Pick One Accident

41 4 0
                                    

Sejak peristiwa mengenai kebodohanku perihal bagaimana bisa tidak mengetahui bahwa Luke yang ternyata telah memiliki kekasih, aku menunda rencanaku dulu untuk menuruti permintaan lelaki pirang itu. Ya, setidaknya sampai Luke dan pacar kesayangannya itu mengakhiri hubungan khusus mereka. Sebagai sahabat yang baik aku pun yakin sudah mengambil tindakan yang menurutku benar. Plus ditambah saran juga dari Calum. Hanya aku dan dia saja yang tahu masalah ini.

Aku menselonjorkan kedua kakiku sembari memandang langit berhias bintang-bintang malam ditemani alunan ombak yang terdengar amat santai dan merdu. Kuulas senyuman tipis sembari memikirkan waktu liburanku dan kak Lianna yang sebentar lagi akan habis. Iya. Aku sungguh membenci fakta satu itu. Dan artinya kesempatanku menghabiskan waktu bersama 5 Seconds of Summer pun juga semakin menipis.

"Beautiful night, right?" Calum duduk di sampingku. Entah bagaimana caranya ia bisa tidak melanjutkan permainan voli pantainya lagi bersama yang lain.

"Yeah, such a beautiful night since I came at the same place here five years ago." Dia hanya mengangguk-anggukkan kepala berulang kali.

"How's Luke?"

"I hate say this. You know, Arz has a plan to come and goodness I made Luke rejected her." Mataku terbelalak menatap Calum. "Seriously?!"

"Haha, calm down! That girl will never join us. I—"

"Huh, huh, hey, Sha, do you have mineral water?! Shit. I am so wet! Hey you, Cal, back off!" Dan Luke pun datang mengacaukan pembicaraanku dengan Calum gara-gara dia membutuhkan air minum. Suruh siapa pula olahraga malam-malam. Rasain sendiri. Bodoh amat kalau besok sakit.

Dengan kesal tertahan aku memberikan air minumku padanya. Iya. Itu airku. Aku tidak ingin lagi membuang uangku hanya untuk membelikan jajanan mereka. Bisa bangkrut gue.

"Well, I hope you have a nice convo with him.." bisiknya meninggalkanku dan Luke berdua. "So, how's Lianna?" Luke menaik-turunkan kedua alisnya. Aku mencibir dalam hati.

"She is fine." Celetukku. Dan dalam waktu tiga detik wajahku menyentuh permukaan pasir putih pantai. Luke bangsat. Dia mendorongku.

"You are not dumb, Sha. That was not what I meant."

"Just kidding. Err—ok. Do you wanna play pick one?" tanyaku menyeringai setelah membersihkan butiran pasir-pasir yang menutupi wajahku.

"Just go."

"We give two choices then we have to choose one each other. I am the first player. So, penguin or giraffe?"

"Of course, I love penguin!" aku tertawa ngakak setelah mendengarkan jawabannya. Ya ampun! Badan segede babon begini tetap pilihannya tidak pernah berubah. Tapi aku sayang sih.

"My turn. Sha, Indonesia or Australia?"

"Ah gila lo ngapain ngasih pilihan begitu coba? Gue cinta dua-duanya tahu!" Dan kali ini kepala bagian belakangku menjadi sasaran empuk tangan Luke. Ya. Dia baru saja menggeplak kepalaku. Gila. Dia pikir ini nggak sakit apa?!

"I told you to not speak Bahasa." Jawabnya enteng dengan seringaian sebelas-dua belas mirip om-om pedofil. Aku jadi bergidik ngeri dan agak menjauhkan dudukku di sebelahnya.

"Fine! I choose Indonesia. It is my country! My turn Luke, banding or studying?"

"Easy question. You had known if banding was my choice. I do not really care too much about studying because money always come to me everytime."

"Dasar bule sombong! Untung lo ganteng." Kali ini umpatanku mencicit.

"Are you swearing on me again?" protes Luke. Aku sontak menggeleng keras karena tidak ingin kepalaku menjadi korban kedua kalinya. Ternyata telinganya masih berfungsi sangat baik dalam hal mendengar suara dengan volume bahkan sangat kecil.

Tour Guide (5SOS in Bali)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang