Part 43

9.6K 667 17
                                    

Sapuan lembut di sekitar wajahku memaksakan aku untuk bangun dari mimpiku. Dengan kedua mata masih terpejam, aku membiarkan Sean menciumi seluruh bagian wajahku. Kedua bibirku melengkung membentuk senyuman. Sean selalu saja membangunkan aku dengan cara manis seperti ini. Dan sialnya, jika Sean berperilaku manis seperti ini, aku malah ingin bermanja-manja dengannya. Well, aku tidak munafik, aku memang sangat senang bermanja-manja dengannya jika dia tidak dalam keadaan menyebalkan.

"Wake up baby ..." bisikan Sean masuk ke dalam telingaku.

Perlahan ku buka kedua mataku dan cahaya pagi berlomba masuk ke dalam celah mataku. Ku kerjapkan mataku beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk ke mataku. Semilir udara dingin terus saja mengusik kulitku dan dengan terpaksa membuatku berlindung di bawah selimut yang tebal. Dari ekor mataku dapat ku lihat Sean sedang berlutut di samping ranjang dengan senyuman.

"Dingin," gumamku tanpa menoleh ke arah Sean.

"Sudah ku siapkan air hangat untukmu," ujar Sean membuat kepalaku berpaling padanya.

Aku tersenyum manis dan dia membalasnya dengan senyum yang lebih manis. Sederetan gigi putihnya membuatku terpesona seketika, namun pandanganku seketika teralihkan ketika melihat kedua mata Sean yang selalu saja mematikan aku seketika. Kedua mata itu seakan mengintimidasi aku untuk selalu jatuh ke dalam pesonanya. Sean mengusap pipiku dengan satu tangannya, lalu memberiku morning kiss yang manis sebelum ia berkata, "Aku tunggu di bawah."

Aku mengangguk dan membiarkan dia pergi dari kamarnya. Sepeninggalan Sean, aku bergerak bangun dan mencari ponselku. Sudah genap dua minggu aku tidak mengabari orangtuaku. Aku harus menghubungi mereka, karena kalau tidak, mereka pasti akan mengkhawatirkan aku. Setelah aku mencari kontak mamahku, aku menekan tanda hijau yang ada di layar ponselku. Terdengar nada sambung di ponselku, cukup lama aku menunggu jawaban teleponku, akhirnya mamahku mengangkatnya.

"Halo mom,"

"Kau ini kemana saja hm? Kenapa lama sekali tidak menghubungi mamahmu ini. Aku pikir kau sudah melupakan kedua orangtuamu dan negara asalmu setelah terkenal menjadi penulis di sana," sindir mamahku bermaksud untuk menggodaku.

Aku tertawa kecil mendengar mamahku berkata seperti itu.

"Mom, maaf aku baru sempat menghubungimu karena aku memiliki banyak urusan di sini," aku berjalan menuju balkon kamar yang menujukan pemandangan luas kebun buah milik keluarga Smith.

"Ralat, kau sedang sibuk berlibur di Verona dengan tunanganmu itu kan?"

"Bagaimana Mom bisa tahu?" ku dengar helaan napas dan menjawab, "ayolah, Sean pria dewasa, dia tidak mungkin menculik anak gadisku ke Verona dan meminta anak gadisku untuk menjadi tunangannya tanpa persetujuan Mom." aku sedikit terkekeh dengan jawaban mamahku.

"Makasih mom," ucapku penuh arti karena aku tiba-tiba saja rindu dengan mamahku.

"Sama-sama, sekarang bersenang-senanglah, Mom harus tidur lagi."

Oh astaga, aku lupa jika Indonesia dengan Verona memiliki perbedaan waktu yang cukup jauh.

"Oh my god mom! Maafkan aku, okay baiklah, aku tutup, I love you mom!" ucapku sedikit keras.

"Oh aku rindu teriakanmu itu Jane. Okay, I do, i love you too."

Aku mematikan sambungan telepon setelah mamahku memtusukan sambungan terlebih dahulu. Kedua tanganku memegang ponselku lalu berjalan ke dalam kamar dengan senyuman yang masih terukir di wajahku. Aku memutuskan untuk mandi karena aku tak ingin Sean menungguku terlalu lama. Namun, ketika aku akan masuk ke dalam kamar mandi, kedua mataku menangkap satu tas besar yang bertuliskan merek pakaian yang terkenal. Di samping tas itu, tertulis sebuah note dengan tulisan yang sangat ku kenali. Tulisan itu milik Sean. Tulisan yang mencirikan seseorang yang begitu tegas dan beribawa.

Jane [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang