5

1.7K 60 0
                                    

"Apa flat ini kita sewa kan aja ya? Terus pindah ke kost-an sederhana?"

"Harganya sama aja kalau dipikir lagi, Ai. Gak jauh beda kost-an disini mah mahal semua."

Mereka termenung dengan pikiran mereka masing-masing. Ini semua terjadi karna kejadian tadi sore dimana Halimah tidak sengaja menyentuh dengan keras bagian belakang mobil mewah. Tapi sayang bukan seorang pria kaya yang tampan malah seorang tante sosialita yang keluar dari mobil mewah itu.

"Harusnya cowo ganteng aja trus maksa aku buat jadi istrinya!"

Halimah menyerukan pemikirannya. Sedangkan Ainun yang menggelengkan kepalanya. Mencoba memutar otaknya kira-kira apa yang bisa ia lakukan untuk membantu saudaranya yang satu itu.

"Gimana kalok jual laptop? Kita laptop satu buat berdua gak masalah kan?"

Ainun menaruh jari telunjuknya di dagunya. Tanpa sadar ia juga mengerutkan dahi dan menyipitkan mata. Namun, sedetik setelah gebrakan meja merubah ekspresinya menjadi bingung.

"Gak, Ai! Laptop itu peralatan tempur kita. Gimana jadinya kalau dua prajurit cuma punya satu senjata? Bisa mati kita! Mana kita beda jurusan lagi!"

"Trus?"

"Aku punya ide lain."

"Apa?"

"Aku akan menyerahkan tenagaku untuk dihisab tante itu!"

"Hali--- bisakah menggunakan tata bahasa yang benar?"

"Ya apalagi ya jadi babunya Ainun! Sudah gampang nanti."

Ainun pun menganggukan kepalanya. Percaya dengan keputusan Halimah. Ia pun kembali ke aktivitasnya sebelum Halimah membuat keributan.

"Kau mau kemana?"

Halimah mengamati Ainun yang sedari tadi mondar-mandir dengan kaki yang masih pincang. Tidak ada jawaban dari Ainun karna Ainun sibuk mencari-cari sesuatu di dalam lemarinya. Akhirnya membuat Halimah meraih baju-baju Ainun dan menggulungnya kecil.

"Ah... dapat dan oya aku akan ke Malang. Ada kunjungan lapangan."

"Untuk pertanyaan satu jam yang lalu..."

"Aku kira baru 300 detik yang lalu, ukhti hehehe. Jadi, kau mau dibawakan apa? Apel malang?"

"Kau yakin dengan kondisimu itu?"

"Tidak ada pilihan lain. Kamu tahu kan jika aku skip maka aku harus ikut tahun depan dan yeah bayar lagi? Ah yang benar saja. Aku tidak mau membuang uang orang tuaku percuma begitu."

"Kalo begitu jaga dirimu baik-baik. Okay?"

"Insya allah. Wow keren dari mana mempelajari melipat sekecil ini?"

"Intertenet. Jangan mengalihkan perhatian. Jadi, jangan terlalu banyak gerak disana ya!"

"Terimakasih, Hali. Jangan beritahu orang tuaku ya..."

"Ainun!"

"Aku hanya ingin mereka berhenti mencemaskanku. Aku tidak selemah yang mereka pikirkan kok. Ya?"

"Ainun setelah kau patah hati gara-gara laki-laki itu hidupmu tidak stabil. Ada saja kejadian aneh. Bertengkar dengan Aridah. Curhat dimarahi Mr. Alo. Datang telat waktu meeting pengenalan produk. Kau juga mengumpulkan laporan kunjungan lapangan tanpa lembar pengesahan, KKN berantakan dan terakhir kunjungan lapangan pulang-pulang tanganmu panas gara-gara bantu teman kau yang kemasukan jin di lapangan. Kau juga kemarin habis jatuh retak kaki habis asistensi laporan praktikum padahal cuma jalan kaki dan sekarang mau kunjungan tanpa aku boleh ngomong sama orang tuamu. Kalau ada apa-apa lagi gimana?"

Ainun memhembuskan nafas beratnya. Ini akan menjadi perdebatan yang tidak mudah. Akan tetapi jika ia menurut begitu saja. Ia tidak yakin ia akan bisa tidur melihat banyak orang yang mencemaskan keadaannya.

"Aku baik-baik saja. Walaupun kakiku sakit dan hatiku patah. Aku masih bisa bertahan. Allah bersama kita Halimah."

"Tapi harus kasih tahu Bu De sama Pak De, Ai..."

"Please..."

"Argh.... laki-laki itu benar-benar membuat kamu jatuh di saat-saat seperti ini! Andai kau gak dekat-dekat dengannya! Andai dia bisa jaga hatimu dengan baik atau paling tidak mengatakannya di saat yang tepat!"

Halimah berteriak keras tetapi kemudian suaranya menjadi serak tak terdengar. Air matanya mengalir lagi melihat kondisi saudaranya. Ainun mendekat dan memeluk Halimah.

"Kenapa Ainun? Hatimu terlalu mempengaruhi pikiranmu? Kenapa kamu terlalu baik jadi orang! Hah! Aku sakit liat kamu sakit, Ai!"

"Hei itu karna kecerobohanku. Tidak ada hubungannya dengan orang lain, Hali..."

Ainun melepaskan pelukannya. Lalu menghapus jejak air mata yang mengalir di pipi Halimah. Tetapi Halimah malah menepisnya.

"Pembohong! Aku tahu kau tidak bisa mengerjakan skripsimu karna pikiranmu terganggu laki-laki itu. Kamu kurang fokus melakukan banyak kegiatan hingga kamu cedera. Banyak melamun dan diam-diam menangis sendirian di tengah malam sehabis sholat malam. Iya kan?"

"Awalnya iya ini cukup sulit tapi sekarang sudah lebih baik. Allah akan sembuhkan. Allah bersama kita, Hali. Jadi, jangan sedih lagi ya cuma karna melihatku. Aku jadi terlihat begitu menyedihkan kau tahu?"

"Maaf, Ainun..."

"Silly, you are going to make me cry too. It's alright stop crying. Come on! Don't be a baby my baby girl."

"Ainun!"

Halimah menangkis tangan Ainun yang jahil menarik kedua pipinya. Mereka tersenyum berdua. Yah seperti biasanya mereka berpelukan lagi.

"Ainun?"

"Hmm?"

"Coba marah pada laki-laki itu sekarang! Anggap dia ada di depanmu. Keluarkan semuanya! Kau membuatku cemas kau tahu?"

"Bukan kita sudah selesai?"

"Ayolah..."

"Aku akan lebih memilih menendangnya dari pada marah-marah."

"Tendangan seperti apa? Ayo katakan!"

"Kau tidak akan tahu jika aku hanya menyebutkan namanya lagi pula kakiku masih sakit."

"Aku tahu. Akan aku cari di internet. Ayolah..."

"Yup chagi kurasa sudah lebih dari cukup."

"Apaan kalau cuma itu aku juga tau. Hmm jangan itu terlalu biasa..."

"Kalau begitu dubal dongseong chagi. Jump to the air and kick him, what do you think?"

"Cool!"

"Hali..."

"Ya?"

"Jangan bahas dia lagi. Well, It not right but what can we do? I'm already done."

"Kau juga harus berusaha baik-baik saja dan mulai mengurus skripsimu."

"Insya allah aku akan baik-baik saja dan akan aku coba nanti mulai menulis bab 1."

"Good then."

MenemukanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang