3

2.6K 80 0
                                    

Namaku Ainun Wardhana. Umurku dua puluh satu tahun. Sama halnya dengan manusia lainnya, hidupku tak semudah yang orang lain lihat. Tapi aku tahu ini tidak akan sesulit yang akan aku keluhkan.

Ku buka dan sekarang aku tujuh

Ku lihat jalan itu satu

Ku coba menutup lalu membuka perlahan aku sepuluh

Ku lihat jalan itu tetap satu

Berapa sekarang?

Oh dua puluh satu tahun...

Dan benar-benar terbuka sekarang

Kali ini jalan itu menjadi bercabang

Mereka bilang ''Hanya ada satu yang benar''

Aku kira hal terburuk di dunia ini adalah ketika aku masih berumur lima tahun dan melihat orang tuaku bertengkar hebat. Atau ketika aku berumur tujuh tahun saat aku didorong oleh sekumpulan anak-anak sebayaku yang lebih kuat. Ah ada lagi aku pikir ini yang terburuk dimusuhi oleh seluruh anak perempuan di kelasku saat aku berumur sepuluh tahun hingga hari kelulusan tiba. Tapi ternyata itu belum apa-apa. Masih banyak hal yang lebih kejam di dunia di luar sana.

Orang-orang dewasa di luar sana ternyata lebih buruk dan menakutkan dari pada yang pernah aku bayangkan. Jalan yang awalnya kau lihat hanya satu. Pijakan yang biasanya kau pijak. Yap, semua itu mereka buat seolah-olah hanya ilusi. Mereka memperdebatkan apa yang tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya.

Dunia orang dewasa yang sekarang aku tinggali, benar-benar menyeramkan. Aku bisa merasakan keegoisan, keserakahan dan ketidak pedulian diantara tawa mereka. Bahkan seseorang yang aku cintai dengan sepenuh hatiku untuk pertama kalinya. Ia yang aku izinkan mengetahui segala luka dan kisah hidup yang aku pendam. Ia adalah laki-laki yang aku biarkan tinggal disisiku walaupun peraturan melarangnya. Laki-laki yang aku perjuangkan dengan seluruh usahaku. Laki-laki itu juga menyembunyikan sesuatu yang seharusnya ia katakan sejak awal.

Aku tidak bisa membencinya atau marah kepadanya. Entah kenapa di sini, aku merasa kecewa dan sakit begitu dalam lebih dalam dari perasaan sakit yang pernaha aku rasakan sepanjang aku hidup. Tapi hal paling menyedihkannya lagi, aku bahkan tidak bisa jujur dengan perasaanku sendiri. Aku dewasa. Tinggal di dunia orang dewasa. Aku harus tersenyum cerah setiap kali aku melihat yang lain. Bersikap baik dan ramah tanpa ada orang yang tahu jiwaku yang begitu tersiksa karna ulah seseorang. Aku ingin orang tuaku berhenti mencemaskan keadaanku. Terlebih lagi aku tidak ingin terlihat lemah dihadapan orang lain. Kau mau tahu kenapa?

Seperti kebanyakan orang bijak mengatakan bahwa orang-orang dewasa lebih banyak dari mereka hanya ingin tahu bukan karna mereka benar-benar mencemaskanmu. Laki-laki itu saja menusukku. Apa menurutmu mereka yang tersenyum palsu setiap pagi bermaksud memberimu pekerjaan yang seharusnya mereka yang kerjakan, tidak akan menusukmu?

Tapi bukan berarti karna semua itu kita boleh berhenti begitu saja. Aku tidak peduli jika orang lain memanfaatkan kebaikanku karna saat aku jatuh ya jatuh. Sekarang aku jatuh. Bukan perasaanku tapi ini. Ragaku.

Untuk kesekian kalinya aku kecelakaan lagi.

Entah bagaimana aku merasa...

Allah merindukanku.

Allah masih menyayangiku.

Memanggilku untuk memutar ke jalan-Nya.

Menyadarkanku diantara orang-orang dewasa itu masih ada kebaikan hati.

Dan yang paling membuatku malu sekaligus bersyukur, aku kembali mengingat ia.

Ia, cukup satu kebaikan Allah yang diturunkan ke bumi yang tak pernah lekang oleh waktu.

MenemukanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang