8

551 32 0
                                    

Baik Belum Tentu Baik

Kyoto Prefecture, Japan

Di sudut serambi masjid atau mungkin hanya bisa di bilang mushola. Ya, mungkin. Alasannya, belum ada kubahnya.

Jangan tanya soal speaker. Suara adzan ya hanya orang yang ada disitu yang dengar. Ini bukan Indonesia yang setiap kampung ada masjidnya. Sudah syukur disini ada masjid.

Well, bukan itu fokus kita. Fokus kita kepada mata tajam Andro yang menatap Bambang yang menatap acak sekeliling serambi.

"Sudahku bilang kan, Bang. Jangan ikut campur."

Bambang kena tegur Andro karena menghubungi Ainun lewat bantuan istrinya. Apalagi mencari Ainun dengan masalah yang berkaitan dengan Andro. Bambang kira ini solusi paling tepat.

"Gue cuma pengen nuntasin masalah kalian berdua yang belum selesai. Supaya kalian bisa ngelanjutin hidup kaliam, Dro."

"Masalah kami sudah selesai, Bambang."

Bambang meringis karena menjadi orang yang sok tahu. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kemudian memberi tanda damai ke Andro.

"Ya maaf, tapi Ainun mau kok."

"Mau apa?"

Andro memunguti buku-bukunya hasil belajar dengan mentornya. Setelah selesai dia meminta izin pergi kepada yang lain. Tindakan yang sama juga dilakukan oleh Bambang.

"Mau buat ketemu kamu, Dro."

Deg.

Gerakan memakai sepatu sandal Andro terhenti. Perlahan seperti adegan slow motion, dia menatap Bambang tanpa kedip. Seolah yang dikatakan Bambang adalah sesuatu yang mustahil atau kejaiban, mungkin...

"Beneran, Dro."

Bambang kikuk ditatap begitu. Membuat suasana menjadi canggung sehingga memutuskan cepat-cepat menyelesaikan kegiatan memakai alasan kaki mereka. Setelahnya mereka berjalan bersisian.

Mereka berdiam diri dalam langkah mereka. Andro berhenti kemudian berbelok untuk mampir ke warung berdesain tradisonal Jepang. Bambang mengikuti saja tanpa bertanya.

Bahkan ketika mereka duduk di kursi panjang. Andro memesan dua soba mie dan ocha tanpa meminta pendapat Bambang. Yang didikte juga masih diam.

"Sampai kapan kamu diam?"

Kali ini Andro membuka suaranya. Bambang menatap Andro sambil menggigit bibir bawahnya. Ia merasa serba salah sekarang.

"Gak usah sok imut. Inget udah jadi Bapak, Bang."

"Makanya cepet nyusul jadi Bapak."

Oops.

Bambang meringis sepertinya kata-katanya salah lagi. Dia benar-benat ingin menenggelamkan diri dalam bak mandi kalau begini terus. Andro menghembuskan nafas dan terdengar oleh Bambang. Malah membuat dia semakin gugup.

"Aku berterima kasih dengan usahamu, Bang. Dan berhentilah gugup, Bang. Kayak perawan mau malem pertama aja."

Kali ini Bambang lebih rileks malah dia mencibir Andro. Andro hanya geleng-geleng kepala melihat sifat Bambang yang berubah cepat. Baru saja mereka mau memulai obrolan tetapi pesanan mereka sudah datang.

*****

Mereka menyelesai memakan makanan mereka. Sekarang, mereka menikmati suasana pertokoan dengan gaya tradisional Jepang sambil menghirup aroma ocha mereka. Tempat ini seperti negeri dongeng bagi keduanya.

Dulu mereka kemari berdua. Datang di saat awal musim semi. Tepat ketika sedang diadakan festival entah mereka tidak tahu, karena saking histeris melihat beberapa tempat disini.

Semua tempat bagi mereka menakjubkan. Tempat yang mereka lihat dalam dunia dua dimensi mereka di anime. Ternyata ada dan menjadi hidup di dalam otak mereka setelah melihat Kyoto.

Pilar-pilar merah kuil. Bambu-bambu kecil yang berjejer rapi membentuk jalan di tengahnya. Bahkan, gadis-gadis berbedak tebal yang cantik lengkap dengan bibir merah mereka juga ada.

Andro tersenyum mengingat kendesoan mereka disini. Ia kemudian menatap Bambang setelah cukup menikmati suasana. Seteguk awal cairan hangat mengalir dari kerongkongannya, cukup untuk memulai pembicaraan.

"Jadi, apa yang kau rencanakan di dalam otak kecilmu itu, Bang?"

Bambang mengehendikan bahunya. Ia masih berkonsentrasi dengan aroma ochanya. Andro memijit keningnya karena menjadi pusing dengan kelakuan tidak bertanggung jawab Bambang.

"Kau kan yang buat rencana."

"Lah tadi elu malah marah ama gue."

Bambang memutar-mutar gelasnya. Andro melihat apa yang dilakukan Bambang. Ia mulai jengah karena dia bukan tipe orang yang suka melakukan negosiasi berbelit-belit.

"Bang..."

"Ish iya iya. Kagak sabaran banget sih. Gue juga baru mikir ampek situ. Ampek ngasih tau elu. Udah gitu."

"Hah?"

Andro kali ini dibuat menganga lebar dengan pertanyaan kelewat santai Bambang. Sekarang ia benar-benar ingin menguliti saudaranya satu itu hidup-hidup. Untuk kesekian kalinya ia memijit urat-urat saraf di kepalanya.

"Gue mikir kalian harus ketemu langsung. Mau ketemu disini atau balik ke Indonesia, gue ama istri insha Allah siap ngikut buat dampingin. Gue kagak bakal bantu setengah-setengah kok, tenang aja kalo itu sekarang yang lagi elu gerutuin di dalam kepala lu."

Kali ini sorot mantap Bambang menatap Andro yang memijit kepala sambil setengah hati melihat Bambang. Ia bimbang sebenarnya bertemu Ainun. Apalagi yang harus mereka bahas.

Mereka sudah selesai sejak tahun 2016 awal. Mereka selesai. Yasudah sampai disitu.

We are over and We are never ever getting back together, right?

Di sisi lain, walau ia masih belum terima dengan keadaan itu. Namun, ia masih cukup waras mengerti hal itu sekarang. Akan tetapi nanti jika dia bertemu Ainun, apa yang harus ia lakukan?

Entahlah

MenemukanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang