Triangle Love

448 16 1
                                    

Aku malas berangkat sekolah jika tidak ada pelajaran seperti ini. Setelah pelatihan menghadapi ujian nasional, biasanya ditiadakan pelajaran selama satu minggu penuh. Padahal hari pertama belum usai, tapi aku sudah merasa bosan.

Aku terbiasa mencari kesibukan jika tidak ada tugas yang harus dikerjakan, tapi apa yang harus kukerjakan hari ini?? Oh ya, aku masih memiliki beberapa sketsa gaun yang belum kuselesaikan.
Kuambil sebuah buku khusus untuk menggambar sketsa dan melanjutkan beberapa sketsa gaun yang belum sempurna.

“Ken, boleh aku pinjam pensil warnamu?” Pintaku pada Ken dengan tatapan masih terfokus menyelesaikan kesalahan kecil pada rancanganku.

Merasa tak ada jawaban, aku menoleh dan  menemukan laki-laki yang kumaksud tengah tersenyum. Aku menoleh ke belakang, ke kiri, dan ke kanan tapi tak ada siapa pun selain kami berdua di kelas itu. Gemas, aku pun menarik hidungnya untuk memastikan bahwa Ken masih waras.

“Aaa!!!” Ken menjerit dan memegang hidungnya yang baru saja kutarik dengan cukup keras.

“Kenapa kau menarik hidungku? Ini menyakitkan!”

“Maaf,” aku yang merasa bersalah pun ikut mengelus hidung laki-laki itu, “Kenapa kau senyum-senyum sendiri seperti tadi? Apa kau tahu, kau  membuatku takut.” Lagi, laki-laki itu kehilangan fokusnya. Sebenarnya apa yang ada dalam pikirannya sehingga bertingkah bodoh seperti ini?

“Ken, sadarlah!” Kutarik hidungnya untuk yang kedua kali.

Ketukan pintu mengalihkan fokus kami. Kami menoleh dan menemukan Patrick tengah berdiri tersenyum pada kami, “Patrick?”

“Hai, Venus. Ayo kita beli es krim!” Ajaknya yang membuat wajahku berseri-seri. Aku langsung memasukkan barang-barangku ke dalam tas dan  meninggalkan Ken sendiri.

“Ken, katakan pada yang lainnya kalau malam ini waktunya kita menginap di rumah pohon.” Pesanku pada Ken sebelum pergi.


Puas memakan es krim, aku mengajak Patrick jalan-jalan ke salah satu kawasan di pusat kota yang jarang dikunjungi remaja seperti Patrick. Kalian tahu maksudku, kan? Aku yakin kalau Patrick belum pernah mengunjungi kawasan ini karena pasti laki-laki itu selalu belanja di pusat perbelanjaan mewah.

Aku pun menyuruh Patrick untuk mencicipi jajanan kaki lima yang berada disana. “Kau ingin tahu sesuatu yang menyenangkan?” Tanyaku pada Patrick yang masih memakan bola-bola kepiting.

“Apa?”

“Ayo!” Kutarik tangannya memasuki sebuah toko binatang peliharaan, disana kami mulai bermain-main dengan binatang-binatang liar yang sudah jinak.

Kami dibantu seorang pelayan untuk menggendong ular piton  yang ukurannya lumayan besar dan Patrick menyuruh pelayan itu untuk mengambil gambar kami berdua. Wah! Aku sudah tidak sabar untuk menunjukkan hasil foto itu pada sahabatku.

“Terima kasih.” Ujar kami berdua sambil berjalan keluar dari toko itu, kami kembali melanjutkan jalan-jalan kami yang tertunda.

“Apa kau lapar?” Aku mengangguk, “Kau ingin makan apa?”

“Mmm... aku ingin makan–” Yang terlintas di pikiranku saat ini adalah aku ingin makan sesuatu yang mengandung banyak kalori dan aku tahu dimana aku bisa mendapatkannya.

Tibalah kami di salah satu restoran makanan cepat saji yang terkenal karena maskotnya si badut berambut merah, kebetulan hanya restoran itu saja yang jaraknya cukup dekat. Aku memilih duduk di meja yang letaknya di luar, sambil menunggu Patrick membawa pesananku.

Setelah sepuluh menit menunggu, Patrick datang bersama baki penuh makanan dan minuman. Terlalu lapar, aku langsung menyantap roti isi daging dan keju yang aku pesan tadi. “Kau lucu sekali.” Patrick  menunjukkan foto ketika aku tengah menyantap makananku. Kapan dia memotretnya? Jelas-jelas tadi dia tidak sedang memainkan ponselnya. Aneh.

Stories At SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang