Eight

1.1K 127 23
                                    

Harry's POV

"Harry, what are you doing?" Aku yang sedang membaca sebuah novel langsung menoleh ke asal suara.

"Reading novel, mum" Jawabku. Mum menggeleng dan menutup pintu kamarku, lalu berjalan kearahku.

"Kau ingin bertunangan dengan Taylor kah, Harry?" Tanyanya sambil duduk di atas kasur berhadapan denganku.

"Aku tidak pernah bilang begitu, mum. Aku saja baru bertemu Louis semalam."

"Linda Swift baru saja menelpon denganku dan dia bilang dia sedang membeli cincin pertunangan kalian.." Aku membulatkan mataku.

"Ap-"

"Linda bilang, Taylor bercerita padanya kalau kau memanggilnya tunanganmu dihadapan dua temanmu."

Dua temanku?

Louis dan Eleanor?

"Sialan!" Seruku sambil menjambak rambutku yang lumayan panjang ini. "IS SHE STUPID OR SOMETHING?"

"What happened?"

"Aku sempat punya masalah dengan Louis karena ia sudah bertunangan. Jadi aku kesal dan pergi bersama Taylor ke Luna Park semalam. Secara tidak sengaja kami bertemu, dan Eleanor dengan lagak bodohnya bertanya siapa gadis disebelahku. Aku bilang Taylor adalah tunanganku."

"Why'd you say that?" Lirih mum. Aku menggeleng pelan.

"Aku emosi waktu itu. Aku marah dengan Louis. Aku ingin membalas perbuatannya," Mataku memanas dan pandanganku menjadi kabur, kemudian setetes air mata mengalir di pipiku. Aku langsung memeluk mum.

"Mum, kumohon gagalkan pertunangan ini- aku tidak mau dengan Taylor! Aku membenci gadis itu." Mum merangkup wajahku dengan kedua tangannya, lalu ia menghapus air mataku dengan ibu jarinya.

"Maafkan aku, sayang. Tapi pesta pertunangannya diadakan dua hari lagi, Linda sudah membagi undangannya."

"Ap- apa?"

"Maafkan aku." Mum memelukku sekali lagi sebelum akhirnya pergi meninggalkanku di kamar sendirian. Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengunci pintu kamarku dan mengambil sebuah koper dari dalam lemari. Aku mengambil hampir semua pakaianku secara acak dan langsung melemparnya keluar dari jendela. Aku tidak tau apa lagi yang harus aku bawa, tidak ada satupun barang dikamar ini yang milikku.

Aku pun menatap kebawah dan bersyukur karena tidak terlalu tinggi. Aku memutuskan untuk meloncat. Aku terguling-guling dan langsung memeluk lututku yang sangat sakit. Tapi aku berusaha untuk mengabaikan rasa sakit itu dan segera berdiri.

Aku mengangkat koperku dan berlari melewati gerbang depan.

"Anda mau kemana Tuan Harry?" Tanya penjaga gerbang.

Aku harus tenang.

"Aku bertengkar dengan Mr. Cox dan dia menyuruhku tidur di hotel." Ujarku mengada-ngada.

"Tapi Mr. Cox belum pulang, Tuan."

"C'mon, apakah bertengkar harus secara berhadapan? Kami bertelponan tadi. Lagi pula aku termasuk atasanmu, dan ini bukan urusanmu!" Seruku. Security itu langsung menunduk takut, aku mendegus kesal dan berjalan keluar dari gerbang. Aku langsung memanggil taksi yang kebetulan lewat di depan rumah ini. Aku masuk kedalam dan membiarkan taksi itu mengangat koperku.

"Time Square, please." Ujarku. Supir itu mengangguk dan langsung menjalankan kendaraan ini.

***

"Louis!" Seruku sambil berlari kearahnya dengan menenteng koperku.

"Harry?" Louis bangkit dari posisinya dan menatap koper yang sedang kupegang, "Kenapa kau bawa koper?" Ia memindahkan tatapannya ke mataku. Mata birunya mengintimidasi.

"Pergilah bersamaku, Lou." lirihku.

"Apa?"

"Aku- aku tidak mau bertunangan dengan Taylor. Pesta pertungan kami diadakan lusa, d- dan aku mau kau pergi bersamaku. Kita bisa pergi ke Los Angeles, atau London, bahkan Doncaster, Lou. Kita bisa hidup tenang disana tanpa memikirkan apapun.. Bukankah itu yang kita harapkan saat Richard memisahkan kita, Lou? Bukankah kau mau hidup tanpa sepeser pun uang darinya? Bukankah begitu Lou?" Lirihku, Louis menatapku dalam, sebelum akhirnya memelukku erat.

"Kita harus cepat" Ucap Louis tiba-tiba. Aku langsung melepaskan pelukan kami dan merangkup wajahnya. Senyum lebar menghiasi wajahku, aku mencium bibirnya. Louis terkekeh disela ciuman kami. Tapi sayangnya ini tidak terlalu lama karena kami harus segera pergi.

"Kau tidak perlu mengambil bajumu Lou, kita akan membelinya nanti. Aku membawa dompetku dan kita bisa gunakan uang ku sementara."

"Aku juga bawa dompet, Harry." Ujarnya sambil terkekeh. Aku tersenyum dan langsung menarik tangannya dan membawanya ke atm terdekat. Aku harus mengambil sebagian uangku di atm sebelum Richard memblokirnya.

Setelah itu, kami langsung pergi menaiki taksi menuju bandara JFK.

"Kau mau tinggal dimana?" Tanyaku pada Louis dengan senyuman lebar. Aku benar-benar tidak dapat menahannya. Aku sangat senang karena akhirnya aku akan bersama Louis. Ini impianku, kabur bersama Louis. Kurasakan jantungku yang berdegup sangat cepat, aku sangat gugup.

"Aku tidak tau!" Serunya senang, aku terkekeh pelan.

"Doncaster?" Usulku, ia menggeleng.

"Jangan, orang-orang akan mudah menemukan kita. Kota besar mungkin lebih aman." Kata Louis, aku mengangguk mengerti.

"Las Vegas? Tidak. San Francisco? Tidak, aku tidak tau apa-apa soal kota itu---Los Angeles?"

"Los Angeles?" Ulangnya, aku mengangguk.

"Apa kalian berdua mau kawin lari, anak muda? Kurasa akan lebih baik jika kalian berbicara baik-baik dengan orang tua kalian." Ujar supir taksi itu tiba-tiba. Aku melihat Louis memutar matanya.

Dasar supir taksi menyebalkan, kau tidak tau siapa Richard Cox.

"Jangan salah paham, Tuan. Kami ingin liburan ke Malibu, dan pria disebelahku ini ingin bersekolah di San Francisco." Bohongku. Supir taksi itu terlihat mengangguk, tapi ia tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Kurasa Tuhan berpihak pada kami, jalan di kota New York tidak terlalu padat, membuat kami lebih cepat sampai di bandara. Aku membayar ongkos taksi dan langsung masuk ke bandara bersama Louis untuk mencari tiket pesawat ke LAX jam itu juga.

Author's POV

Pria itu menatap kedua anak muda yang sedang terburu-buru itu dengan tatapan tajam. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Mereka pergi ke Los Angeles."

Secret Little RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang