Aku, Luke, dan Ashton berjalan berdampingan ditemani oleh Pak Wayan, seorang pemandu wisata di danau ini. Ya, memang aku yang memintanya secara eksklusif karena seperti yang dikatakan Harry bahwa aku belum pernah sama sekali menginjakkan kaki kemari. Pak Wayan menjelaskan bagaimana bisa ada sebuah Pura di area sini dengan detail kepada kami. Ah, tidak! Aku bahkan tidak terlalu mengerti apa yang sedang ia jelaskan. Maksudku, aku sedari tadi melirik Ashton yang menampakkan wajah kusutnya. Hanya Luke yang anteng mendengarkan penjelasan Pak Wayan.
"Okay, do you understand well?" tanya Pak Wayan memberhentikan acara keliling kami sejenak.
"—or any question again?" sambungnya. Luke mengacungkan jari telunjuknya seperti seorang murid yang ingin bertanya sesuatu yang tidak dimengerti kepada guru. Karena memang aku tidak terlalu menyimak, kukira aku akan berdiam diri saja seolah-olah sudah paham dan tidak memiliki pertanyaan.
"Yes, mister!" Luke mengusap-usap kedua telapak tangannya begitu Pak Wayan menanggapi lelaki ini.
"When do people pray at that temple?" dan sekali lagi Pak Wayan menjelaskan dengan sedetail-detailnya diikuti Luke yang mengangguk-angguk.
Aku berjalan pindah ke sebelah Ashton memberikan posisi leluasa untuk Luke dan Pak Wayan. "Are you still mad at me?" Dia menatapku sejenak sebelum akhirnya mengalihkan pandangan ke arah lain. Ashton membuatku mendengus kali ini.
"Oh please! If you were mad at me because my words, I am really sorry. You know, I did not mean to." Ashton menyentuh puncak kepalaku.
"I am not mad. I am just, you know that women who wearing weird cloths making me curious." Aku mengarahkan mataku pada sesuatu yang ditunjuknya. Oh, baiklah. Tidak ada wanita yang menggunakan sewek dan kebaya di Australia.
Kuhembuskan nafas panjang karena mengira bahwa Ashton marah mengenai masalah berenang yang tidak kubolehkan itu, ternyata hanya penasaran pada pakaian. "That cloth is traditional."
"Where can I find it? I want to buy it for Lauren and Mom. Perhaps, they will like." Mataku melebar mendengarnya. Wah! Bakalan jadi beneran nih kayaknya ke Sukawati. Lagian Ashton macem-macem aja sih mintanya begituan. Omong-omong di rumah banyak setelan kayak gitu. Bukan punyaku sih, tapi punya ibu sama pembantu rumah tangga.
"You really want to?" Ashton mengangguk semangat dengan lesung pipi yang tercetak sangat nampak membuatku gemas ingin menyentuhnya.
"Last day before you four will be back home." Yaaaaahhh!! Serius aku nggak rela mereka balik pulang. Pinginnya lama di Indonesia aja. Maunya sih mereka punya homestay sendiri gitu di sini kan bakalan lebih seru lagi.
"Are you super serious?!" aku mengangguk dan Ashton mendadak memelukku erat hingga aku hampir kesusahan bernapas. Yakali girang jangan sampai buat anak orang celaka tong! Orang ganteng mah bebas ya?
"Can't thank enough Mr. Wayan! This place is really awesome!" Luke dan Pak Wayan saling berjabat tangan. Rupanya acara mereka sudah selesai. Tapi setidaknya ini lebih baik ketimbang Luke mesti menggodaku tentang Calum.
"You are welcome! I wish you guys come back here again someday."
"Uhm—maaf, Bli! Itu untuk mereka, bukan saya." Selaku membuat Pak Wayan tertawa kecil sedangkan Luke memberikan wajah bingungnya. Kapan-kapan kalau aku tidak lupa mungkin aku akan mengajarinya berbicara bahasa Indonesia. Kupikir itu sangat membantu jika dia ingin berlibur kembali ke sini dan tidak perlu membutuhkan tour guide lagi.
"Saya sudah tahu kalau Mbak orang pribumi." Aku hanya tersenyum malu menyadari tindakanku yang begitu ceroboh dan bodoh. Untung saja Luke dan Ashton tidak paham bahasa kami. Kalau mereka mengerti bisa habis aku diledek keduanya. Duh!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tour Guide (5SOS in Bali)
FanfictionShasha, seorang remaja high-school beserta sahabat internetnya yang bernama Lianna justru menghabiskan masa liburan mereka dengan berusaha menemukan empat cowok Australia yang berwisata ke Bali. Beruntunglah Shasha karena Harry, saudara sepupu yang...