TMRC - Delapan belas

35.4K 3.4K 330
                                    

Kaffi mendekatkan wajahnya ke wajah Gebi. Tangan gadis itu meremas sprei. Bibirnya digigit gusar. Napas Kaffi bahkan sudah menampar wajah Gebi lebih dulu. Tinggalkan panas di sepanjang kulitnya. Lalu saat kedua alis mereka menyatu. Kaffi berbisik pelan, "Kau benar-benar sudah siap, Bi?”

"Tidaaaaaaaaaak! Aku belum siap! Tolong berhentiiii! Demi Tuhan aku masih perawan! Dan aku tidak mau menyerahkannya pada iblis licik sepertimu. Tidaaaaaaaaaaaaaak! Jangan renggut kesucianku!"

Ptaasssss.

Mata Gebi terbelalak saat merasakan tamparan kuat di jidatnya. Dia mengerjap lantas menyapukan pandangan ke penjuru kamar. Betapa kagetnya Gebi saat matanya menangkap Kaffi sedang terduduk dan menatapmya dengan tatapan membunuh.

"Apa kau gila? Berteriak tengah malam buta begini?" teriak Kaffi sambil mengucak-ngucak matanya yang terlihat memerah.

Gebintang masih mengelus jidatnya yang perih bekas tamparan. Tapi otaknya terus berpikir keras. "Eh, apa aku mimpi?" tanyanya tidak yakin.

"Ya! Dan kau mengganggu tidurku, Bodoh! Apa kau kerasukan arwah komentator bola? Kenapa teriakanmu kencang sekali! Tenggorokanmu mungkin perlu dijahit!"

Gebi bangkit. "Astagaaa aku benar-benar mimpi, ya? Ya Tuhan, hampir saja!" Dia mengelus dada lega. "Kau tau, Kaff? Aku mimpi buruk! Sangat-sangat buruk."

"Kau pikir aku tidak mendengar teriakanmu tadi? Demi Tuhan aku masih perawan. Dan aku tidak mau menyerahkannya pada iblis licik sepertimu. Tidak! Jangan renggut kesucianku, cih! Iblis siapa yang ingin merenggut kesucianmu, hah? Apa iblis itu tidak punya mata? Kenapa dari sekian gadis berdada besar, dia memilihmu? Benar-benar tidak beres iblis yang ada di dalam mimpimu itu!" cibir Kaffi.

Gebi mendengus kesal. "Iblis itu adalah KAU!"

"Enak saja. Mana bisa begitu? Kalaupun aku berubah jadi iblis, testosteronku masih berfungsi dengan baik. Tipeku masih yang berbokong besar, dengan ukuran dada di atas rata-rata."

Guling melayang di udara dan jatuh menghantam wajah Kaffi begitu saja.

"Kalau gitu, MENIKAH SAJA DENGAN MEREKA! Dan kau akan puas karena setiap hari bisa minum susu perah dari dada raksasa seperti bola basket itu!"

Gebi kembali berbaring dengan membelakangi Kaffi. Dia tidak sudi melihat wajah Kaffi yang terus-terusan mengejeknya.

"Ya. Terima kasih sudah mengijinkanku menikah lagi. Besok akan kucari susu perah dari dada-dada raksasa di luar sana."

"Terserah, terserah, terseraaaah!! Hati-hati wajahmu memar dihantam dada raksasa itu."

"Itu akan sangat keren!"

Kaffi berbaring dan menatap punggung Gebi. Dia tertawa tanpa bisa ditahan. Senang sekali bisa membuat gadis itu kesal. Sementara di depannya Gebi merutuki dirinya yang bisa-bisa saja memimpikan hal yang tidak-tidak.

***

Lewat lambaian, Justin beri kode pada Gebi yang baru sampai ke restoran tempat janjian mereka. Gadis itu tersenyum lemah. Terseok-seok menuju meja di mana Justin duduk.

"Maaf aku terlambat. Kau sudah menunggu lama?" tanya Gebi. Wajahnya tampak lesu dan lelah.

Dahi justin berkerut saat melihat penampilan Gebi. Begitu berantakan. Celana selutut, sandal jepit, dan juga kaos oblong yang basah di beberapa sisi. Rambutnya juga acak-acakan tanpa sedikit pun polesan make up.

"Kau kenapa?"

"Aku lelah sekali. Huaaa!" jerit Gebi. Wajahnya langsung menubruk meja dengan setengah badan rebah ke sana. "Keparat itu benar-benar ingin membuatku mati hari ini!"

The Marriage Roller CoasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang