10 - Back To Indonesia

282K 14.3K 248
                                    

Aku duduk di pinggir kasur sambil menatap kosong ke arah dinding. Gila. Apaan sih si Dave. Bikin kepikiran aja. 'Kalo buat orang yang kita suka apa sih yang enggak?. Hih gombal. Tapi emang gitu kan orang ganteng pasti punya bakat ngegombal. Gak pasti juga sih tapi kemungkinannya besar.

Pintu kamarku terbuka, menampilkan seorang cewek dengan tampang nenek sihir berambut pirang. "Habis darimana?" tanyanya nyolot. Aku hanya mengangkat alis. Malas membuka suara.

"Denger gak sih?" tanyanya lagi dengan nada sebal. "Habis diajak ke mana sama Dave?"

"Dandy Don's" jawabku. Singkat-padat-bergizi.

"Oh. Terus ngapain aja di sana?"

Kata-kata 'Idih kepo banget sih mau tau aja urusan orang' sudah hampir keluar dari mulutku. Namun segera kuhentikan. Dan alih-alih berkata demikian, aku malah menjawab pertanyaannya sesuai kenyataan. "Ngomongin tentang jadi vokalis band dia"

Carla menatapku tidak suka. "Lo jawab iya? Bisa nyanyi juga enggak"

Sabar, Cameyla... Sabar..... Sabarrr.....

"Gue jawab enggak sih, santai aja kali. Tapi dia maksa. Gue tau kok suara gue emang gak semerdu suara lo yang mirip suara soang itu tapiii yang pasti Dave ngerekrut gue buat jadi vokalis band dia bukan lo, KAK Carla" jawabku dengan nada datar.

Carla memelototiku. Ia pasti emosi berat dan merutukiku habis-habisan karena berani berbicara seperti itu padanya. Lagian, orang lagi pusing pakai acara dimarah-marahin. Gimana gak bete.

"Yaudah sih kan gue cuma nanya. By the way, gue juga gak tertarik kok buat jadi partner sama Dave. Dia oke sih. Ganteng, anak konglomerat, dan terkenal. Tapi sayangnya gue udah punya Frederick. Jadi, jangan sok manas-manasin deh, Cam. Davia juga belum tentu restuin hubungan kalian" kata Carla sambil tersenyum penuh kemenangan.

Lagi-lagi aku mengangkat alis. "Apa hubungannya sama Davia deh. Orang gue gak ada hubungan apa-apa sama Dave. Dia cuma ngajak hang out. Udah selesai. Gak lebih, lagian besok juga kan kita balik ke Indo"

"Gitu? Kok rasanya gue gak percaya ya? Apalagi roman-romannya si Dave ini naksir sama lo, Cam. Duh cinta bertepuk sebelah tangan dong ya dia? Sedih. Harusnya tuh lo bersyukur bisa disukain sama cogan. Langka kali. Keajaiban dunia ini namanya"

Ya ampun, sabar banget sih punya kakak songong kayak gini. Rasanya mau nyumpel mulutnya pakai sedot WC biar gak ngomong pedas sebentar saja. Kupingku pasti sudah merah karena mendengar ocehannya yang bikin naik darah itu.

"Gue gak ada apa-apa sama Dave. Jangan sok tau, plis"

"Gue gak sok tau, tapi gue emang tau. Siap-siap ya waktu masuk sekolah nanti. Jangan harap hidup lo bakal bahagia karena mentang-mentang lo udah go public. Hidup lo bakal jauh lebih buruk dari yang lo bayangin" kata Carla licik. Lalu dia keluar dari kamarku tanpa menutup pintu.

Jadi, apa manfaat dia mengoceh ria di depan pintu kamarku tadi? Useless banget sumpah, cuma bikin orang naik darah. Aku menarik nafas dalam-dalam untuk menetralkan pikiranku yang mulai terkontaminasi dengan kata-kata negatif Carla tadi dan perlahan berbaring lalu terbang ke alam mimpi. Semoga kali ini bisa mimpi indah. Amin.

*

Aku berlari-lari mengejar Dave yang sudah beberapa meter di depanku sambil menarik koper birunya. Aku tertinggal di belakang. Padahal Carla dan ibuku yang memakai high heels bisa berlari lebih cepat daripada aku yang cuma memakai converse buluk. Ketahuan banget ini mana yang suka olahraga, mana yang enggak.

"CAMEYLA! FASTER!" teriak ibuku heboh saat menyerahkan tiketnya ke petugas.

Carter menoleh ke belakang dan menyemangatiku tanpa suara. Aku mengangguk dan akhirnya berhenti di belakang Carter dengan wajah sempat terantuk punggung Carter. Kakak laki-lakiku itu mengambil alih koperku dan membawanya ke arah pesawat. Aku menyusulnya di belakang sambil mengusap-usap jidatku yang berdenyut karena menabrak punggung Carter. Lumayan juga nih.

Diary Of An UnpopularityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang