Twelve

1.1K 115 32
                                    

Harry's POV

"Louis, apa kita akan tinggal di San Diego?" Tanyaku pada Louis yang tengah memakan Coco Pops yang kami beli tadi pagi.

"Tentu saja tidak, sweetheart. Ini hanya pelarian kita saja sebelum pindah ke kota lain. Lumayan kita mendapat tumpangan dan frat gratis." Aku tertawa dan merebahkan tubuhku diatas kasur.

"Yaa, kau benar." Gumamku sambil menatap langit-langit kamar ini. Pikiranku langsung tertuju kepada Richard Cox. Kenapa ia begitu kejam padaku? Tidak bisakah ia membiarkan putranya bahagia?

"Aku ingin hidup bebas, Lou. Kenapa kita tidak bisa bebas? Kenapa kita harus melarikan diri seperti ini? Kenapa kita tidak bisa tinggal dirumah dengan nyaman? Aku nyaris tidak tahan, Lou.." Aku tidak mendengar Louis mengatakan apapun, tapi hal yang berikutnya kusadari adalah Louis merebahkan dirinya disebelahku.

"Hidup itu memang penuh cobaan, Harry. Kadang tidak semua yang kau ingin kan terwujud. Tapi aku yakin suatu hari nanti kita akan bebas."

"Tapi suatu hari itu kapan, Lou? Hanya ada tujuh hari di kalender dan tidak ada yang namanya 'suatu hari'." Louis menghela nafasnya dan mendekatkan dirinya kearahku.

"I'm scared, Lou.." Lirihku. Louis mengecup bibirku, dan memeluk ku erat.

"When you're lost, i will find the way, and i'll be your light. You'll never feel like you're alone, Haz. I'll make this feel like home."

"But i am already home, Lou. You are my home."

***

Aku terbangun begitu merasakan cahaya menusuk mataku. Aku membuka mataku perlahan, dan mengubah posisiku menjadi duduk untuk mengumpulkan nyawa.

Saat aku sudah sepenuhnya sadar, aku langsung menengok kesebelahku, tapi aku tidak melihat Louis disana. Aku cepat-cepat bangkit dari kasur dan mengambil jaketku. Aku berjalan keliling motel ini, tapi aku tidak menemukan Louis.

Aku mengetuk pintu bercatkan putih yang Niall bilang itu kamar ia tidur.

Tiga detik kemudian, pintu terbuka dan menunjukkan seorang lelaki berambut pirang dengan wajah kantuk.

"Niall, kau lihat Louis?" tanyaku.

Rasa khawatir ku semakin jadi saat melihat Niall menggeleng. Aku mengucapkan terima kasih dan langsung berlari keluar dari motel. Aku berkeliling di luar motel, dan tetap tidak menemukannya. Jantungku berdebar kencang karena aku takut sesuatu akan terjadi padanya.

Saat aku menengok ke sisi bangunan, aku melihatnya.

"LOUIS!" Teriakku, aku berlari kearahnya dan memeluk tubuhnya yang tengah tak sadarkan diri ditanah. Luka lebam menghiasi wajahnya, juga tubuhnya yang sangat kurus dan pucat.

"APA YANG TERJADI PADAMU, LOU?!" Teriakku sambil menepuk-nepuk pipi Louis, namun ia tidak bergeming.

Aku mencium seluruh wajahnya secara bergantian dan memberinya nafas buatan, tapi tetap saja ia tidak bangun. Air mata mengalir dengan deras di pipiku.

"Louis.. Babe.. Wake up!" isakku.

Saat aku melihat kesekeliling, aku melihat banyak suntikan-suntikan yang telah kosong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat aku melihat kesekeliling, aku melihat banyak suntikan-suntikan yang telah kosong.

Tunggu..

Jangan bilang ia bunuh diri?

"LOUIS YOU IDIOT WAKE UP. I HATE YOU SO MUCH PLEASE WAKE UP."

"Louis, wake up.." isakku.

Aku memeluknya dengan sangat-sangat erat, namun pelukan itu terlepas saat seseorang menarikku dengan paksa.

"HEY?!" Teriakku, orang tersebut menahan tanganku dan menutup mataku.

"LEPASKAN AKU! LOUIS SEDANG MEMERLUKANKU, BEDEBAH!" seruku.

"Ia akan baik-baik saja.. Jika kau tidak memberontak!"

"KAU SIAPA?!" Orang itu tidak menjawabku. Ia memaksaku berdiri dan berjalan entah kemana.

"LOUIS, WAIT FOR ME TO COME HOME!" Teriakku pada Louis, tak peduli ia mendengarku atau tidak.

Tiba-tiba kurasakan benda tajam menusuk kulitku, dan menyebabkan ku ambruk.

***

Maafkan gue karena slow updates yeaa dan maaf karena pendek ea x

Secret Little RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang