10

1.1K 47 0
                                    

POV LINUX

Untuk junior yang baru saja prajab menjadi rajin karena atasan itu hal yang wajar. Badan ini rasanya mau porak-poranda. Mungkin tiket bioskop ini dapat menjadi hiburan.

Hiburan matamu! Kalok nontonnya cuma sendiri mah sama aja tragis! T.T

Satu tiket berjudul I am Wrath telah selesai. Hanya berputar-putar melihat aktivitas manusia yang berlalu lalang. Hampir saja aku memutuskan pulang tetapi dalam perjalanan menuju pakiran luar mall, aku melihat nyonya menyeramkan bersama teman-teman wanitanya. Jadi, aku putuskan mengikutinya dari belakang.

Baiklah iya aku mengerti ini tindakan yang cukup menyeramkan. Akan menjadi sebuah kejahatan apabila ini di negara maju. Tapi aku kan penasaran dengan Ainun yang sekarang.

Bagaimana dia bisa menjadi lebih gemuk dari waktu dia SMA?

Bagaimana dia bisa tetap dengan tinggi yang tidak bertambah-tambah?

Dan bagaimana aku bisa tetap menyukai wanita menyebalkan itu?

Tunggu. Ada serigala buas yang mendekati Ainun. Oh tidak lihat itu Ainun mulai gelisah. Sepertinya teman-teman wanitanya menjebaknya dalam blind date tanpa memberitahunya.

Aku harus bergerak maju. Mungkin menyapa Ainun dan bilang jika ada urusan dengan Ainun akan menyelamatkan ia dari santapan serigala jomblo itu. Eits! Ainun mau kemana gadis itu? Dia malah langsung kabur saat laki-laki itu mulai mendekat. Lagi-lagi dia mempermalukan dirinya untuk menghidari laki-laki sama saja saat masih SMA. Ainun tetap saja Ainun.

"Awww...."

Aku melemparkan es krim berwarna pelangi untuknya. Tepat terkena kepalanya yang sedang menunduk kemudian es krim itu jatuh di pangkuannya. Boleh gak tukeran posisi sama es krim? Oke bukan saatnya. Ini saatnya menjadi sok keren.

"Untuk tisu kemarin."

"..."

Seperti biasa aku akan selalu monolog. Tetapi tetap saja aku tetap menikmati monologku. Aku menoleh kearahnya sebelum bicara lagi. Ternyata ia mulai membuka es krim yang aku berikan. Jangan mengadiliku kenapa aku tidak memberinya magnum atau cornetto. Sebab mau bagaimana lagi es krim merah kuning hijau itu adalah es krim favoritnya.

 Sebab mau bagaimana lagi es krim merah kuning hijau itu adalah es krim favoritnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Seharusnya lu kagak lari kek gitu Nun..."

Dia melirikku sinis. Bibirnya berkomat kamit pelan. Namun telingaku yang tajam ini mendengarnya. Ia mengeluhkan panggilan Nun. Ah iya memang dari dulu selalu sebal jika dipanggil begitu.

"Bawa motor?"

Aku mengalihkan topik sambil memberinya es krim yang sama seperti tadi. Kenapa heran? Sejujurnya aku beli lima biji es krim untuk berjaga-jaga. Ia berjaga-jaga dari Ainun galak. Hahaha. Oke ini mulai menyeramkan karena Ainun mulai melirikku curiga. Tidak! Dia bukan pembaca pikiran.

"Jangan menertawakanku! Aku gak bawa motor."

Oh sepertinya aku salah. Sebelum dia mulai lebih galak lagi dan persedian es krimku habis lebih baik gercep!

"Balik bareng gua aja yuk..."

"Ogah!"

"Bahaya tahu cewek jalan diri kalok dah gelap gini. Mending bareng gua. Naik mobil walo kecil tapi kan ber-AC gitu, Nun..."

"Berhenti manggil nun nun!"

"Yaudah yuk pulang bareng..."

"Gak!"

"Bareng!"

"Gak!"

"Bareng!"

"Huh... terserah!"

*****

Brak!

"Ainun!"

Suara Halimah menggema keras diseluruh ruang kamar kecil milil Ainun. Dengan malas Ainun keluar dari ruang baca kecil di dalam kamarnya yang sudah kecil. Ia melemparkan diri di kasur mendekat ke tempat Halimah duduk bersidekap.

"Aridah marah-marah kau tahu!"

"Ya..."

Ainun sudah tahu apa yang akan Halimah bahas. Ini pasti ada hubunganya dengan tindakannya kemarin. Memang kekanak-kanakan sih tapi ya...

"Kalau gak suka yang ditolak baik-baik. Bertindaklah menjadi muslimah yang punya derajat, kharisma, sopan bla~bla~bla~bukannya kayak bocah begitu..."

"Aku sudah minta maaf dengan Aridah. Walaupun dia masih ngambek. Mau gimana lagi reflek saking risi, gugup dan takut...hehe."

"Ainun kau bukan anak kecil lagi. Semua harus diselesaikan dengan cara yang bijaksana. Ngerti?"

"Aku usahakan."

"Kemarin pulang dengan siapa?"

"Emm Linux..."

Ainun menutup matanya saat mengucap nama Linux. Seperti mempunyai indra keenam Ainun pun segera bersembunyi dibalik bantal untuk menghindari resonansi bertegangan tinggi. Apalagi kalau bukan suara Halimah.

"Jadi..."

Halimah berkacak pinggang di depan Ainun. Ainun dengan hati-hati mengintip dari balik bantalnya. Memikirkan baik-baik apa yang harus ia katakan.

"Yasudah gitu aja."

"Ainun gak berbuat dosa yang macam-macam kan? Belum kapok ya sama kejadiannya laki-laki yang itu? Langsung nikah aja. Jangan berkhalwat, Ai!"

"Kita gak ngapa-ngapain kok. Linux yang maksa aku ngajak pulang. Aku udah nolak tapi tetep dipaksa! Lagian kita gak sengaja ketemu."

Ainun bangun dari persembunyiannya. Kemudian dengan berkobar-kobar ia menyampaikan pembelaannya. Sedangkan Halimah malah tertawa tertahan.

"Kenapa tertawa?"

"Ainun lucu."

"Apanya yang lucu!"

"Ai..."

"Apa lu!"

"Ishy galak nye.. Cuma mau bilang jaga diri, jaga hati dan jaga pikiran."

"Halimah! Kita gak ngapa-ngapain!!!!"


MenemukanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang