Part 45

8K 583 25
                                    

Hembusan angin menyentuh rambut-rambut halus yang tumbuh di kulitku. Hembusan itu mengusiku yang sedang tidur dalam dekapan Sean. Perlahan aku buka kedua mataku dan cahaya temaram dari lampu menyerangku tanpa ampun. Ketika kedua mataku sudah sepenuhnya terbuka, baru aku sadari kami masih berada di dalam rumah pohon milik Sean. Mungkin saja aku tertidur setelah aku lelah menceritakan apa yang aku pikirkan.

"Sean ..." aku mengusap pipinya yang mulai di tumbuhi rambut-rambut kecil di sekitar dagunya.

Dia hanya menggumam tanpa membuka matanya. Tanpa sadar senyuman terulas di wajahku, aku merasa bahagia seketika melihat Sean tidur nyenyak bersamaku. Ketahuilah, jika seseorang merasa nyaman denganmu, dia akan terlihat sangat lelap tertidur dalam pelukanmu.

"Big Boo, wake up," aku mencoba memanggilnya dengan panggilan baru.

Dia menggumam sedikit kesal dan akhirnya membuka kedua matanya. Dia mengerjap beberapa kali membuat aku gemas ingin menciumnya saat itu juga. Cara dia mengerjapkan kedua matanya sangat menggemaskan dan terlihat berbeda bagiku. Dia menguap sekali dan langsung saja kedua matanya tertuju padaku. Aku tersenyum saat dia menatapku dengan wajah kantuknya, merasa semakin gemas aku mengecup bibirnya dan dia terkekeh lalu mengeratkan pelukannya padaku.

"Bangun, kita harus pulang, okay?"

Dia menghela napasnya lalu menjawab, "tidak, kita akan menginap di sini malam ini. Kita tidak mungkin pulang larut malam begini sayang. Tidak papa kan?" aku sempat terdiam namun akhirnya mengangguk. "Ya sudah, tidurlah lagi selagi aku mandi. Setelah itu aku akan memasakkan makan malam untuk kita dan kau mandi, okay?" ujarku dan dia menyetujuinya.

Kakiku lebih dulu turun dari ranjang empuk setelah aku memberi satu kecupan di bibir Sean. Setelah itu, aku menggerakan tubuhku untuk bangun dari tidur dan berjalan menuju lemari besar penyimpan pakaian dan handuk. Aku sempat mengecek lemari besar itu dan lemari lainnya. Mereka semua terisi, begitu juga dengan kulkas. Jadi, jika aku menginap malam ini tidak masalah, karena baju dan persediaan makanan sudah tersedia.

Kring-kring-kring.

Bukan. Kali ini bukan ponselku yang berdering melainkan ponsel Sean. Aku menghentikan langkahku ketika mendengar dering telepon itu dan berniat mencari letak ponsel miliknya karena ia tak kunjung bangun dan mengangkatnya. Well, seorang Sean memang sangat susah bangun jika dia sudah tertidur seperti ini. Sungguh, aku seringkali mengangkat telepon penting relasi bisnis Sean jika dia sudah berada dalam kondisi seperti ini.

Setelah mendapatkan ponsel Sean di saku jaket kulitnya yang menggantung, aku sempat terkejut ketika melihat wallpaper ponsel Sean yang adalah foto kami. Aku yang sepertinya terlelap tidur dengan Sean yang berpose sedang mencium keningku. Sungguh aku tak tahu kapan dia mengambil foto itu, mungkin saja tadi karena aku bisa melihat pakaian yang sama seperti pakaian yang ku pakai saat ini.

"Halo mom,"

Ya, mom Elliane yang menelepon karena tadi aku sempat melihat nama beliau tertera di layar ponselnya.

"Hai sayang, dimana kalian hm? Kenapa larut malam begini belum terlihat di rumah?" orangtua memang selalu mencemaskan anak-anaknya.

Aku terkekeh sedikit lalu menjawab, "maaf mom, kami kelelahan dan akhirnya memilih menginap di rumah pohon milik Sean yang ada di perkebunan jeruknya." Ku dengar desahan berat mom Elliane sebelum beliau kembali berbicara, "ya sudah tak apa, mom hanya mencemaskan kalian yang pergi tanpa kabar. Dan sekarang mana anak nakalku? Kenapa kau yang mengangkatnya, sayang?"

Pertanyaan mom Elliane membuatku sedikit tertawa dan melihat ke arah Sean yang sedang tertidur pulas memeluk gulingnya, lalu aku tersenyum setelah puas tertawa. "Dia masih tertidur pulas mom, aku yang menyuruhnya tidur karena dia terlihat sangat mengantuk," jawabku dan mom Ellian terkekeh.

Jane [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang