Chapter 14

9.8K 1K 185
                                    

takdir tidak punya selera humor (katanya)

-x-


"Halo, Ryu Merana."

Jimin bersiul meledek dan duduk di hadapan Sena dengan kaki bersilang. Sena tidak repot-repot mengangkat dagunya yang menempel di atas meja. "Jangan bicara," gumamnya.

Jimin berdecak, lantas menyandarkan punggungnya pada kursi dan bersedekap. "Ada apa? Pekerjaanmu tidak lancar? Sudah kubilang jadi teman sewaan itu bukan pekerjaan-"

"Sudah kubilang jangan bicara," ulang Sena datar.

"Hmm. Oke." Jimin kembali menegakkan punggung dan mengulurkan gelas cappuccino-nya. "Kau mau? Barangkali kau kekurangan kafein."

"Aku tidak kekurangan kafein, dan kopimu selalu terlalu manis untuk manusia."

Jimin mendengus. "Terserahlah, tapi jangan pasang tampang meranamu di sini. Kau menyebarkan aura-aura negatif yang tidak baik bagi kafe ini."

Sena mengangkat dagunya dengan malas. "Ya, aku sedang banyak pikiran. Berilah sedikit kelonggaran."

"Oh, akhirnya kau menunjukkan kepedulian pada hidup," balas Jimin ringan. "Apa yang kau pikirkan?"

Sena tidak ingin membicarakannya dengan siapa pun, tapi mungkin ia memang harus berbagi sedikit. "Ada seseorang yang sangat baik," mulainya ragu-ragu. Walaupun sok, menyebalkan, dan idiot, Chanyeol bisa dibilang baik. "Dia semacam menyatakan perasannya padaku."

"Semacam?"

"Yah, dia bilang dia menyukaiku," ralat Sena. "Aku menolaknya, tapi baru-baru ini aku bertingkah tolol, dan kurasa aku membuatnya merasa aku sudah berubah pikiran tentangnya. Masalahnya, aku sendiri tidak yakin dan aku ingin kami tetap berteman saja seperti sebelumnya. Dia bilang dia tidak bisa."

Jimin mengangguk-angguk dengan tampang sok bijak. "Hmm. Lalu?"

"Tidak ada lalu," gerutu Sena. "Hanya sampai di situ saja."

"Jadi apa yang kau pikirkan?"

"Dia hanya bilang dia tidak bisa," ulang Sena gemas. "Menurutmu apa artinya?"

"Artinya? Yah, sederhana saja," kata Jimin. "Entah maksudnya dia akan memaksamu sampai kau berubah pikiran, atau dia benar-benar akan berhenti. Dan jujur saja, menurutku 'tidak bisa' yang dia katakan lebih cenderung ke yang kedua. Maksudku, Chanyeol sudah sangat sabar menghadapimu yang begitu menyebalkan. Akan ada saatnya dia lelah dianggap main-main dan berhenti mengejarmu."

Sepasang mata Sena melebar ngeri. "Bagaimana kau tahu aku sedang membicarakan siapa?"

Jimin memutar bola matanya seakan itu sudah jelas. "Selain Sehun, aku tidak pernah melihatmu bersama makhluk berjenis kelamin laki-laki, jadi siapa lagi? Memangnya kau akan membicarakan Luhan-ku?"

"Oh, jadi kau dan si rata itu sudah berbaikan lagi."

Jimin mengangkat bahu dengan seulas senyum culas terpampang di wajah. "Itu hanya kesalahpahaman kecil. Tapi seru juga bisa gantian membuatnya panas-dingin, setelah biasanya aku yang bertingkah tolol."

Sena berdecak, lalu kembali bersandar pada kursinya dan terdiam beberapa lama. "Jadi, dia akan berhenti," gumamnya, lebih pada diri sendiri.

"Yep," sahut Jimin tanpa diminta. "Tidak menemuimu lagi. Mencari orang lain yang lebih baik. Hidup bahagia selamanya, bla bla bla."

Chanyeol tidak menemuinya lagi. Bagus. Itu yang Sena inginkan sejak dulu.

***

Sehun hampir terkena serangan jantung ketika melihat seorang gadis tinggi kurus berambut pendek itu berdiri di balik pintu dapur kafe. Syukurnya ia tidak memegang nampan penuh gelas, atau semuanya sudah pecah berserakan, atau malah lebih sial lagi, menimpa kakinya.

All-Mate911Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang