2 - The Popular

323K 16.4K 239
                                    

"Lo tau gak" terdengar suara cempreng khas cewek-cewek populer berwajah barbie di meja sebelahku. "Frederick nembak gue!!" sedetik setelah kata itu diucapkan, riuh suara yang cempreng lainnya yang mengatakan betapa cemburunya mereka dan betapa beruntungnya cewek itu. Duh, like there's nothing to say.

Apa coba hebatnya seorang Frederick Luke. Cuma kapten basket dengan tingkat sopan santun di bawah nol. Tak pernah menghargai guru dan hobi mengolok orang lain. Gonta-ganti cewek salah satu hobinya. Menggoda adalah kesukaannya. Mencampakkan adalah bakatnya.

Tuh apanya yang hebat? Sifatnya lebih banyak negatif dibanding positif.

Dia adalah salah satu orang yang masuk ke dalam daftar orang yang wajib kujauhi. Dan aku sama sekali tidak mengerti jalan pikiran cewek berambut pirang yang kini tengah bercerita dengan heboh peristiwa ketika dia ditembak seorang Frederick. Mau aja sih dijadiin koleksi mantan cowok menyebalkan itu.

"What a surprise" kata Andrea dengan nada bosan. Aku nyengir ke arahnya. Mengerti bahwa temanku itu tengah menyindir cewek pirang yang duduk di bangku sebelah.

"Mungkin dia bangga jadi koleksi pameran" kataku sambil memasukkan apel ke dalam mulut.

Andrea menatapku beberapa detik. Lalu dia tertawa keras. Membuat cewek-cewek yang berada di meja sebelah itu menatap kami dengan alis terangkat.

"Heh, ketawa jangan kenceng-kenceng" tegurku. Risih juga nih lama-lama dilihat oleh cewek-cewek itu. Rasanya seperti tertangkap basah sedang gosipin mereka.

"Kayak gue peduli deh, Cam" balas Andrea walau akhirnya berhenti tertawa juga. "Oh iya, ada murid baru ya di kelas lo?"

Aku bergumam kata iya di sela kunyahan apelku.

"Nama? Nama?" tanyanya lagi.

"Kepo" jawabku singkat dan dihadiahi jitakan di atas dahiku yang sukses membuat kacamataku turun. "Becanda"

"Jadi, siapa? Lagian dia jadi trending topic di koridor tadi. Pada nyebut dia anak Mr. Black"

Aku nyaris tersedak ketika mendengar kata-kata Andrea. Anak Mr. Black? Hahaha. Benar juga sih, lagipula hanya dia kan yang sopan sama guru itu. Murid lain? Jangan tanya, menganggapnya pun tidak. Aku curiga kalau Haris adalah anak Mr. Black. Tapi mustahil. Mr. Black saja tidak tahu namanya.

"Haris Conor" jawabku sambil mengulum senyum. "Well, anak Mr. Black bukan panggilan yang jelek buat dia"

"Maksud?"

"Dia bantuin Mr. Black dan menjawab semua pertanyaannya dengan baik. Maksud gue, itu langka, tau gak? Gue aja yang bisa dibilang murid yang terpaksa jadi murid kesayangan dia aja cuma 2 kali jawab pertanyaannya!"

"Demi?" dan Andrea kembali tertawa ngakak. "Pantes sih dia jadi anak Mr. Black"

"Ya minimal dia lebih baik dari Frederick"

Andrea mengangguk setuju. Mendadak kantin hening. Aku dan Andrea bertatapan. Lalu melihat ke satu arah di mana semua orang melihat.

Pandangan mata kami bertemu. Aku langsung membuang muka tanpa perlu repot-repot tersenyum. Untuk apa? Dia juga tidak mau mengakuiku.

Sepertinya Andrea merasakan hawa yang aneh ketika orang yang kini menjadi sorotan itu menatapku. Tepat ke arahku. Ia menendang tulang keringku pelan. Yang kubalas hanya dengan gumaman.

Lalu di belakangnya, datang seorang lagi yang membuat cewek-cewek memekik girang. Lagi-lagi aku bertemu pandang dengan orang itu. Bedanya, kali ini orang itu tersenyum ke arahku. Sayangnya senyumku terlalu mahal untuk membalasnya.

"Kenapa dua kembar Atwood itu natap ke lo, Cam?" tanya Andrea dengan gaya shock nya yang lebay. Aku memang menghindari topik ini habis-habisan. Duh, ngapain sih bocah satu itu pakai acara senyum ke aku segala?

"Gak tau" jawabku singkat. Lalu segera bangkit dan menenteng tasku. "Gue duluan" sebelum, Andrea menjawab, aku sudah keluar dari kantin.

*

Diary Of An UnpopularityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang