New Student

389 14 2
                                    

Dengan tergesa-gesa aku berlari menuju toilet. Untung saja saat ini pelajaran tengah berlangsung, jadi aku tidak terlalu menanggung malu karena rokku yang berwarna merah di bagian belakang. Ini memalukan sekali.

Aku langsung mengunci pintu dan melepas rokku. Astaga, ternyata banyak sekali! Kubersihkan semuanya lalu kubuang dan mengganti yang baru. Tapi... DIMANA ROK CADANGANKU?!!!
Ya Tuhan, tas kecilku kuletakkan di atas wastafel. Karena terburu-buru, aku lupa kalau tas itu tertinggal. Tidak mungkin aku keluar dari bilik ini hanya menggunakan celana pendek saja, walaupun jaraknya hanya beberapa langkah. Bagaimana kalau ada yang melihatku seperti ini??

Kutajamkan pendengaranku, sepertinya tidak akan ada orang yang masuk sampai lima menit ke depan. Baiklah, aku akan berlari secepat kilat untuk mengambil tasku.
Baru saja pintu bilikku terbuka, seseorang pun masuk. Untung saja baru terbuka setengah. Suara benda-benda berbenturan dan air mengalir menggema, sepertinya orang itu sedang membenarkan riasan.

“Tas siapa ini?” tas? Ya Tuhan, tasku!

“Itu milikku.” Tak ada sahutan, apa orang itu berpikir bahwa aku adalah hantu??

“Hei, kau! Bisa lemparkan tas itu? Aku ada di bilik kedua.”

“Baiklah.”

HAP!

Tasku kembali, “Terima kasih.”
Buru-buru kupakai rokku dan merapikan semuanya. Sebentar lagi pelajaran Mr. Adam akan berakhir lalu berganti dengan pelajaran nenek sihir yang suka dengan matematika.

Saat pintu terbuka, aku melihat seseorang masih berdiri disana. Sepertinya dia menungguku. “Terima kasih untuk tadi.”

“Tidak masalah,” dia tersenyum. Senyumannya sangat manis, mengalahkan permen-permen yang selalu dibawa Candy.
Dari penampilannya, sepertinya dia murid baru. Dan lagi, sepertinya dia termasuk putri kelas atas. Pakaian yang dipakainya terlihat mewah walaupun secara sekilas terlihat biasa saja. Tapi aku tahu persis mantel yang dipakainya itu berasal dari rumah fashion Louis Vouitton.

Nenek sihir itu! Bisa dihukum aku jika terlambat, “Maaf, aku harus segera kembali. Terima kasih.” Jika tadi aku tergesa karena sudah tidak tahan untuk mengganti rok, kali ini aku tergesa karena takut kepalaku akan dipenggal.

“Haah!” Kurentangkan kedua tanganku sambil menghembuskan napas berat, dua jam bersama nenek sihir aritmetika itu ternyata buruk sekali. Tapi naas untukku, lima hari dalam satu minggu aku harus bertemu dengan nenek sihir itu.

Kumasukkan buku matematikaku lalu mengambil buku sosiologi, pelajaran ini cukup menyenangkan untukku. Karena di pelajaran ini biasanya kami diberi tugas merangkum lingkungan sekitar kami, seperti: bagaimana tanggapan sekitarku tentang budaya Barat yang semakin kesini semakin melewati batas?

Dari jendela, kulihat sosok Mr. Ferdinand melangkah dengan tubuh rentanya memasuki kelas kami. Tapi sepertinya beliau tidak sendiri, ada seseorang yang sepertinya tidak asing untukku.

“Selamat siang, hari ini kalian kedatangan teman baru. Dia pindahan dari Jerman, silakan masuk.”

Ah! Dia gadis yang menolongku tadi pagi. Jadi dia murid baru disini, tapi kenapa dia masuk ke kelas romawi? Bukankah dia pindahan dari Landfermann? Setahuku, sekolah itu merupakan sekolah tertua di Jerman dan hanya orang-orang yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata saja yang bisa masuk ke sekolah itu.

“Selamat siang semuanya, Namaku Elizabeth Valza. Kalian bisa memanggilku Eli.” Nama belakangnya terdengar unik.

“Smith, lihat itu!! Bukankah dia cantik?”

“Matt, jangan menggangguku. Kau bisa membuat cat kukuku berceceran ke mana-mana.” Salah satu hobi Smith, memakai cat kuku di dalam kelas.

“Coba lihatlah!” Aku tertawa ketika Matt memaksa Smith dengan menarik wajah laki-laki itu menghadap ke arah depan.

Stories At SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang