Forbidden Lab

488 20 0
                                    

Bisa dikatakan hari Minggu di awal bulan adalah hari tersialku, ayahku menerima bayaran dan ini saatnya ibuku berbelanja di pusat perbelanjaan. Walaupun sudah berusia lanjut, ibuku tetap saja tidak ingin ketinggalan berita terkini mengenai Fashion.

“Ibu, apa belanjanya belum selesai? Aku ingin tidur.” Aku menguap lebar sekali, tak peduli dengan orang-orang yang menatapku toh aku juga tidak peduli kalau mereka bersendawa di hadapanku.

“Ibu masih ingin belanja. Kalau kau bosan, jalan-jalan saja sendiri.” Lihat! Bagaimana aku tidak berpenampilan modis kalau ibuku saja seperti itu, bagiku membuang uang untuk belanja pakaian yang tidak perlu itu tidak ada gunanya. Lebih baik ditabung atau untuk makan. Ah, aku lapar sekarang.

Kakiku melangkah menuju outlet es krim terkenal yang berada di lantai 1, setelah pesananku selesai, aku langsung menjatuhkan tubuhku di kursi panjang depan outlet donat ternama. Pusat perbelanjaan ini masih cukup sepi karena baru buka beberapa hari yang lalu, banyak juga outlet-outlet yang belum buka karena masih tahap finishing dalam renovasi.

Ketika aku sedang asyik menyantap es krimku, seorang wanita baya duduk di sebelahku. Tidak ada yang aneh dengan penampilannya hanya saja tatapannya seperti Profesor Sibyll Patricia Trelawney dalam serial Harry Potter ketika meramal kematian murid-muridnya. Tatapannya itu membuatku gugup, rasa manis dari es krim cokelat berubah menjadi getir seperti ramuan tradisional yang selalu nenekku bawa ketika berkunjung.

“Apa kau salah satu murid dari Sekolah Britania?” Tanya wanita itu. Aku mengangguk dengan sendok es krim masih menggantung di mulut, tangan wanita itu menggerayang di udara seperti mencari sesuatu. Sepertinya beliau benar-benar titisan profesor gila itu.

“Hati-hatilah, ada beberapa murid yang akan terjebak dalam ruangan antah beranta di Britania... bahan-bahan akan meledak... dan... mati!!”
Uhuk, uhuk! Untung saja sendok es krimku belum tertelan, ucapan wanita itu membuatku hampir mati. Apa beliau salah satu pasien rumah sakit jiwa yang kabur beberapa menit yang lalu? Aku harus segera melaporkan wanita ini.

“Apa kau tidak apa-apa?”

“Ya, saya tidak apa-apa.” Sepertinya wanita baya itu bukan pasien yang kabur dari rumah sakit jiwa.

“Apa kau Venus Summer Shine?” Aku mengangguk, aura aneh itu kembali terpancar dari tatapan matanya. “Kau akan mati... karena kau bagian dari murid-murid itu...”

“Itu tidak mungkin.” Ucapku sambil tersenyum, aku berbalik sebentar untuk membuang cup es krim. Hei! Ke mana perginya wanita baya itu, aku yakin aku hanya membutuhkan tiga detik untuk membuang cup es krim. Jika wanita baya itu pergi, seharusnya masih meninggalkan jejak.

Pulang dari rutinitas bulanan ibuku, aku langsung bergegas menuju rumah pohon. Kejadian seperti ini harus kuceritakan. Karena tak sabar, aku pun berlari tergesa-gesa hingga beberapa kali tersandung batu.

“Venus, kau kenapa? Kau terlihat seperti dikejar hantu.” Tanya Lussy. Segelas air terulur ke arahku, aku tersenyum mengucapkan terima kasih pada Ken yang telah memberiku air. Aku sangat haus sekali.

“Dia itu penyihir, tentu saja hantu itu mengejar Venus karena dia temannya.”  Kulempar Matt  dengan gelas plastik bekas kopinya.

“Aku bertemu dengan seorang nenek, dia mengatakan kalau aku akan mati. Bagaimana ini!!!”
Tamparan pelan membelai pipiku, sakit sekali rasanya! Tapi kenapa Smith menampar pipiku?

“Summer, gunakan logikamu, memangnya nenek itu Tuhan? Bukan! Jadi kau tidak perlu takut. Hanya Tuhan yang tahu kapan kau akan meninggal!” Ini pertama kalinya Smith berbicara layaknya lelaki, penuh wibawa dan tegas. Dan ini kali pertamanya juga dia marah padaku, wah! Aku takjub pada perubahannya.


-ooo-

Stories At SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang