.
.
.
Sena berbaring sendirian di kamarnya, menatap langit-langit yang sama membosankan dengan harinya. Ia sempat berpikir untuk menelepon Jimin dan mengajaknya keluar (karena Luhan tidak ada di Seoul, temannya itu pasti senggang), tapi langsung membatalkan niatnya begitu ingat kemarin Jimin belum selesai mencecarnya soal Chanyeol. Sena mencoba menghubungi Sehun karena ia setengah mati ingin mengobrol dengannya mengenai sesuatu, tapi lagi-lagi teleponnya dijawab operator. Belakangan ini ponsel Sehun sering dinonaktifkan, dan Sena bertanya-tanya apakah Sehun dikejar penagih utang, juga apakah ia perlu melapor pada ibunya.
Sena mempertimbangkan untuk pergi ke kafe dan mencari Sehun di sana, tapi sebelum ia memutuskan, ponselnya berdering. Mengira itu Sehun (akhirnya), ia melompat menyambar benda itu dari lantai.
Sayangnya bukan. Itu nomor tidak dikenal lainnya. Astaga. Sejak kapan ponsel pribadinya jadi begitu sibuk?
"Byun Baekhyun, kalau ini lagi-lagi kau, aku akan mencarimu sekarang dan memukul kepalamu dengan palu," kata Sena sebelum si penelepon mengatakan apa-apa.
"Astaga, bukan," si penelepon (perempuan) berkata dengan nada muak. "Ini bukan Baekhyun. Ini Tiffany."
"Tiffany siapa?" Tepat saat bertanya demikian, Sena ingat. "Oh, Hwang Miyeok."
"Demi Tuhan, namaku bukan Miyeok," gerutu Tiffany. "Miyeong. Hwang Miyeong. Jangan mengubah-ubah nama orang, Ryu Sena. Itu tidak sopan."
Sena mendengus sinis. Dipikirnya si penindas ini ingin bicara mengenai apa yang sopan dan tidak padanya? HA! "Apa maumu, Miyeok?"
Tiffany mendesis ketus. "Aku menelepon di bawah bendera damai, oke? Jangan bersikap seperti kaktus begitu," dumalnya. "Aku ingin tahu apakah, hmmm, kau mau pergi minum kopi atau apa."
Sena begitu terkejut sampai-sampai ia hanya bisa membalas, "Hah?"
"Yah, kupikir kau pasti tidak punya teman dan hal lain untuk dikerjakan," tambah Tiffany dengan nada sok yang terlalu dibuat-buat. "Karena itu aku mengundangmu. Karena aku juga sedang senggang siang ini. Tapi kalau kau tidak mau, ya sudah. Aku juga tidak tahu kenapa aku meneleponmu."
Sena mengerjap. "Baiklah."
"Apa?" Tiffany terdengar terkejut. "Maksudku, oh, tentu saja. Akan kukirimkan lokasinya. Kutunggu di sana setengah jam lagi."
Jadi, empat puluh menit kemudian Sena tiba di tempat yang dipilih Tiffany. Gadis itu sudah lebih dulu di sana. Sena duduk di hadapannya dan Tiffany menggerutu, "Kau terlambat sebelas menit."
"Sengaja," balas Sena tak acuh. "Aku tidak ingin terlihat bersemangat untuk bertemu denganmu."
Tiffany berdecak.
Setelah memesan cappuccino pada pramusaji yang menghampiri meja mereka dengan buku menu yang tidak ia lirik, lalu ia berpaling pada Tiffany dan berkata, "Langsung saja. Kau ingin mengatakan apa?"
Tiffany pura-pura tidak mendengarnya dan bertanya sambil lalu, "Bagaimana ceritanya kau dan Chanyeol bisa bertemu lagi?"
Sena memutar bola matanya. "Kalau kau ingin bicara soal si Idiot itu denganku, kau buang-buang waktu saja."
"Kenapa? Bukankah kalian pacaran?"
"Kata siapa?"
Tiffany mengangkat bahu dan berkata dengan enggan, "Entahlah. Kelihatannya begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
All-Mate911
FanfictionKata siapa kau tidak bisa membeli teman? All-Mate911 dipersembahkan untuk orang-orang yang kesepian, anti-komitmen, atau sekadar kelewat sibuk untuk mencari teman (atau mungkin tiga-tiganya). Di sini, kau bisa memilih penyedia layananmu sendiri da...