perkembangan dalam hubungan pernikahan mereka. Jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Kaffi dengan kasus-kasusnya, sementara Gebi juga sibuk dengan pekerjaannya sebagai wartawan lepas di sebuah koran harian.
Walaupun awalnya merasa kewalahan dengan permintaan Kaffi, tapi, saat ini, Gebi mulai terbiasa dengan rutinitasnya.
Setiap pagi, Gebi akan berangkat untuk meliput berita dan kembali pada jam 10.00 untuk menyiapkan makan siang. Gebi bersyukur karena pekerjaannya lebih banyak menghabiskan waktu di luar daripada di kantor. Dengan begitu, dia tidak perlu repot-repot untuk bolak-balik karena dia bisa menulis berita dan mengirimkannya kepada editor melalu surel kapan saja.
Walaupun kadang-kadang, Gebi seperti orang gila karena harus keluar tengah malam ataupun berangkat pagi-pagi buta untuk meliput, tapi gadis itu sama sekali tidak merasa keberatan dengan rutinitas profesinya.
Gebi bersikukuh untuk bekerja di koran harian tersebut walaupun didesak oleh mertuanya agar berhenti dari pekerjaannya saat ini. Bagaimanapun, dia tidak mau terlalu bergantung kepada keluarga Chanzu. Lagi pula, tawaran menjadi sekretaris di firma hukum mertuanya dirasakan tidak cocok dengan latar belakang pendidikannya.
Gebi sudah terlalu mencintai dunia jurnalis. Ada kepuasan tersendiri ketika membaca tulisannya walaupun hanya terpampang di lembaran-lembaran koran harian.
Dan lagi, Gebi menganggap tempatnya bekerja saat ini adalah rumah kedua baginya. Dia bisa menghabiskan kehidupan normalnya berbaur dengan teman-temannya tanpa beban. Jika sudah kembali ke rumah yang sekarang ia tempati, Gebi langsung merasa dirinya seperti seorang puteri di dalam kisah dongeng.
Menempati istana sederhana seperti apa yang diharapkannya sejak dulu, mendapatkan keluarga lengkap yang sangat menyayanginya, dan tragisnya, terkurung dengan seorang Pangeran Sakit Jiwa yang terus-terusan membully-nya setiap hari.
Namun, itu semua tidak pernah membuat Gebi merasa kebahagiaannya berkurang. Dia malah menikmati semua perannya sebagai anak, saudara, juga ... istri-istri pangeran sinting tepatnya.
***
Gebi baru sampai ke rumah dan mendapati rumah dalam keadaan gelap. Ia tidak langsung menyalakan lampu karena dilihatnya ada cahaya dari ruang tengah. Gadis itu masuk ke ruangan Tv dan mendapati Kaffi sedang meringkuk di sofa. Tv menyala padahal si penonton sudah terlelap.Lemparan tas Gebi ke sofa membangunkan Kaffi. Dia bangkt setengah mengantuk. Pandangi punggung istrinya yang sedang melangkah ke lemari pendingin.
"Kau sudah pulang?" tanya Kaffi. Suaranya serak khas bangun tidur.
"Hmm."
Gebi neneguk dua gelas air mineral, kemudian meletakkan gelas kosong ke meja pantry. Gadis itu menyalakan lampu. Lantas bergabung bersama Kaffi dengan segelas air mineral untuk suaminya.
"Kau pulang cepat hari ini? Tidak biasanya kau ada di rumah jam segini." Gebi menyodorkan gelas. Pria itu menyambutnya dan meneguk dalam sekali napas.
Kaffi melirik arloji. "Kaupikir ini jam berapa, hah? Biasanya juga aku sudah tidur jam segini."
Mengikuti arah pandang Kaffi, Gebintang melirik jam di pergelangan tangan. Pukul satu dini hari. Gebi terpekik kaget, "Astaga. Kupikir masih pukul sepuluh."
"Apa yang kaulakukan sampai lupa waktu?" Kaffi menyelidik, "Kau juga tidak biasanya pulang selarut ini."
"Tidak ada. Aku hanya mengobrol dengan temanku," jawab Gebi sambil tersenyum lebar memamerkan gigi putihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Marriage Roller Coaster
RomanceSetelah kecelakaan merenggut nyawa ibu yang merupakan keluarga satu-satunya di dunia ini, Angkasa Gebintang dipertemukan dengan keluarga Chanzu yang seolah-olah menghembuskan nafas baru ke dalam hidupnya. Disisi lain, menjalani profesi sebagai seora...