Part 27

9.3K 711 42
                                    

"Jane!" langkahku terhenti begitu mendengar teriakan Stella dari kejauhan.

Gadis itu berlari ke arahku dengan ransel hitam bertuliskan remedy yang mengantung di punggungnya. Rambut ikal panjang miliknya berkeliaran di terpa angin namun hal itu tidak sama sekali mengurangi kecantikan Stella.

"Demi tuhan, kau tidak perlu berlari menghampiriku Stell. Ingat, ada calon keponakanku di dalam perutmu!" peringatku saat dia sudah berada di hadapanku.

Sambil mengatur napasnya dia memutar kedua matanya seperti tidak suka dengan apa yang baru aku katakan padanya.

"Menggelikan. Kau tahu, kedengarannya kau lebih mengkhawatirkan bayiku di banding aku, benar kan?" mata bulat beriris hitam mendelik tajam ke arahku.

"Yup! Benar dugaanmu," jawabku asal.

"Sialan. Ugh lupakan bayiku. Aku bertemu Sean tadi dan dia menyapaku. Oh my god, ternyata benar, semakin bertambahnya usia pria tampan, mereka semakin terlihat..." dia menggantungkan kalimatnya membuatku menunggu dan penasaran. Aku menaikkan satu alisku melihatnya tersenyum miring, lalu mendekatkan kepalanya padaku dan berbisik, "menggairahkan."

Aku tergelak mendengar ucapannya.

"Aku tidak tahu. Tapi aku rasa, kehamilanmu membuat dirimu menjadi gadis yang sangat cerewet dan menggelikan," ujarku santai.

Dia kembali pada posisi semula dengan bibir mengerut dan memandang tak suka padaku.

"Berhenti membicarakan kehamilanku Jane," protesnya dan aku hanya menghendikkan bahuku cepat. Stella berdecak, mendesah lalu memeluk perutnya sendiri dengan wajah kesal sambil berdesah, "gara-gara kau yang selalu menyinggung masalah kehamilanku, sekarang aku lapar dan ingin roti cokelat Jackins cafe."

Oh tuhan, aku lupa untuk memberitahu Stella mengenai pekerjaan yang dia inginkan. Aku rasa memang dia pantas bekerja di toko itu karena dia sendiri di negara kami bekerja di toko roti milik keluarganya.

"Stell, aku lupa memberitahumu satu kabar baik," kataku membuat kedua tangan Stella berhenti memeluk perutnya. Dahi Stella berkerut, wajahnya tampak penasaran dan tanpa perlu berlama-lama lagi, aku memberitahunya, "pemilik Jackins cafe adalah editorku. Dia bernama Jack, pria tampan yang sangat ramah dan suka sekali bercanda dengan siapapun. Malam saat aku membelikanmu roti dan kopi, aku meminta bantuan pada Jack dan dia memberitahuku kalau kau bisa bekerja di cafenya. Umm, kita juga diminta untuk datang ke cafenya pukul empat sore. Jadi, bagaimana menurutmu?"

Wajah Stella berbinar dan senyumnya merekah. Aku ikut tersenyum senang melihatnya begitu senang mendengar kabar itu.

"Oh gosh! Dewi fortuna berpihak pada kita! Tentu saja aku senang Jane! Okay, sebaiknya kita harus ke cafe itu sekarang juga karena kita sudah terlambat sekitarlima belas menit!" ucapnya girang lalu dengan cepat menyambar tanganku ikut berlari keluar dari kawasan kampus bersamanya.

Sesampainya di tempat yang kami tuju, terlihat Jack sedang berdiri dengan tubuh bersandar pada salah satu rak yang ada di cafe miliknya. Dia memakai kaus polo berwarna putih dengan celana sweatpants abu-abu yang santai. Rambutnya yang bewarna hitam terlihat sedikit berantak namun terkesan seksi. Aku sempat melirik ke arah Stella saat dia berhenti sejenak memandang Jack dengan penuh perhatian dari kejauhan. Lalu, seperti tak puas hanya memandanginya dari jauh, Stella langsung mengajakku masuk ke dalam cafe dengan senyum di wajahnya.

"Hei Jack," sapaku tepat saat aku sudah berdiri di hadapannya.

Jack mengalihkan pandangannya dari novel yang ia pegang padaku. Seperti biasanya, dia tersenyum ramah dan membalas sapaanku, "oh hei Jane and you must be Stella, right?" Stella mengangguk malu sambil tersenyum.

"Jack Nerissmon Blackwood ini Stella Momuchi dan Stella ini Jack, editor sekaligus pemilik cafe ini," kataku memperkenalkan mereka berdua saat mereka berjabat tangan.

"Okay, jadi... kau jadi mengambil job yang aku tawarkan kemarin?" tanya Jack langsung.

Mata Jack mengarah pada Stella begitupula dengan aku. Dia terlihat terkjut mendengar Jack berbicara dalam bahasa Indonesia dan salahkan aku yang lupa memberitahunya soal ini. Dia memandangku dengan tatapan seperti menuntut penjelasan.

"Jack pasif berbahasa Indonesia, dia juga lulusan sastra Indonesia, well ya... begitulah," jelasku pada Stella. Stella tersenyum malu dan kembali memandang Jack lalu menjawab, "ah iya, aku menerima tawaranmu. Sebelumnya terimakasih Jack," dengan nada yang begitu riang. "Okay baiklah, jadi mulai besok kau sudah bisa bekerja di tempat ini. Jam kerjanya bisa kita diskusikan besok, okay?" Stella mengangguk cepat dan senang.

"Oh iya Jack, bolehkah aku meminta satu bantuanmu lagi?" tanyaku yang tiba-tiba saja mengingat kompetisi yang akan aku ikuti nanti.

"Jadi begini, aku akan mengikuti kompetisi artikel penting yang di adakan salah satu perusahaan majalah terbesar di dunia. Hadiahnya lumayan dan ya, aku meminta bantuanmu untuk mencari referensi dan menyusun kata-katanya. So... bagaimana?" aku sedikit memohon padanya karena memang aku membutuhkan bantuan Jack agar aku bisa memenangkan kompetisi ini.

"Okay, tidak masalah. Apapun yang kau minta, aku akan mencoba untuk membantumu," jawab Jack setelah sejenak menghabiskan sepuluh detiknya untuk berpikir.

Senyumku merekah sesaat begitu mendengar jawaban yang aku harapkan dari Jack. Ini permulaan yang baik, mulai besok aku dan Stella resmi menjadi seorang pegawai. Aku bekerja di perpustakaan milik nenek Jasmine dan Stella bekerja di cafe milik Jack. Sepertinya memang benar kalau Jack adalah pria yang baik, jadi kali ini aku tidak perlu lagi cemas atau waspada berada di dekatnya dan semoga saja dengan bantuannya, aku bisa memenangkan kompetisi besar itu.

"Bagaimana kalau besok selepas kau selesai seminar aku menjemputmu untuk mencari referensi bersama?" tawar Jack.

"Kedengarannya bagus.. tapi kau tidak perlu menjemputku Jack, aku bisa datang ke rumahmu atau ke cafemu, bagaimana?" aku merasa tidak enak jika ia terlalu baik padaku padahal aku dan dia terbilang belum berteman lama.

"Oh ayolah, aku ini pria inggris mana mungkin aku membiarkan seorang gadis manis sepertimu," tolak Jack halus. Aku terkekeh dan akhirnya akupun menyerah dengan menganggukan kepalaku sambil tersenyum.

"Bagus," dia tersenyum kembali namun sedetik kemudian, seperti teringat akan sesuatu, dia menegakkan tubuhnya dan berkata, "maaf aku melupakan satu hal. Kalian ingin memesan apa?"

[...]

c

Jane [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang