Part 14

12.4K 802 10
                                    

"Kau kalah!" teriakku riang saat aku memenangkan permaian monopoli untuk kedua kalinya.

Aku tersenyum ke arah Sean sambil memainkan kedua alisku dengan jenaka.

"Okay, miss monopoli apa yang kau inginkan dari ku?"

Pemenang dari permainan ini memang diperbolehkan meminta segala hal pada pemain yang kalah. Itu sudah menjadi perjanjian kami berdua sebelum kami memulai permainan anak kecil ini.

"Simple saja, kau harus berjanji untuk tidak bersikap sinis terhadap Daniel lagi," jawabku.

Terlihat rahangnya mengeras, kedua mata abu-abunya yang sempat berbinar keceriaan kini memudar dan berganti kabut emosi. Senyum yang tersungging membentuk senyuman indah bagai bulan sabit perlahan berubah menjadi satu garis lurus yang kaku. Aku merasa bergidik melihat perubahan Sean yang begitu cepat. Sikap Sean yang begitu mengerikan sangat terlihat saat ini. Sungguh, aku tidak bermaksud macam-macam dengan permintaanku itu. Aku hanya ingin meluruskan hal yang semestinya tidak seperti itu. Aku ingin mereka berdua tidak lagi saling berdebat pandangan. Daniel adalah teman baikku dan Sean adalah orang yang mulai mengisi hatiku. Aku tidak ingin orang-orang yang berarti di hidupku saling bermusuhan atau terlibat suatu permasalahan yang konyol.

"Sean ..." aku memanggilnya saat ia hendak meninggalkan kamar. Dia tidak membalikkan tubuhnya dan aku masih melanjutkan perkataanku, "Sean, maafkan aku, aku hanya tidak ingin kedua orang yang dekat denganku saling bermusuhan," aku menambahkan alasanku.

Langkahnya terhenti tepat di pintu kamar, kepala nya tertunduk bersamaan dengan helaan napas beratnya. Bisa kudengar sayup-sayup dan dengan suara lirih menahan emosi Sean berkata, "maaf aku tidak bisa, kau bisa mengatakan aku ini egois. Tapi aku pria dewasa Jane, aku tidak ingin apa yang sudah menjadi milikku masih di perjuangkan pria lain, dan untuk apa aku bersikap baik dengan pria yang akan merebutmu nanti?"

"Sean, Daniel temanku."

"Sudahlah, sebaiknya kau tidur, aku keluar sebentar."

Dia benar-benar pergi dari kamar dan meninggalkanku yang kini memeluk diriku sendiri. Aku menghela napas melihat sikap Sean yang memang sulit untuk ku tebak. Dia bisa berganti bermacam-macam sifat yang selalu saja membuatku terkejut dan bingung. Aku sempat memiliki pemikiran gila tentangnya. Ya, pemikiran bahwa Sean berkepribadian ganda. Lalu, aku merebahkan tubuhku di ranjang kingsize milik Sean. Sesekali aku memejamkan mataku, menarik napas dan membuatnya dengan kasar. Pikiranku dipenuhi dengan Sean dan Daniel. Mereka berdua adalah pemuda yang sama-sama aku sayangi. Daniel adalah teman dekatku, dia sudah ku anggap sebagai saudaraku sendiri dan Sean, dia pria dewasa yang kali ini mulai mengisi hatiku. Mengisi hatiku yang sudah sejak lama beku dan tertutup dari semua lelaki.

"Apa aku benar-benar mencintai seorang Sean? Atau aku hanya terlarut suasana yang dibuat Sean?"

Berjam-jam aku habiskan dengan pikiranku, lagi-lagi perasaan ragu muncul dalam hatiku. Perasaan itu menyebabkan aku merasa sangat bersalah pada Sean karena aku sudah memberikan harapan padanya. Sungguh, perasaan ini muncul karena mengingat waktu perkenalan kami yang begitu singkat. Bayangkan, aku baru saja mengenalnya beberapa minggu dan dia sudah menjadi kekasihku. Apakah itu cinta? Atau hanya aku terlena dengan perhatiannya sehingga aku menerima perasaannya itu? Aku semakin tidak mengerti jalan pikiranku. Ini terasa sangat rumit dan memuakkan. Salah satu alasan yang membuatku menutup diri dari kata cinta karena tidak ingin merasakan hal seperti ini lagi. Memuakkan dan sangat menyebalkan. Ingin sekali melupakannya tapi semakin aku melupakkannya semakin melekat bagai permen karet dalam pikiranku. Lebih baik, aku menyegarkan kepalaku dengan minuman segar. Ya, aku harus turun ke bawah dan menyegarkan pikiranku. Dapur.

Jane [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang