Fiuh, aku tidak tahu kenapa seseorang yang menjabat sebagai guru, dosen, atau apa pun itu suka sekali membaca buku setebal lebih dari 500 halaman. Pantas saja kebanyakan dari mereka memakai kacamata, terlalu banyak membaca bisa membuat minusmu bertambah. Jadi kuperingatkan bagi kalian semua untuk memberi jeda jika kalian ingin membaca agar mata kalian tidak minus, tapi kalau kalian ingin minus terserah kalian.
Mrs. Penelope memintaku untuk membawa buku-bukunya ke perpustakaan. Buku sastra Yunani yang memiliki tebal 350 halaman ini membuat tanganku hampir patah, jika hanya satu tidak apa-apa tapi ini tiga sekaligus!
“Bukankah itu Sony?” Tatapanku menatap Sony yang tampak tergesa melangkah menuju atap sekolah. Tadinya aku ingin membiarkan, tapi sayangnya aku terlahir sebagai seseorang yang memiliki rasa penasaran yang tinggi. Tapi bagaimana dengan buku-buku ini?
“Venus, bisakah kau bergeser? Kau menghalangi teman-teman yang ingin masuk.” Aku menatap Bella–selaku ketua perpustakaan–dan menoleh ke belakang. Kemudian aku tersenyum.
“Ini buku pinjaman Mrs. Penelope, beliau sudah selesai. Semua kuserahkan padamu, terima kasih.” Aku tidak peduli, ketiga buku itu langsung kuberikan ke Bella dan berlari mengejar Sony.
“Sedang apa dia disana?” ketika kakiku hendak mendekat, kesempatanku sudah diambil Boy. Mereka terlibat dalam sebuah pembicaraan yang membuatku mengambil tempat sembunyi tak jauh dari mereka berdua.
“Kau sedang apa?” bisik Boy lirih.
“Tentu saja sedang mengamati gadis itu.” Gadis itu? Jadi Sony datang kesini untuk mengamati seorang siswi yang entah sedang melakukan apa disana?
Kutajamkan pandanganku agar objek yang dimaksud Sony tertangkap dalam kamera penglihatan. Yang kutangkap adalah seorang perempuan yang tengah menari dengan begitu energiknya.
“Namanya Narsha Angela.” Gumam Boy. Narsha Angela? Nama itu seperti tidak asing, tapi aku lupa dimana dan kapan aku mendengar nama itu. Oh iya, gadis itu salah satu primadona Britania.
“Aku tahu.”
“Dari mana kau tahu?” apa? Jadi Sony sudah kenal dekat dengan gadis itu? Mataku kembali menyipit ketika Narsha menghampiri laki-laki itu, Sony tampak gugup karena tertangkap tengah mengintai.
“Apa yang kau lakukan disini?” tanya gadis itu.
Kupanggil Boy ketika mendekat ke arahku, tentu saja dengan bisikan. Aku tidak mungkin mengintai Sony sendiri seperti orang yang tidak memiliki kegiatan, jadi aku meminta Boy untuk menemaniku.
“Aku... aku sedang mengobrol dengan Boy.”
“Boy? Apa dia hantu?” tawaku hampir meledak jika aku tidak sadar diri. Astaga, bagaimana bisa orang seperti Boy yang memiliki berat badan diatas normal tidak terlihat? Ini sungguh menggelikan.
“Aku tahu kau sedang menertawakanku, bersiaplah karena aku akan mengurangi makan siangmu.”
Apa? Porsi makan siangku akan dikurangi?! Bisa mati aku jika itu terjadi. “Ayolah, Boy. Bukan kau yang kutertawakan, tapi ekspresi Sony ketika mendengar jawaban Narsha. Jadi, jangan kurangi porsi makanku ya?” pintaku dengan wajah layaknya anak kecil.
Boy bergeming, kuhembuskan napas dan kembali menguping pembicaraan Sony. Tak peduli dengan Boy yang kini benar-benar pergi meninggalkanku sendiri. “Bukan, dia itu–” Aku kembali tertawa melihat ekspresi bodoh Sony untuk yang kedua kalinya. Tapi yang membuatku heran, Narsha memberikan senyum manis setelah mendengar jawaban Sony. Tidak seperti perempuan-perempuan lain yang pasti akan bertindak tak peduli.
“Kudengar kau pandai menari, apa kau mau menari denganku? Kebetulan aku membutuhkan pasangan sekarang, bagaimana?” apa lagi ini? Narsha mengajak Sony untuk menjadi pasangan menari, kudengar untuk menjadi pasangan gadis itu tidaklah mudah. Si pasangan harus memiliki wajah rupawan, menguasai berbagai macam gerakan tari, dan tentunya seksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stories At School
HumorSemuanya terjadi di sekolah yang pada awalnya tidak kuinginkan. Banyak hal yang terjadi di sekolah itu. Aku dan sahabat-sahabatku menemukan berbagai macam cerita berbeda setiap hari, dan inilah ceritaku tentang sekolahku.