Setelah seminggu kepergian Belinda yang menginap di apartemen maminya, kini ia kembali ke rumah lagi atas permintaan maminya.
"Mi, kenapa harus balik sih?" Gerutu Belinda yang baru sampai rumah pamannya, Adnan.
Maminya memijit pelipis kesal, "Belin, kamu memang harus tinggal disini."
Belinda menatap tajam maminya, "kenapa mi? Mami nggak mau tinggal sama Belin? Belin ini anaknya siapa sih Mi?!"
Rina tersentak ucapan Belinda, ia tak kalah tajam menatap putrinya, "jangan bilang kayak gitu lagi Bel! Mami ini capek, harus kerja." Memang semenjak kepergian papi Belinda, Rina harus mencari pekerjaan untuk membiayai hidupnya, ia cukup bersyukur telah diberi tempat tinggal oleh kakaknya. Namun ia memilih tinggal di apartemennya sendiri, Rina malas melihat muka Luna yang persis dengan muka Sarah, penyebab suaminya meninggalkannya.
Belinda berdiri dari duduknya, "itu cuma alasan mami, Belin tau, kalau mami itu pingin sendiri. Pingin renungin semua hal tentang papi. Tapi jangan egois mi, lihat Belin yang butuh mami." Suaranya meninggi. Belinda langsung naik ke atas, ke kamarnya setelah mengucapkan itu semua. Sementara Rina membeku di ruang tamu, mencerna semua ucapan putrinya. Rina mendesah, kemudian ia menyusul putrinya.
"Belin, buka pintunya sayang," Rina mengetuk pada pintu kamar Belinda.
Belinda tetap tidak meyahut ucapan maminya.Rina membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Ia menghampiri Belinda yang meringkuk di ranjang.
Rina menghembuskan napas lelah, ia mengelus sayang rambut Belinda, "Maafin mami sayang, mami janji bakal lebih merhatiin kamu." Belinda yang semula memunggungi maminya kini menatapnya.
"Mami ngaku salah, mami terlalu larut dalam kesedihan." Belinda beranjak dari rebahannya.
"Mi, Belin juga pingin dapet kasih sayang dari papi, tapi Belin bisa apa? Belin cuma punya mami. Itu yang sekarang Belin perjuangin, kasih sayang." Kata Belinda menatap mata maminya yang terlihat sendu. Detik itu, Rina memeluk Belinda erat.
"Maafin mami, sayang," terdengar nada sesal di dalamnya.
"Belin maafin mi."
Ponsel di dalam saku Rina bergetar hingga ia mengurai pelukannya pada putrinya. Rina melihat Belinda untuk meminta persetujuan, Belinda mengangguk.
"Halo?"
"........"
"Oh, iya kak, aku bisa."
"........."
"Sama-sama."
Setelah peecakapan di telepon berakhir, Belinda bertanya, "ada apa mi?"
Rina berucap sambil memainkan ponselnya, "paman kamu, minta mami meeting sekaligus dinner sama kliennya, di rumah ini." Belinda hanya mengangguk.
"Kamu ikut ya sayang? Ada temen kamu juga kok."
"Belin sih ikut mami aja. Temen, siapa?"
"Kalau nggak salah namanya Nathan."
"Oh, iya-iya Belin tahu."
"Yaudah, kamu siap-siap dulu, mami mau ambil berkas-berkas dulu," Rani beranjak dari kamar Belinda. Hingga ia diambang pintu, ia berbalik, "jangan lupa, Luna ajak sekalian."
Belinda hanya mengendikan bahunya.
"Luna? Nathan? Yeah, nggak semudah itu kali," gumamnya seraya tersenyum licik. Kemudian ia menuju kamar Luna.
"Buka!" Gedor Belinda dengan kakinya.
Luna sendiri terbirit-birit menuju pintu.
"Kamu udah pulang Bel? Apa Bel?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LS [2] - Fallout
Teen FictionLove Story [LS] book 2 Bagaimana saat aku terbangun semuanya berubah? antara aku dan kamu. Semestaku sekarat saat punggungmu tak terlihat, ingin kuterbangkan seribu kupu-kupu tuk sampaikan rinduku padamu. Saat mata senja ini berlinang jingga kutegas...