Rombongan taekwondo sudah bersiap-siap menaiki bus untuk segera kembali ke rumah masing-masing dan nantinya akan beristirahat. Tentunya, setelah tadi menghadiri acara penutupan. Dan, sejak tadi pula, Aurel tidak melihat Frans sama sekali.
Ya, Aurel belum melihatnya, dan belum sempat menanyakan maksud kata-kata terakhirnya.
“Lo yakin nggak ada yang ketinggalan?” tanya Jasva, memastikan.
Aurel mengangguk. “Udah masuk semua, kok.”
“Kalau ada yang ketinggalan, nggak ada acara balik-balik, ya,” peringat Jasva, lalu diangkatnya koper berisi pakaian Aurel ke dalam bus.
Selain untuk dicintai, bukankah itu gunanya memiliki sahabat laki-laki?
“Rel.”
Mendengar seseorang memanggilnya, Aurel membalik badan dan tersenyum pada orang yang datang. Atau mungkin bisa diralat, Aurel hanya tersenyum selama tiga detiik lalu setelahnya berhenti tersenyum karena mati gaya.
“Kaaakkk Jasvaa! Minta aiiirrrr!” teriak Aurel, tetapi matanya masih terfokus pada seseorang di depannya. “Enggak. Enggak. Enggak. Gue halu. Gue halu. Gue halu. Astgahfirullah.”
Perlahan, orang di depannya mengambil tangan Aurel. “Lo nggak halu.”
Aurel mengintip menggunakan mata sebelah kiri. “Lo asli?”
“Iya.”
“LO RIANA BENERAN?!” seru Aurel, menghambur memeluk Riana yang ada di depannya. “BANJIR, LONGSOR, BADAI, TOPAN, GEMPA BUMI! INI SERIUS LOOO.”
Riana membalas pelukan itu. Senyumnya sedikit tertarik melihat reaksi Aurel.
“Tau nggak sih, Ri? Gue dikatain halu sama Frans waktu gue ngeliat lo malam kemaren-kemaren.” Aurel cemberut setelah melepas pelukan. “Padahal gue yakin banget yang gue liat itu beneran lo. Gue nggak mungkin halu.”
Riana belum memberikan respon.
“Kemana aja sih lo selama ini? Kenapa nggak pernah ngasih kabar ke gue dan anak-naka?” tanya Aurel sesegukan karena air matanya meleleh. “Terus kenapa lo ngehindar dari gue malam itu?”
“Gue cuma ngerasa nggak pantes,” kata Riana lalu memalingkan wajah.
“Nggak pantes karena apa? Dari dulu, sebelum kesalahan lo di masa lalu, lo tetep sahabat gue, sahabat anak-anak. Nggak ada alesan nggak pantes.” Aurel menyeka air matanya dengan punggung tangan. “Atau lo malu karena kepergok lagi berduaan sama cowok di tengah malam?”
“Malu dipergokin lo dan Frans yang lagi jalan tengah malam gara-gara gue berduaan sama cowok?” Riana terkekeh. “Gue rasa, itu cukup lucu.”
“Lo kok tau gue ada di sini?” tanya Aurel.
“Sebejatnya gue di masa lalu, gue masih sayang kalian,” kata Riana. “Gue nyari informasi tentang lo.”
“Dengan cara jadi sider handal di Grup Chat?” tebak Aurel jenaka. “Sesekali, munculin diri lo di Grup kek, buat para alayers itu histeris.”
“Lo udah mau balik?”
Terlambat jika Riana melakukan upaya mengindar, karena Aurel sudah lebih dulu melihat cowok di belakang sahabatnya itu. Ya, Aurel tau kalau pertanyaan Riana barusan bertujuan agar Aurel tidak mengungkit perihal cowok ganteng di belakang Riana itu.
“Ini cowok yang waktu itu?” alis Aurel naik-turun, senyumnya merekah sempurna. “Cieeee udah bisa move on dari Bang Azka.”
Riana memutar bola mata. “Keliatan banget kalo gagal move on.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Same Dream
Teen FictionThe Alayers Series (2) : Aurellia Devindra Ariadana. Keinginan dan mimpi mereka itu sama. Aurel ingin melupakan Frans. Frans ingin melupakan Aviva. Mereka tahu melupakan itu memang sulit. Karena melupakan bukan salah satu rencana ketika hend...