14

1K 49 0
                                    

Apakah aku sudah pernah bilang kalau aku adalah seorang mahasiswi tingkat akhir yang berusaha menyelesaikan pendidikannya?

Dulu umurku 21 tahun tetapi sekarang umurku masih menginjak 21 tahun juga sih ya hehe. Kisah ini, akan aku mulai lagi. Saat itu di bulan Mei 2016 disaat kami sedang menghadapi banyak tugas akhir semester karena hampir mendekati evaluasi akhir.

Iya bukan UAS tapi menjadi evaluasi. Enak itu evaluasi karena kami terkadang tidak perlu disuguhkan dengan suasana tegang kertas yang memegang kendali nilai kami. Sistem di perguruan tinggi kami berbeda. Tidak ada lagi yang namanya ujian yang hanya mementingkan nilai. Nilai kami keluar karena proses.

Tentu saja ini jauh lebih berat. Biasanya bisa belajar kebut semalam. Sekarang harus belajar setiap hari. Jika tugas menurut dosen belum memenuhi standar maka harus revisi lagi dan lagi. Tetapi tugas kedua, ketiga dan kawan-kawanya juga menanti sehingga tidak ada kata nanti sejak menginjak bangku kuliah.

'KAU BILANG NANTI MAKA KAU AKAN MATI TERTELAN TUGAS'

Slogan yang terpampang di otak kami semua maka dari itu kami berbondong-bodong mencari tepat ternyaman untuk sekedar menikmati wifi gratis dari kampus. Alhasil disinilah aku. Tempat nongkro favoritku bersama laptopku mengerjakan sesuatu yang akan aku tampilkan untuk di presentasikan dari hasil surveiku.

"Lu lagi ape, Ai?"

Aku mendoangkan kepalaku dan aku langsung melihat wanita yang sedang membungkukkan badan melihatku. Dia kemudian duduk disampingku tetapi tidak melirikku lagi. Ia sibuk dengan ramen instannya.

"Tugas seperti biasa. Kau tumben sudah keluar lab?"

"Ah iya baru juga keluar. Parah adek gemes rusuh semua. Praktikan merepotkan."

"Salah sendiri daftar di lab."

Aku kembali menekuni buku dan laptopku. Walaupun sebenarnya aku kurang berkosentrasi. Alasannya karena suara 'slurup' dan 'slurup' lagi. Cukup sudah. Aku gigit penaku saat aku salah menghitung angka hasil survey.

"Fi---"

"LU JUMADIL AKHIR. LU BELUM BAYAR IURAN KKN!"

"Sorry gue cabut. Titip sampah ya, Ai. Mau ngejar anak satu itu demi keuangan kelompok KKN kita, Ai."

Fifin mengatakan itu sepanjang jalan ia berusaha mengejar orang yang satu kelompok denganku. Setidaknya aku bisa tenang kembali sekarang. Baiklah. Mari kerjakan lagi!

"Iuh crobo banget. Kamu ini cewe ya?"

Siapa lagi kali ini. Aku mendoangkan kepalaku lagi-lagi. Sekarang yang aku lihat laki-laki dengan bau obat menyengat indra penciumanku tersebar melalui jas putih yang berkibar terkena sapuan angin. Enggak keren sama sekali yang ada aku menjadi pusing. Hilang sudah keinginanku mengerjakan tugas selanjutnya. Ya paling tidak untuk kelangsungan hidup besok aman. Tugas yang lain bisa menyusul.

"Dibuang napa sih. Kayak gini nih!"

Laki-laki itu membuang sampah yang tadi ditinggalkan Fifin dengan mulut mengeluarkan ceramah pedasnya. Penasaran siapa laki-laki itu? Gampang saja. Itu cuma Nino.

"Bilang apa, Neng?"

"Makasih abang Nino. Kau ngapain disini?"

"Jemput kamulah. Apalagi!"

"Ngapain jas lab dipake kemana-mana?"

"Jas dokter ini! D-O-K-T-E-R!"

Nino mengejakan setiap kata padaku. Oh jangan lupakan seringai bangganya. Apa aku kesal dengan sikapnya? Tidak. Itu semua sudah biasa untukku. Aku sudah mengalaminya sepanjang hidupku. Mulai dari aku masih di taman kanak-kanak. Kehidupan kanak-kanakku yang hanya menyukai ayunan sebagai alasan berangkat ke sekolah. Lain halnya Nino di taman kanak-kanak dia sudah mendapatkan penghargaan lomba menggambarlah, lomba MTQlah, dan lomba-lomba gak jelas yang pialanya membuat penuh lemari kaca di rumahnya. Tetapi apa hubungannya dengan kejadian tadi?

Tentu saja ada. Mau tahu kenapa?

Karena setiap kali dia juara dan mendapatkan piala ia selalu meninggalkannya di kamarku -_- Entahlah. Kebiasaan menjengkelkan itu selalu berlanjut hingga terakhir kali sebelum aku meninggalkan kamarku di rumah orang tuaku. Maka dari itu kamarku yang baru adalah teritori yang tidak boleh dimasuki oleh Nino.

Sebenarnya hal itu berlaku dan efektif. Apalagi semenjak ia menjalani pendidikan kedokterannya, jarang Nino mengangguku. Atau dapat dikatakan hidupku aman setelah Nino kuliah. Ditambah lagi Hali sekarang merantau ke Jawa. Punya saudara perempuan yang baik dan saudara menyebalkan yang sedang sibuk. Lengkap sudah.

Namun, kebahagia itu tidak terjadi lama. Aku tidak mengerti kenapa anak itu bisa menyelesaikan pendidikan kedokterannya dengan cepat. Sebenarnya itu tidak mengherankan tetapi ya tetap saja aku berharap dia sibuk dengan dunianya yang ditekuninya. Nino itu sepantaran denganku tetapi dia itu anak akselerasi sepanjang masa.

"CUKUP!"

"Bisakah kalian berhenti membicarakanku. Hei! Kamu! Iya kamu. Ini cerita cukup sampai disana di bab sebelum bab ini. Tidak perlu diperpanjang lagi. Oke!"

"Kalian mau liat seberapa menderitanya Ainun lagi? Okay let me show you. Didalam kelompok KKN dia menduduki jabatan sebagai sekretaris tetapi dari ketua dan bendhara tidak ada yang memegang tanggumg jawab sebagai penanggung jawab. Tetapi dia sekretaris namun juga mendapat bagian sebagai penanggung jawab proker. Tidak adil bukan? Tapi apakah kamu sadar selama ini kalau Ainun itu type yes woman?"

"Nino!"

Tanganku mencoba menggapai mulut menyebalkan Nino. Sayang gagal. Dia terlalu tinggi.

"Lanjut lagi! Selain itu dia cukup pengecut untuk bimbingan skripsi dari waktu pengajuan judul sampai sekarang dia belum ketemu dosen pembimbingnya. Katanya mau ngerjain skripsi sama Hali di bab sebelumnya? Itu masih dalam wacana belaka."

"HERNINO! CUKUP!"

"Okay."

"Baiklah. Apa yang dikatakan Nino memang benar semua. Tapi aku janji akan segera menemui dosen pembimbing skripsiku kurasa selambat-lambatnya disaat semester baru besok."

"Dan terimakasih sudah membaca hingga sampai di bab ini^^7"

"Tsk. Aku ke kantin dulu haus habis teriak-teriak. Kamu tunggu di motorku, okay!"

Nino pergi meninggalkanku. Sedangkan aku mulai membereskan barang-barangku dan pergi kearah parkiran selatan dimana Nino biasa memarkirkan motornya. Ketika sampai di depan motor Nino, aku merasa handphoneku bergetar.

Andro: Hi

Ai: Hi


Andro: Gmn kabarnya?
Andro: Sehat aja tho?

Baru aku akan membalas chat dari Andro. Bisa menebak apa yang terjadi? Tentu ya benar takdir memang indah. Nino seketika ada disampingku menggantikan handphoneku dengan sebotol minuman dingin.

"Biar aku yang bales 😈 "




MenemukanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang