Baru saja dua bulan mereka berpacaran. Kini harus sendirian lagi. Padahal awalnya dia ingin mengatakan pada kedua orang tuanya kalau sekarang dia tidak sendirian lagi. Dia sudah memiliki orang yang mencintainya dan menjaganya. Tapi itu semua sudah berakhir.
Pagi-pagi Ellisa datang kerumah bu Anita. Dia langsung masuk kedalam dan melenggang pergi kekamar bu Anita.
Ketika pintu terbuka terlihat bu Anita yang menangis diatas tempat tidur dengan mata yang penuh sembah. Pasti semalaman bu Anita menangis. Bergegas dipeluknya tubuh bu Anita dan menghapus air matanya.
"Oh my god, mom! Ada apa dengan mom? Kenapa mata mom sampai sesembab ini? Apa mom menangis semalaman?"bu Anita hanya mengangguk saja.
"Ceritalah mom. Momi kenapa?"
"Ellisa, mungkin takdir momi harus sendirian"
"Kenapa mom bilang begitu"
"Hari ini Burhan meninggalkan momi"katanya sambil menangis keras dipelukan Ellisa.
"Apa??? Beraninya dia menyakiti momi. Dengan wanita mana dia selingkuh!"tanya Ellisa marah.
"Bukan selingkuh. Tapi dia pulang kekotanya dipalembang. Dan dia pernah bilang pada momi kalau dia balik kekota dia tidak akan pernah balik kesini lagi"
Kemarahan Ellisa reda mendengar penjelasan mominya. Dielusnya rambut bu Anita yang hitam dan acak-acakan.
"Sudahlah mom. Mungkin pak Burhan bukan jodoh momi. Relakan saja mom"pinta Ellisa yang sedang menyodorkan segelas air putih.
Diteguknya berkali-kali sampai kandas lalu gelasnya ditaruh diatas nakas.
"Tapi Ellis. Momi dan pak Burhan baru senang-senangnya. Dan momi baru mulai merasa kalau masih ada laki-laki yang mau menerima momi apa adanya."
"Tapi mom, kalau tuhan memang berkehendak lain harus bagaimana lagi. Mungkin bukan pak Burhan jodoh mom"bantahnya agak kesal.
Ellisa juga sangat kecewa. Bu Anita baru terlihat bahagia setelah mereka bertemu lima tiga tahun yang lalu. Dimana mereka sama-sama terpuruk karena nasib yang dijalaninya. Tapi kini harus terenggut lagi dari tangannya.
"Momi. Akan berangkat besok"Ellisa kaget dengan keputusan mominya. Padahal rencananya masih lima hari lagi dia berangkat.
"Mom, momi masih emosi. Kakek dan nenek pasti lebih sedih lagi melihat mom seperti ini"
Bu Anita hanya menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau terpuruk. Baginya dia akam bahagia dan bisa melupakan masalahnya kalau dia pergi kerumah orang tuanya.
Ellisa hanya bisa mengendus keras. Lalu melangkah keluar kamar dengan wajah agak cemberut. Bu Anita yang melihatnya bergegas menyusul dan memeluk Ellisa.
"Maafkan momi sayang"
"Ellisa tidak marah. Hanya saja Ellisa akan kesepian tanpa momi disini. Pasti momi akan lama disana"
Bu Anita menggeleng menandakan tidak akan lama.
"Momi janji. Momi akan pulang saat pesta hotel Alex"
Wajah Ellisa kembali berseri-seri mendengar janji mominya."benar mom.??!"tanyanya yang masih tak percaya. Bu Anita mengangguk dengan tersenyum.
Kemudian Ellisa membantu menata pakaiannya. Bu Anita hanya membawa beberapa pakaian saja. Disana bu Anita masih memiliki pakaian yang masih disimpan dilemarinya. Mengingat badan bu Anita yang tidak pernah berubah. Dia selalu ramping dan sexy. Walau dia pernah hamil juga.
Saat Ellisa membuka lemari kecil yang tidak pernah melihat bu Anita menyentuhnya. Tanpa diduga dia terkaget-kaget. Dia melihat peralatan baby yang sangat lengkap. Semuanya terlihat cantik dan imut. Ellisa menyentuhnya dengan tangan bergetar. Seakan dia menyentuh barang yang sangat berbayaha.
"Ke-kenapa mom masih menyimpannya?"tanyanya penasaran.
Bu Anita berhenti sejenak dan berbalik melihat Ellisa.
Dia menghela napas keras sambil duduk diatas tempat tidur. Ellisa yang tidak mendapatkan jawaban membalikkan badan dan mendekat kemominya
"Momi tidak bisa membuangnya"
"Kenapa?"
"Momi...entah kenapa, momi masih berharap suatu hari nanti momi bisa melihatnya menangis dan tersenyum"air mata bu Anita membasahi pipinya. Matanya terasa sangat panas mengingat perkataan suaminya.
"Tapi... itu.... itu tidak mungkin. Momi sudah berobat kemana-mana dan hasilnya negatif. Hingga akhirnya momi pasrah. Apa lagi setelah suami momi menceraikanku. Momi sudah tidak mau. Orang yang sangat momi cintai tega meninggalkan momi"
"Sudah mom. Kan momi punya Ellisa. O ya mom, kenapa momi tidak mengadopsi baby saja"
"Suamiku tidak mau. Dia hanya ingin anak dari darah dagingnya. Mungkin sekarang dia sudah bahagia dengan keluarga barunya"
Ellisa kembali memeluknya. Diusapnya air matanya dari pipinya. Bu Anita tersenyum dan membalas pelukannya.
**********
"Bagaimana bisa??"ucapnya sambil kedua tangannya menggebrak meja. Alex merasa kesal dengan informasi yang didengarnya. Dia tidak percaya kalau kerjasamanya dengan pak Anton gagal.
"Bukankah semuanya sudah sesuai rencana. Kenapa bisa batal?"tanyanya geram.
"Alexander harper!tenanglah. Inikan hanya kerjasama biasa. Jadi kenapa kamu semarah itu"ucap Joni dengan santai sambil kedua jemari kirinya menjepit batang rokok. Sesekali disesapnya.
"Maaf pak. Katanya dia mendapatkan tawaran yang lebih dari kita dengan ny. Vanesa"
Mata Alex semakin melotot seakan mau keluar dari kantong matanya karena kaget. Begitu juga dengan Joni yang langsung menancapkan batang rokoknya keasbak dengan geram. Alex kembali terduduk dikursinya. Dan sekertarisnya kembali ketempatnya.
"Kamu harus hati-hati. Dia sudah kembali. Mungkin dia melakukan itu karena dia ingin mengikatmu lagi dengan hubungan yang kamu campakkan"pinta Joni untuk waspada sama Vanesa.
Vanesa. Dia itu mantan tunangan Alex. Dia kecewa karena dia telah diputuskan dari pertungannya. Dan menikahi Airin.Kini dia muncul lagi. Bahkan merebut kliennya.
"Kamu benar. Aku harus hati-hati padanya. Apa lagi dia sudah bisa merebut klienku. Pasti ada rencana lain dibalik semua ini"
"O ya, bagaimana pestanya. Apa kamu benar-benar akan mengajaknya datang?"
"Tentu. Aku akan mengajaknya. Mungkin tak lama lagi aku akan nenikahinya"Joni mengernyit mendengarnya."dia adalah hidupku. Dia kesempatan kedua bagiku setelah Airin"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart Boat
RomanceTerima kasih pada teman-teman yang sudah mau menyempatkan membaca karya novelku. Semoga senang dengan ceritanya. Ini karya pertamaku. Bagi saya membaca novel itu menyenangkan. Bisa melambungkan hayalan untuk melupakan penat sesaat. Saya dwi isa meng...