Dream (3) : Stopping

515 228 102
                                    

Aurel mengusap wajahnya setelah selesai berdoa. Dia menekuk lututnya kemudian meletakkan kedua sikunya di sana sambil memperhatikan Frans yang belum selesai latihan.

"Segitunya banget Frans, jangan dikerahin semuanya. Kalo tenaga lo udah keluar semua, buat lomba nanti mana?" tanya Jasva yang duduk di samping Aurel.

"Nanggung, lagian kalian aja yang cepat banget istirahatnya." Frans masih sibuk meninju samsak di depannya.

"Lo yang terlalu berambisi buat lomba kayanya diantara kita berempat," celetuk Wifa yang baru datang untuk mengambil minum. Dia melempar satu botol air dingin pada Jasva dan Aurel. "Istirahat gih."

"Mantan lo emang bandel banget, ya, Rel." Jasva mengucapkan kalimat itu dengan nada santai, berbanding terbalik dengan reaksi tubuh Aurel saat mendengarnya.

"Yah." Aurel menggedikkan bahu. "Untung udah jadi mantan."

Aurel memfokuskan matanya lagi pada gerakan Frans yang masih berlatih. Topik pembicaraan seperti tadi pasti tidak akan terjadi jika tahun lalu Frans tidak menawari Aurel kerjasama yang malah membuntukan perasaan Aurel.

Tahun lalu, saat perasaan seorang Aurellia tengah membuncah pada Frans Ruriano, Aurel harus menerima kenyataan bahwa sahabatnya berpacaran dengan Frans. Saat mengetahuinya, Aurel tak langsung marah. Dia hanya kesal karena sahabatnya tak memberitahukan masalah itu padanya. Tapi, karena seseorang, emosi Aurel berhasil terpancing.

Tahun lalu, untuk memperbaiki semua hal. Aurel memutuskan untuk melupakan Frans. Namun, semua semakin rancu ketika Frans menawarinya kerjasama. Aurel harus berpura-pura jadian dengan Frans.

Bayangkan saja hari-hari Aurel. Dia harus berusaha tertawa, tersenyum, bahagia secara tulus selama menjadi pacar 'bohongan' orang yang selama ini disukainya.

"Rel?! Udah nyampe mana melamunnya?" tanya seseorang sambil mengibas-ibaskan tangannya di depan wajah Aurel.

Aurel tersentak. Tak sadar bahwa dia baru saja melamun. "Eh? Udah siap aja, Frans?"

"Kak Dedi suruh istirahat," kata Frans sambil meneguk botol air minumnya

"Pagi!" seru Dedi dengan senyum mengembang. "Kelihatannya udah semangat banget nih, ya, buat lomba."

"Frans aja yang siap, kita enggak," cetus Wifa.

"Haha," Dedi tertawa. "Barang-barang kalian udah ada di kelas, kan? Kita langsung berangkat masalahnya sekarang. Gini, gue harap waktu lomba yang kalian prioritaskan itu bukan menang atau juara, tapi mengharumkan nama Wizard High. Jangan pakai emosi kalian waktu lomba. Kalau lawan udah jatuh dan nggak bisa bergerak, akhiri pertandingan. Jangan bikin kalian kehilangan poin." Dedi memberi pengarahan.

"Kita nanti tidur di asrama, Kak?" Aurel bertanya setelah mengacungkan tangan.

"Iya, lo semua bakalan dapat kamar. Tapi, teman sekamarnya dari sekolah lain yang ikut. Nggak teman dari sekolah. Tujuannya, supaya akrab aja sesama peserta." Dedi tersenyum dan melihat ke arah tiga adik-adik didikannya lagi. "Ada yang mau ditanyakan lagi?"

"Kalau kita udah menang terus finalnya minggu ini juga? Nggak ada selang waktu? Atau gimana?" Itu pertanyaan dari Frans.

"Minggu ini semuanya dilaksanakan. Jadi, minggu ini juga finalnya." Dedi duduk diantara mereka. "Harumkan, Wizard!"

"Ya!" seru mereka berempat yang masih berpakaian Taekwondo.

"Yaudah, supaya semuanya lancar. Kita doa aja dulu, semoga perjuangan kalian di Kejuaraan nggak sia-sia," perintah Dedi dan mereka berempat menurutinya.

Same DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang