TMRC - Sembilan Belas (Complicated)

37.8K 3.4K 345
                                    

Dari jalan, Gebintang memandangi sebuah rumah kecil di hadapannya. Rumah dengan pekarangan luas dan ditumbuhi berbagai macam tanaman tersebut tampak masih seperti terakhir kali dilihatnya, setahun lalu. Sudah hampir setengah jam, Gebi hanya melihat dari jauh tanpa berani mendekat ke rumah itu. Otaknya memutar rekaman-rekaman masa lalu dan bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Gebi sudah lelah untuk menangis. Dua jam tadi, dia habiskan untuk menangis. Saat ini dia terlalu lelah lalu ingin istirahat dengan tenang.

Gebi meninggalkan rumah itu, berpindah ke dua rumah di sampingnya. Cukup lama ia memantau. Sampai akhirnya Gebi memberanikan diri untuk masuk. Baru beberapa langkah, Gebi disambut dengan suara-suara berisik dari dalam rumah. Lehernya memanjang untuk menoleh ke arah pintu terbuka.

"Bintang," panggil seseorang dari belakang.

Gebi terlonjak, berbalik cepat. Didapatinya Bumi, dengan ekspresi tak jauh beda; kaget tak percaya. Sepertinya, Bumi baru pulang dari suatu tempat karena pria itu menenteng tas ransel besar dan beberapa kertas. Bumi menggaruk-garuk tengkuk, hal yang biasa dilakukannya jika grogi.

"Bumi," sapa Gebi, semangat.

"Sedang apa kau di sini, Bintang?"

"Oh. Aku...," Gebi tidak bisa menjawab. Mana mungkin dia bilang sedang bertengkar hebat dengan suaminya, lalu menenangkan diri di sini? "Memangnya aku tidak bisa ke sini kalau rindu dengan Ibun dan yang lain? Aku cuma mampir sebentar. Tidak apa, kan?"

"Bicara apa kau ini? Rumah ini adalah rumahmu juga. Ayo masuk! Ibun pasti senang bertemu denganmu."

Gebi menurut saja ketika Bumi menariknya masuk ke dalam rumah sederhana itu. Kediaman yang hampir setiap hari Gebi habiskan waktunya di sana, dulu. Rumah yang sudah memberikan banyak kenangan mulai dari masa kecil hingga dewasanya, yang melahirkan untuknya seorang sahabat juga cinta pertamanya. Bumi.

"Ibun," panggil Bumi ketika mereka sudah berada di ruang tamu. "Ibun coba lihat siapa yang datang?"

Seorang wanita setengah baya berperawakan tinggi dengan badan berisi muncul dari balik pintu penghubung ruang teve dengan dapur. Wanita itu langsung menutup mulutnya ketika melihat Gebi. Sedangkan Bumi ikut tersenyum senang mendapati ekspresi sang ibu.

"Ibuuuuuuun!" seru Gebi, menghambur ke pelukan wanita itu.

"YA, TUHAN! INI KAU, KAH, GEBINTANG ANAKKU?" teriak wanita itu excited. Dia menghujani Gebi dengan ciuman-ciuman kecil di wajah gadis itu.

"Siska ada apa?" tanya seorang pria dari arah dapur.

"FRAAAAANS, COBA LIHAT SIAPA YANG DATANG!" ajak Ibun memanggil suaminya di dapur.

Yang dipanggil tersebut keluar dari dapur dengan hanya memakai sarung dan baju tipis yang robek di beberapa sisi. Dia sempat mematung beberapa saat dan menyipitkan matanya untuk meyakinkan apa yang dilihatnya. Gebintang sendiri sudah tersenyum lebar memamerkan gigi geliginya.

"BINTANG ANAAAKKKUUUU!" Ayah Bumi berlari membawa badan gemuknya dan langsung memeluk Gebi. Sekarang, mereka bertiga terlihat seperti Teletubbies yang sedang berpelukan dengan Gebi yang diapit oleh dua orang yang sudah dianggapnya sebagai orangtua sendiri.

"Kenapa kau baru datang kesini lagi selama satu tahun ini? Apa kau sudah melupakan kami?" tuduh Siska, sedih.

"Tidak seperti itu, Bun."

"Apa suamimu melarangmu bertemu dengan kami?" sambung Frans.

Gebi melepaskan pelukannya dan merangkul kedua bahu orang tua itu. "Kenapa kalian bicara seperti itu, Ayah? Tidak! Dia tidak melarangku. Hanya saja aku butuh waktu untuk mempersiapkan mentalku. Bertemu kalian sama saja menggali ingatanku tentang ibu. Dan itu akan membuatku sedih berkepanjangan. Jadi, aku pikir aku perlu menenangkan diriku dulu."

The Marriage Roller CoasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang