"Cam, temenin gue ke kafe depan sekolah" kata Haris ketika bel pelajaran terakhir berbunyi. Aku mengacuhkannya sambil tetap merapikan buku-buku yang berserakan di atas meja. Beberapa cewek tersenyum sopan ketika lewat di depanku. Mereka sepertinya mulai 'notice' dengan keberadaanku semenjak acara premiere itu, atau sejak Frederick berbicara di depan kelas waktu itu? Entahlah. Yang pasti sekarang mereka sering basa-basi dengan mengajakku ke kantin dan sebagainya.
"Cameyla!" kata Haris yang sepertinya mulai kesal karena aku tidak menjawab ajakannya. Lagipula ajakan macam apa itu, kalau maksa iya.
"Apaan sih?" tanyaku masih tetap fokus dalam membereskan buku-buku.
"Ayo ke kafe depan" katanya sambil berdiri di depan mejaku. Ia memang sudah membereskan peralatannya bahkan sebelum guru selesai menjelaskan. Entah itu namanya kerajinan atau ngebet pulang.
"Enggak ah, besok itu ada fisika. Gue belom selesai ngerjain" tolakku.
"Gampang. Gue bantu nanti"
"Ah males. Sejak kapan sih seorang Cameyla mainannya ke kafe" balasku sambil memutar mata.
"Ya ampun, Cam. Cuma temenin gue makan doang. Plis plis, gue males makan sendiri"
"Ih biasa juga makan sendiri" kataku sebal.
Tanpa aba-aba Haris malah menjitak kepalaku pelan. "Lo tuh ya bawel banget"
Aku langsung beringsut menjauh dari Haris. Lalu mengusap-usap bagian kepala yang dijitak olehnya. Pelototanku diabaikannya. Ia melenggang keluar kelas. Aku mencacinya di dalam hati lalu mengikutinya keluar kelas.
Haris benar-benar mengajakku ke kafe depan sekolah itu. Aku memang selalu melewatinya setiap pergi atau pun pulang sekolah. Tapi aku tidak pernah terpikir untuk berkunjung ke sana. Buat apa coba? Lebih baik pulang dan menyelesaikan semua tugas daripada nongkrong tidak jelas di kafe itu.
Murid-murid SMA ku banyak yang duduk-duduk di sana sepulang sekolah. Tidak sedikit yang menjadikan kafe tersebut sebagai ajang romantisme. Eits, bukan berarti aku menguntit mereka. Hanya saja banyak cewek-cewek yang heboh di kantin menceritakan bagaimana cara mereka ditembak.
Dan benar saja. Ketika Haris mendorong pintunya, terlihatlah meja-meja penuh dengan murid-murid yang seragamnya serupa denganku. Cewek-cewek sedang bergosip, cowok-cowok sedang menargetkan cewek mana yang bisa digoda, dan banyak orang yang sedang pacaran sedang mojok mencurigakan.
Mendadak aku menjadi risih. Apalagi aku datang ke sini berdua dengan Haris. Berdua. Apa coba yang ada dipikiran orang lain bila ada cewek dan cowok jalan berdua. Nah, tak usah kuucapkan kalian pasti mengerti.
"Errr, Haris. Tiap hari kayak gini ya keadaannya?" tanyaku sambil mengikuti Haris.
"Gak tau deh. Gue juga baru sekarang ke sini" jawabnya santai sambil duduk di bangku yang posisinya tidak menguntungkan. Depan, belakang, kanan, dan kiri kamu ada orang pacaran.
"Gue tau lo pasti lagi ngedumel dalem hati gara-gara tempat kita yang gak enak ini" kata Haris membuatku memberinya tatapan tuh-lo-tau. "Tapi ya karena gue udah laper aku gini, jadi enjoy the show aja deh, Cam" katanya nyengir.
"Idih, ogah banget gue tontonin mereka yang lagi mesra-mesraan gaje gitu" kataku sambil bergidik.
"Lo mau kan? Bilang aja deh, Cam, jangan sok malu-malu" kata Haris santai sambil menahan tawa. Kini gantian aku yang menjitak kepalanya.
"SOK TAU"
Haris terkekeh. Lalu ia memanggil pelayan untuk memesan makanan dan minuman. Padahal aku tidak bilang apa aku mau makan atau minum tapi Haris tetap memesankannya untukku. Tuh kumat deh ilmu cenayangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Of An Unpopularity
Teen Fiction[Sudah diterbitkan ] Cameyla Atwood, gadis kikuk yang ditindas teman-temannya, ternyata salah satu anggota dari sebuah keluarga selebriti. Tak ada yang tahu hingga acara premiere film terbaru ayahnya yang memaksanya untuk datang. Semua terkejut dan...