TMRC - Sembilan (Kembali Ke Dunia Nyata)

49K 4.4K 183
                                    

Kaffi melirik Gebi di sebelahnya yang tertidur dengan mulut menganga. Dia berdecak sebal dan mendorong tubuh Gadis itu menjauh. Saat ini, mereka baru tiba di Jakarta dan sedang berada di mobil dalam perjalanan Bandara menuju rumah.

"Tuan kaffi?" panggil Pak Ali, driver pribadi Emerald yang sengaja disuruh menjemput mereka.

"Ada apa, Pak?"

"Kita langsung ke rumah atau mampir ke rumah Tuan Roby?"

"Ke rumahku saja."

"Baik."

Satu jam kemudian mobil itu sudah terparkir di pekarangan luas sebuah rumah.

"Hey." Kaffi mengguncang-guncang tubuh Gebi.

"Mmm?"

"Cepat bangun!"

"Ada apaaaa?"

"Mau sampai kapan kau tidur?"

Gebi bergeming dengan mata yang masih terpejam. Dengan gemas, Kaffi menyentil kening Gebi beberapa kali hingga sukses membuat gadis itu terbangun.

"Tidak bisakah kau sedikit lembut padaku, Hah?" protes Gebi dengan suara serak dan kening yang memerah.

Kaffi tidak peduli. Ia langsung keluar dari mobil meninggalkan gadis itu yang melongo sebentar. Dari kaca mobil, dia melihat-lihat ke sekelilingnya lalu kemudian keluar dan mengangkat kopernya mengekori langkah Kaffi.



***


Gebi dan Kaffi langsung menempati rumah milik Kaffi yang sudah dibeli beberapa bulan sebelum menikah. Rumah itu tidak terlalu besar. Semua ornamen berbahan kayu. Tidak ada warna berlebihan di sana. Semua dibiarkan alami sesuai warna dasar kayu. Furniture di ruangan tamu itu pun tidak terlalu banyak. Hanya ada dua sofa di setiap sudut, dan sebuah pigura yang melapisi lukisan abstrak. Meja kecil dengan vas bunga, ikut menjadi pemanis.

Gebi melewati sebuah partisi yang dibentuk seperti pintu gerbang ala-ala keraton. Benda itu sekaligus menjadi pembatas ruang tamu dengan ruangan Tv. Di sisi kiri ruang, hanya ada Tv led besar dengan tiga sofa berjejer, dvd, home theater. Tidak ada pendingin ruangan karena dua kipas angin menggantung bebas di langit-langit atap.

Pada bagian kanan, ada sebuah meja makan dengan empat kursi. Sebelahnya ada meja bar kecil yang berhubungan langsung dengan pantry dengan kitchen set mininimalis yang masih berbahan kayu; ada sebuah pintu di ujung sana yang Gebi tebak adalah kamar mandi.

Gebi membuang napas lega. Paling tidak, dia tidak perlu merasa terintimidasi dengan rumah mewah karena rumah ini sangat sederhana dan nyaman untuknya.

Tapi ... dari tadi mata Gebi sibuk mencari di mana letak kamar? Gadis itu baru menyadari rumah ini hanyalah sebuah ruangan polos besekat partisi ukiran. Lalu, dilihatnya Kaffi menyibak horden putih. Gebi langsung menangkap dinding besar dari kaca. Kaffi sendiri menggeser pintu kaca itu dan melangkah ke luar.

Mereka sekarang menuju sebuah taman luas ditumbuhi rerumputan dan pohon-pohon besar pada pojoknya. Di sana terdapat ayunan kayu besar, meja bulat sedang, dan beberapa kursi rotan. Di belakangnya, ada Kamboja yang beberapa bunganya gugur ke rerumputan hijau itu.

Gebi masih sibuk mengagumi taman itu namun dilihatnya Kaffi menuju ke sebuah rumah panggung tradisional. Gebi pikir, itu adalah Gazebo. Gebi terus mengekor. Setelah melewati beberapa anak tangga, Kaffi membuka pintu besar yang berada tepat di tengah bangunan itu dan masuk ke dalamnya. Gebi lagi-lagi berdecak kagum. Ternyata rumah panggung tradisional ini adalah sebuah kamar yang Gebi tebak berukuran sekitar 7x7 Meter persegi.

The Marriage Roller CoasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang