16 - Kedatangan Dave

262K 13K 505
                                    

Boleh tidak aku sebal ketika melihat Carla sibuk berdandan ria demi bertemu Dave? Maksudku, hell-o, dia itu sudah punya pacar a.k.a Frederick. Yang merangkap jadi babunya juga. Duh masih sempat-sempatnya juga dia mempercantik diri untuk cowok lain. Mending kalo dilihat, kalo dicuekin? Kan malu banget tuh pasti.

"You are absolutely perfect, Carla!!" pekik Davia dengan cekikikan khas cewek-cewek berwajah barbie. Aku menatap mereka sambil menggelengkan kepala. Memang sih Carla tidak pernah menor dalam berdandan. Dia kan model. Tapi tetap saja untuk ukuran anak sekolahan dandanannya sangat berlebihan. Menurutku sih. Apalagi bajunya itu. Kurang pendek, man, kurang pendek.

"Whoa" terdengar suara dari arah tangga. Ibuku ternyata. Masih dengan piyamanya. Wajahnya terlihat segar padahal baru pulang jam 3 pagi. Ibuku emang strong banget. Jarang deh terkena jetlag dan sebagainya. Mungkin karena bepergian dengan pesawat sudah menjadi makanannya sehari-hari. "Carla, jangan pakai baju yang itu!" ibuku memekik ngeri.

Aku menahan tawa melihat ibuku menatap horor ke arah pakaian Carla. Dress yang panjangnya 20 cm di atas lutut dan ngetat abis membuat tubuhnya benar-benar terbentuk. Well, ibuku sepikiran denganku. Walaupun ibuku seorang model, tetap saja ia enggan menyentuh pakaian yang terlalu terbuka.

"Mommy?" Carla terlihat heran. "Emang kenapa, sih? Kan aku mau ke bandara, masa gak boleh make baju ini" protesnya manyun.

Ibuku menghampiri Carla lalu berjongkok di depannya. Ia mengangkat tangannya dan meletakkan telapak tangannya di depan paha Carla. "Nih ya, kamu keliatan kayak gak make celana tau! Berasa wanita apaan kali make baju beginian. Ganti sana" perintah ibuku tegas.

Dengan wajah terperangah, Carla menuruti perkataan ibuku dan beranjak menuju kamarnya. Dapat terdengar jelas ia membanting pintu kamarnya. Pasti dia kecewa berat dress barunya tidak boleh dipakai. HAHAHA.

"Tapi Jul--" Davia sepertinya juga tidak setuju dengan keputusan ibuku. Oh, dan dia memanggil ibuku dengan nama tanpa embel-embel tante atau apa.

"Baju Carla itu kependekan, sayang. Tante cuma gak mau dia itu kenapa-kenapa. Bahaya anak gadis keluar dengan baju begitu" kata ibuku membalasnya dengan mengggunakan bahasa inggris sambil tersenyum. Lalu berjalan menuju dapur untuk sarapan.

Davia menatap punggung ibuku hingga menghilang dibalik dinding. Ia menggerutu. Mungkin dia juga ikut andil dalam pemilihan baju itu. Lalu ia mendadak berbalik ke arahku yang sedang duduk di ruang televisi. Aku masih mengenakan kaos putih kucel dengan celana piyama bermotif kotak-kotak norak. Gak banget emang.

"Apa kamu lihat-lihat? Senyum-senyum lagi" katanya sinis dalam bahasa inggris lalu menghentakkan kaki menuju kamar Carla. Pasti nanti mereka lebay tuh, sok-sok curhat heboh cuma gara-gara tidak dibolehkan memakai baju sama ibuku.

"Kenapa tuh?" kudengar suara langkah kaki dari tangga menuju sofa tempatku duduk.

"Biasa, gak dibolehin mama pake baju pendek" jawabku sambil memasukkan sereal ke dalam mulutku.

"Oh" kata Carter lalu mengambil alih sendok yang kupegang dan memasukkan sesendok penuh sereal ke dalam mulutnya. "Baju yang dia beli kemaren itu ya?" tanya Carter lagi.

"Hm" aku bergumam. "Siapa suruh dia beli baju kurang bahan begitu"

"Maklum ajalah, Cam. Pergaulan dia kan beda" kata Carter sambil mengulum senyum. Ia kembali menyabotase serealku dan kami berakhir dengan tarik-menarik mangkuk sereal. Walau ujung-ujungnya makan berdua sih.

"Ah, jatahku kan dikit jadinya, Kak" kataku manyun ketika sereal itu habis.

"Jatahku juga dikit kamu ambilin terus" kata Carter ikutan manyun. Kucubit lengannya pelan.

Diary Of An UnpopularityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang