Part 41

11.9K 695 15
                                    

Rasa senangku hari ini terasa berlipat-lipat. Keluarga besar Sean sangatlah baik dan friendly. Mereka tidak seperti keluarga konglomerat seperti bayanganku. Ramah, humoris dan hangat, pantas saja kedua orangtua Sean sangatlah baik denganku, karena nenek dan kakek Sean sudah menerapkan hal-hal baik pada anak dan cucunya. Tapi tunggu, bukankah dulu Sean mempunyai sifat yang sangat menyebalkan? Tidak, bukan hanya dulu, sekarangpun ia masih tetap menyebalkan.

"Kau masih melanjutkan studimu?" tanya Kak Erick setelah keriuhan tawa mereda.

Aku tersenyum dan mengangguk. Sebenarnya aku masih sedikit malu berada di tengah-tengah keluarga besar Sean karena aku sendiri bukanlah gadis yang sepadan dengan keluarga besarnya.

"Tubuhmu sangat kecil. Kau orang Indonesia asli?" Erick kembali bertanya.

Aku mengangguk lagi dan bersuara, "papahku orang Malaysia dan Batak, sedangkan mamahku Jawa."

"Whoa, kau seperti salad saja, campuran eh?" goda Erick membuat pipiku semakin memerah.

"Rona pipimu lucu sekali sayang," bisik Sean tepat di telingaku.

Aku mencubit perutnya kesal. Dia suka sekali menggodaku. Aku tahu dia sedang menggodaku. Sedari tadi dia memang selalu mengatakan pipiku sudah semerah tomat.

"Aw! Sakit baby, iya nanti akan kuberi satu ciuman untukmu, tapi jangan sekarang okay?"

Apa-apaan dia? Siapa yang menginginkan ciumannya! Sialan kau pria tua!

Aku mendelikkan mataku ke arahnya yang sepertinya tampak tenang dengan ringisannya.

"Uh, uh , uh, melihat mereka membuatku ingin mengulang masa mudaku," celetuk salah satu Uncle Sean.

Aku meringis malu lalu kembali mendelik ke arah Sean. Dia tersenyum berlebihan seakan ia sedang meledekku. Okay, lihat saja pria tua. Aku akan membalas perlakuanmu yang menyebalkan. Kau sudah mempermalukan aku di hadapan keluargamu. Aku melipat kedua tanganku depan dada dan tersenyum manis.

"Kenapa?" satu alisnya terangkat. Aku semakin menyunggingkan senyumanku. Dia terlihat bingung, senyum yang ada di wajahnya berganti dengan kerutan rasa bingung.

Lihat saja kau Sean.

[...]

"Kau diam saja daritadi."

Sean memeluk tubuhku dari belakang. Aku mendiamkan ucapannya. Tidak, aku sedang tidak berminat meneruskan misiku untuk membalas kelakuannya tadi. Kedua mataku kini sedang menikmati keindahan kebun buah anggur dan jeruk yang ada di dekat ballroom mini keluarga Smith. Udara segar yang bertiup membuatku berkali-kali menghirupnya dalam-dalam. Rasanya sangat nyaman di sini. Terlebih pelukan Sean yang hangat dan hembusan napas Sean yang tepat di tengkukku. Dia memang pria yang paling tahu bagaimana memperlakukan aku dengan baik. Tidak dengan sikapnya yang menyebalkan.

"Sean."
"Hmm," gumamnya membalas panggilanku.

"Aku tunanganmu?" aku masih tak percaya ketika menatap cincin indah yang melingkar di jari manisku.

"Hmm," balasnya lagi, sesekali dia mengecup tengkukku.

Sungguh aku kesal sekali dengan jawaban Sean seperti itu. Dia ini pria tua, ralat, dia pria dewasa, apakah ia tidak malu bermanja-manja dengan gadis kecil seperti ku? Ugh, untung saja aku mencintainya. Jika tidak, aku mungkin sudah menendangnya keluar dari bumi.

Aku melepaskan pelukan Sean dengan kasar. Tindakanku tampan membuatnya terkejut. Aku tidak peduli, lebih baik aku berbincang-bincang dengan Megan daripada menghabiskan waktuku bersama pria menyebalkan ini. Aku berjalan cepat meninggalkannya. Dia tidak memanggilku, dia menertawaiku! Sialan, dia tunangan siapa? Aku! Sial.

Jane [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang