Dream (1) : Come Back

1K 278 159
                                    

Cewek yang langkahnya bersemangat menuju kelasnya itu bernama Aurellia Devindra. Tidak perlu disebutkan nama keluarganya, sebab dia punya alasan tersendiri untuk tidak menggunakannya jika tidak penting.

Senyumnya mengembang begitu menyadari kemarin adalah percakapan singkat dengan sahabatnya dan berakhir memutuskan sebuah keputusan.

"Va!" panggilnya begitu melihat punggung seorang cewek yang baru saja keluar dari salah satu kelas yang sudah dihapalnya.

Kelas itu adalah kelas Kanissa, yang kebetulan berbeda kelas sendiri dengan kelima temannya yang lain.

Ya, sekarang adalah tahun kedua enam bersahabat ini bersekolah di Wizard High. Semenjak peristiwa dulu, mereka hanya berenam tanpa Riana. Dan, ketika ingin naik kelas dan disuruh untuk menentukan jurusan yang akan diambil, semuanya memilih kesukaan masing-masing. Sebelumnya, agar kalian tidak bingung, Wizard High memang memperbolehkan siswanya memilih jurusan saat kelas sebelas.

Biar diperjelas terlebih dahulu. Aviva, Ananda, juga Nasya berada di kelas yang sama. Deora dan Aurel sekelas. Yang paling tidak diuntungkan dari semuanya hanya Kanissa, cewek itu duduk di kelas berbeda tanpa Alayers.

Berita baiknya mengenai pembagian kelas baru di kelas sebelas ini hanya ada dua.

Pertama, Aviva tetap sekelas dengan David karena kebetulan kelas mereka digolongkan kelas dengan nilai hasil akhir terbaik saat Semester Dua di kelas sepuluh. Kedua, Aurel dan Frans juga sekelas, hebatnya mereka juga satu tempat duduk.

"Hai!" cewek yang dipanggil tadi membalik badan sambil tersenyum lebar. "Kenapa? Mau minjem Buku PR?"

Aurel terkekeh mendengar pertanyaan Aviva. "Bukan. Cuma mau nyapa doang."

Aviva manggut-manggut. "Besok kita ke Apotik, mau nggak?"

"Ngapain?"

"Nyariin obat penghilang kantuk buat si Kanissa," jawab Aviva, matanya memutar malas. "Masa baru dateng langsung tepar di meja."

"Dia 'kan saudaranya Kalelawar," Aurel terkikik. "Lo mau ke kelas langsung?"

Aviva menimang sebentar baru kemudian mengangguk.

"Udah kangen David, ya?" goda Aurel sambil memainkan kilat jenaka.

"Tau aja! Gue nggak bisa bernapas dengan tenang kalo belum liat karang salju menggemaskan itu!" Aviva tersenyum lebar. "Kok lo nggak langsung ke kelas?"

"Males di kelas, Deora belum datang," jawab Aurel dengan raut wajah cemberut. "Yaudah, masuk kelas gih sana. Keburu, David digodain fans-fansnya."

"Whoaa ... lo bener! Yaudah, gue ke kelas duluan! Hati-hati Rel, awas tambah jatuh cinta sama Frans!" kata Aviva sambil berlari meninggalkan Aurel yang sudah berhenti di depan kelasnya.

Aurel menggeleng pelan. Sahabatnya itu masih saja terlihat gila walau sudah berpacaran dengan karang salju yang baru-baru ini kembali dingin. Aurel masuk ke kelasnya kemudian duduk di kursinya.

"Rel, udah siap Fisika belom?" Ferro bertanya. Yap, berita buruknya adalah, Aurel tetap satu kelas dengan teman jadi-jadiannya di kelas sepuluh dulu.

"Udah," inilah yang patut disyukuri saat mengetahui kelas enam alayers ini sudah berbeda. Mereka tidak lagi mengandalkan Aviva ataupun Ananda, mereka sudah terbiasa mengerjakan Pekerjaan Rumah sendiri-sendiri.

"Pinjem, dong!" pinta Ferro dengan raut wajah memelas.

"Asal jangan sampe lecek kertasnya," Aurel membuka tasnya kemudian mengeluarkan buku yang tadi malam dicoret-coretnya untuk menemukan hasil jawaban dari soal.

Same DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang