14. Keluarga Ku

267 22 7
                                    

"Siapa anda?" Badan Lana menengang mendengar suara itu. Perlahan ia membalikkan badannya. Dan begitu terkejut wanita paruh baya itu saat mengetahui siapa yang berdiri di hadapannya.

"Nyoya Sarah?" Pekik bik Atun girang bercampur rasa tak percaya, bahwa yang di hadapannya adalah istri dari sang tuan rumah.

Sarah Alana, yang kini menyamarkan nama menjadi Lana, segera mengkode bik Atun dengan menempelkan jarinya pada bibirnya.

"Bik pelan-pelan, nanti Luna bisa dengar," mohon Sarah. Bik Atun menghampiri nyonyanya yang lama menghilang, sedang memasak.

"Nyonya selama ini kemana saja?"

Sarah menghembuskan napas kasar," panjang bik ceritanya. Rumah kok sepi bik?"

Bik Atun yang sedang mengeluarkan belanjaannya menjawab, "nyonya Rani akhir-akhir ini menginap di apartemennya. Non Belinda anaknya juga ikut menyusul tadi malam setelah bertengkar dengan non Luna."

Sarah mematikan kompornya dan sekarang perhatiannya menjurus pada bik Atun, "bertengkar?"

Bik Atun menoleh pada Sarah, "Iya, tapi jangan bilang siapa-siapa ya nyonya?" Sarah mengangguk. Dan mengalirlah cerita bik Atun. Hati Sarah begitu sakit mendengar putrinya di perlakukan seperti itu, setelah dia mengorbankan kepergiannya.

"Bik, saya merasa sangat bersalah."

"Nyonya jangan seperti itu."

"Bik jangan bilang siapa-siapa ya kalau saya kesini. Belum saatnya bik. Nanti jika semuanya membaik, saya akan kembali." Pinta Sarah, bik Atun mengangguk patuh.

"Yaudah saya mau ke kamar Luna."

"Lho non Luna pulang?"

"Iya bik, dia tadi pingsan."

"Kemarin malam sudah sakit nya."

"Kali ini saya akan merawat Luna dan bik biar saya saja nanti yang memasak." Bik Atun lagi-lagi mengangguk, ia tersenyum karena bisa melihat ibu anak berkumpul kembali, walau sang anak tak mengetahui kebenarannya.

Sarah masuk ke kamar Luna dengan membawa bubur, minum dan obat.

"Yuk makan dulu sayang," Sarah membantu Luna bangun dan duduk bersandarkan kepala ranjang.

"Tadi mama yang masak?" Tanya luna setelah ia menelan buburnya.

"Iya dong, gimana? Enak?" Tanya Sarah dengan senyum penasaran. Ia ingin sekali masakannya di puji oleh putrinya.

Luna mengacungkan dua jempolnya, "enak banget! Bik Atun kalah deh ma," cengir Luna yang membuat Sarah tertawa.

"Nanti mama yang masak deh."

"Beneran?" Binar mata Luna terlihat.

"Iya buat anak mama," kecup Sarah pada kening Luna.

"Makasih ma!" Pekik Luna girang.

"Sekarang minum obatnya dulu," Sarah mengangsurkan obat dan minum pada Luna.

"Mama tahu, Luna berasa seperti punya mama asli," katanya dengan senyum mengembang.

Sarah menatap putrinya dengan rasa bersalah, "Emang Luna nggak pernah liat foto mamanya Luna?"

Luna menggeleng, raut mukanya terlihat sedih,"Luna nggak pernah liat ma walaupun papa punya foto mama Luna di ponsel, tapi Luna nggak pernah nanyain karena papa selalu nangis. Luna pernah liat papa nangis diam-diam sambil natap ponselnya." Perkataan Luna membuat hati Sarah tertohok. Adnan juga merasakan tersiksa seperti halnya dirinya.

"Luna boleh peluk mama?"

"Tentu," Luna mendekapnya sangat erat, begitupun dirinya.

"Sekarang Luna tidur ya."

LS [2] - FalloutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang