8 - The Trending Topic

282K 15.2K 150
                                    

Film sudah diputar 30 menit yang lalu. Tapi aku bahkan tidak fokus sama sekali. Mataku memang ke arah layar lebar itu, tapi pikiranku melayang ke mana-mana. Di sekitarku orang terkesiap dan terpana ketika ada adegan keren. Sedangkan aku tidak bereaksi apapun. Ya gimana mau bereasi. Nonton aja tidak.

"Gila, papa kamu keren banget" komentar Dave yang entah kenapa bisa duduk di sebelahku, alih-alih di sebelah Carter.

"Iyalah. Anaknya aja keren" balasku datar. Anaknya yang kumaksud di situ Carter dan Carla.

"Kamu punya percaya diri yang tinggi juga ya" kata Dave sambil mengulum senyum. DIH. Tuh kan salah paham.

"Bukan aku. Carter dan Carla yang keren. Aku gak ada apa-apanya"

"Really? Jangan merendah. Aku gak sabar nanti waktu denger kamu nyanyi" kata Dave tanpa dosa. Well, aku tidak menyalahkannya kalau dia membuatku sebal karena kalimat terakhirnya. Kapan sih pulangnya? Ingin rasanya aku ngomel, marah-marah, keluarin unek-unek deh pokoknya ke mama. Ini mukaku udah suram banget pokoknya.

"Kamu percaya sama penyataan mamaku kalau aku bisa nyanyi?" tanyaku datar. Aku tidak menoleh sama sekali ke arah Dave.

"Not yet" jawabnya. Aku menoleh ke arah Dave kaget.

"Lalu, buat apa kamu bicara di depan wartawan seperti menawariku buat jadi vokalis band kamu?" tanyaku lagi.

"Kalo menurut kamu buat apa?" tanyanya balik.

Aku memutar mata sebal dan tidak menanggapi pertanyaannya tadi. Lagi badmood kok disuruh main tebak-tebakan. Gak bakal ditanggepin lah.

"Yang pasti, aku beneran mau ngomong empat mata sama kamu. Secepatnya" kata Dave lagi setelah jeda lama.

"Berdua doang?"

"Namanya juga empat mata"

Oh iya. Jadi, aku hanya mengangguk tanpa peduli dia melihat atau tidak.

*

Aku terbangun ketika seseorang menepuk pipiku. Dan aku melihat wajah Carter sudah berada di depanku. "Tidur mulu" katanya sambil melepas headset yang tercantol di telingaku. Aku mengucek mata sambil menggumam kata maaf.

Carter turun duluan dan masuk ke dalam rumah. Dengan mata masih setengah terpejam, aku turun dari mobil sambil menenteng heels yang tadi kupakai saat ke premiere. Gak salah kan kalau seorang Cameyla nyeker masuk ke rumah. Gak ada yang lihat ini.

Aku berjalan langsung ke kamarku. Di LA, ayahku memang sengaja membeli rumah. Karena memang pekerjaan ayah dan ibuku lebih sering di kota ini. Tapi karena budaya pergaulannya yang 'gak banget' sekaligus menjauhkan kami dari media, makanya ayahku menyekolahkan kami di Indonesia. Aku juga tidak mengerti sih kenapa harus Indonesia, padahal banyak negara-negara lain yang menjunjung tinggi budaya timur dan memiliki edukasi yang bagus. Tapi hanya ayahku yang tahu alasannya.

Aku langsung menghempaskan diri ke kasur ketika sudah membuka pintu kamar. Mataku berat banget ini, udah 5 watt. Tiba-tiba handphoneku berdering. Tanpa melihat siapa peneleponnya, aku langsung mengangkatnya.

"Ha-loooo?" suaraku seperti orang mengigau.

"Cameyla?"

"Hm"

"Lagi tidur ya? Maaf ganggu, nanti ditelepon lagi deh"

"Udah ngomong aja buruannn" kataku nyolot.

"Ini Dave. Tadi kan gak sempet tuh ngomong empat mata. Bisa besok gak? Kan Minggu kamu balik ke Indonesia"

Tadi memang aku tidak bisa bicara empat mata dengan Dave. Baru saja keluar dari area bioskop, kami langsung dihujani lampu blitz. Jadi, setelah mengucapkan sepatah dua patah kata tentang gak bisa bicara sekarang, aku langsung ditarik Carter pulang. Apalagi reporter-reporter itu kembali bawel bertanya.

Diary Of An UnpopularityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang