Aku duduk menghadap halaman belakang rumahku. Di bawah sana terlihat ibuku sedang bersantai dengan majalah di tangannya. Sepertinya sore ini ibuku tidak ada kegiatan modelling. Biasanya ibuku tidak ada di rumah ketika aku pulang sekolah. Tapi tadi, ia menyambutku dengan menanyakan pertanyaan seperti yang biasa seorang ibu lakukan. 'Bagaimana di sekolah?' 'Ada tugas?' dan yang paling konyol adalah 'Apa ada yang suka sama kamu?'. Yang kujawab dengan nada sarkastik. Hanya untuk pertanyaan terakhir sih. Ibu memang jarang di rumah, tapi bukan berarti aku sering bertengkar dengannya. Tidak pernah malah. Ia terbiasa dengan sikap sarkastikku dan menganggapnya sebagai candaan.
"Hoy!" suara seseorang mengagetkanku sampai nyaris aku menumpahkan sereal yang sedang bertengger di tangan. Aku melotot padanya yang di balas dengan cengiran khasnya.
"Sori, Cam" katanya. Ia melihat buku-buku yang tertumpuk di meja kecil di sebelahnya. "Kimia... Fisika... Sejarah. Ngerjain pr nih ceritanya?"
"Bukan ceritanya kali, kenyataan" jawabku meletakkan mangkuk sereal ke atas meja dan mengambil buku kimia. Kembali melanjutkan kegiatanku yang sempat tertunda tadi.
"O..ke..." Carter kembali memperhatikan meja yang memang berantakan itu. Ia mengambil buku kecil yang berisi jadwal tugas dan kegiatanku di sekolah. Ia tersenyum kecil ketika membaca halaman depan. "Masih mau kuliah di Harvard sama jadi peneliti nih?" tanyanya.
Aku mengangkat bahu. "Ya, itu kan emang cita-cita dari dulu. Gak bisa diganggu gugat"
"Masa tujuan hidup kamu cuma dua sih, Dek. Useless banget tau gak kalo hidup cuma buat kuliah di Harvard sama jadi peneliti. Coba deh bayangin, kalo kedua hal itu udah tercapai, kamu mau ngapain?"
Aku berpikir sejenak. Iya juga sih. Aku belum pernah membayangkan kalau dewasa nanti akan ngapain setelah kedua tujuan hidupku tercapai. "Ya... Nikah" jawabku asal sambil kembali berkutat dengan buku kimiaku. Terdengar tawa tertahan di sebelahku.
"Nikah? Tumben mikir sampai ke situ. Aku aja belum pernah kepikiran" kata Carter. "Jadi kalau kamu udah nikah--"
"Carter!" bentakku sebal. "Udah deh gak usah bawel, aku mau ngerjain pr nih. Ada kamu jadinya gak kelar-kelar!"
Carter mengangkat tangannya seakan buronan yang tangkap polisi. Mulutnya berkedut menahan tawa. "Eh aku serius loh, kamu udah ada calon gitu sampai mikir nikah segala?"
"Ya...." aku cengengesan. "Belom sih... But, still, itu kan akan terjadi sama semua orang. Nikah. Punya keturunan. Emang jalan hidup begitu kan?"
"Yakin belom ada? Cowok yang kemaren itu siapa?" tanya Carter jahil.
"Siapa?" tanyaku balik sambil memperbaiki letak kaca mataku.
"Cowok yang itu tuhhhh" godanya lagi.
"Aku gak tau siapa dan gak mau tau" balasku sewot. "Udah deh, keluar dong!"
"Iya adikku tersayang, aku keluar nih" kata Carter dan beranjak meninggalkan balkon kamarku.
Tapi kemudian terdengar teriakannya dari arah pintu kamarku. "CIE CAMEYLA, HARIS NIH YEEE" lalu pintu terbanting tertutup. Aku mendengus. Ketua OSIS kok tingkahnya kayak anak kecil.
*
Aku melepas kacamata sambil memijat pangkal hidungku perlahan. Matahari sudah nyaris terbenam. Tapi ibuku masih saja asyik membaca majalah yang sudah entah keberapa itu. Syukurlah pr sudah kukerjakan semuanya. Aku mulai merapikan meja kecil tempat meletakkan buku-buku. Hingga sebuah suara membuatku kembali melongokkan kepala ke bawah sana.
"Mommy!" siapa lagi kalau bukan Carla. Dia satu-satunya yang memanggil ibuku dengan mommy.
"Carla, darimana kamu?" tanya ibuku dengan raut wajah curiga. Terlihat ibuku melihat ke balik punggung Carla. Entah kepada apa atau siapa. Karena tidak kelihatan dari atas sini.
"Shopping!" jawab Carla antusias. "Mommy, aku mau ngenalin seseorang nihhh" kata Carla manja. Ia berjalan kembali ke arah ia datang.
Mamaku kini duduk tegak. Dan tersenyum ramah. Ada siapa sih? Jadi kepo nih.
"Ini yang sering aku ceita loh, Mom, cowok yang keren banget di sekolah" suara Carla terdengar lagi. Ia berjalan mendekati ibuku diikuti seorang cowok.
Bukan hal baru kalau Carla sering bawa banyak cowok ke rumah. Mungkin hampir seluruh anak basket dan sepak bola pernah dikenalkannya ke mama dan papa. Walau ujung-ujungnya putus juga gara-gara Carla bosan. Player emang.
Tunggu. Cowok itu terlihat familiar....
"Sayang, kenalin nih mommy aku, Juliana Anderson, kamu kenalkan?" tanya Carla sambil menggamit tangan cowok yang wajahnya masih dipertanyaakan itu.
"Tante" sapa cowok itu ramah. Eh bukan. Sok ramah. Suaranya familiar deh, beneran.
"Anaknya Jules kan? Partner papanya Carla?" tanya ibuku.
"Iya, Tante" jawab cowok itu sambil mengangguk. Sebut nama dong sebuttt, kepo ini kepooo.
"Nama kamu siapa ya? Aduh maaf Tante lupa, kayaknya kamu jarang ikut ke acara premiere ya?" tanya ibuku lagi.
"Iya, Tan, sibuk latihan basket. Gak sempet jadinya buat ke acara papa. Lagian papa bilang ada Garret juga cukup" jawabnya. Tuh kan anak basket, selera Carla emang gak jauh-jauh dari anak basket dan sepak bola. "Nama saya..."
Dan tiba-tiba handphoneku berbunyi. Sial.
Aku menoleh ke bawah dan melihat ibuku beranjak dari kursi santainya dan berjalan ke dalam sambil mengobrol dengan Carla dan cowok yang familiar itu.
"Apa sih?" bentakku langsung.
"Galak banget sih, Cam! Andrea nih"
"Hm. Kenapa?"
"Besok temenin gue beli kanvas ya? Sekalian beli cat. Punya gue abis"
"Ya ampun, kayak gak bisa lewat sms aja sih" sewotku. "Iya gue temenin"
"Hih, sewot amat lo kayak mak lampir. Beneran ya? Ketemuan di deket loker gue, oke?"
"Iyaaa"
"Yaudah, bye"
"Bye"
Dan aku langsung menekan tombol merah. Di luar sana terdengar teriakan Carter bahwa makan malam sudah siap. Aku segera mengikat rambutku asal dan turun ke bawah.
Terlihat meja makan cukup penuh, walau tidak ada ayahku karena beliau masih ada syuting di negeri Paman Sam. Sepertinya cowok yang dibawa Carla itu ikut makan malam juga. Mendadak perutku terasa melilit. Ini biasa terjadi kalau aku mulai gugup. Tapi gugup kenapa? Mana mungkin gara-gara cowok yang dibawa Carla itu kan?
"Cameyla" sapa ibuku sambil tersenyum. Seluruh pasang mata langsung menoleh ke arahku. Carla dengan terang-terangan menunjukkan raut wajah tidak sukanya padaku. Apalagi dengan pakaianku yang menurutnya 'gak banget' ini. Carter melambaikan tangannya untuk duduk di bangku sebelahnya. Tapi kakiku tidak bergerak. Bukan karena aku tidak mau duduk di sebelah Carter, tapi karena cowok itu.
Dan rasa-rasanya baru tempo hari aku mendegar seorang cewek berwajah barbie di angkatanku menyatakan kalau dia berpacaran dengan cowok itu. Tidak mungkin mereka putus secepat itu. Aku yakin, kini Carla adalah salah satu dari koleksinya.
Frederick. Rasanya aku ingin menonjok mukanya yang shock ketika melihatku itu. Tapi aku lebih ingin berteriak kepada Carla. Walau dia menyebalkan tetap saja dia kakakku. Oh God, Carla, you're in trouble....
*
A/N
Thank you buat vote nya yaaa :))
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Of An Unpopularity
Teen Fiction[Sudah diterbitkan ] Cameyla Atwood, gadis kikuk yang ditindas teman-temannya, ternyata salah satu anggota dari sebuah keluarga selebriti. Tak ada yang tahu hingga acara premiere film terbaru ayahnya yang memaksanya untuk datang. Semua terkejut dan...