Jane menutup mulutnya dengan tangan tidak bisa menahan kantuk yang melanda di tengah pelajaran Sejarah. Di depan, Bu Marni sibuk menjelaskan pelajaran Sejarah, meski dia sudah masuk jurusan IPA, dia tidak bisa menghindari pelajaran ini. Bu Marni lumayan galak dan tegas, Jane bebas nguap lebar asal tidak mengobrol saja. Dia masih aman nguap sana-sini, dan air mata menggenang banyak sekali.
Di hari ke-empat sekolah Jane sudah bosan sekali, malas, ingin cepat ujian akhir semester lalu liburan lagi. Akhir-akhir ini Mila juga sibuk sekali bergosip dengan Gina dan Litha membicarakan tentang cowok. Jane tidak terlalu tertarik ikut andil dalam perbincangan itu. Dia jadi bete berat.
"Heh, kamu!" Tiba-tiba bu Marni menghentikan dongeng panjangnya dan menunjuk wajah Jane dengan penggaris besi. "Siapa nama kamu?"
Mata cewek itu sontak melebar, semua pandangan kini tertuju kepada Jane.
"N--Nama saya Jane, Bu."
"Saya perhatikan daritadi kamu tidak fokus mendengarkan penjelasan saya. Kamu mengantuk? Bosan? Pindah ke depan! Yogi kamu duduk sama Mila!" Kini Bu Marni semakin menyeramkan, mungkin dia jelmaan Hitler di masa lalu.
Tanpa bisa membantah Jane, Mila dan Yogi saling melempar pandang tidak rela. Terutama Jane, dia akan duduk bersama beruang kutub yang dinginnya luar biasa.
"Kalo nggak mau pindah, ya silahkan kamu belajarnya di luar. Jadi saya nggak perlu kesal karena ada murid yang tidak memperhatikan ucapan saya!" seru Bu Marni lagi, nyali Jane semakin menciut.
Dia segera merapikan barang-barangnya bergegas bertukar tempat dengan Yogi.
Ibu Marni mungkin mengalami ilusi optik, kenapa hanya Jane saja yang terlihat bete, bosan dan tidak fokus. Jelas-jelas hampir semua murid di kelas bosan setengah mati saat ini. Mereka berubah sok segar bugar saat melihat ada satu korban kegalakan Bu Marni.
"Hati-hati ya, Jane!" Bisik Yogi sok perhatian.
Jane mendecih. Jane meletakkan bokongnya takut-takut di sebelah Bagas. Saat semua tatapan memandangi Jane dengan amat kasihan, cowok itu terlihat tidak tertarik sama sekali, pandangannya lurus sekali ke buku tulis kosong.
Bu Marni menghela napas dan melanjutkan menerangkan materi yang tadi sempat terpotong.
"Hhhh!!" Jane mendengus kesal setengah mati, saat itu untuk kedua kalinya Jane dan Bagas berpandangan.
Tapi dalam kondisi yang buruk baru saja Jane hampir mengumpat guru itu. Semoga Bagas bukan cowok tukang ngadu. Tamat riwayat Jane jika itu terjadi.
"Apa?" Mata Jane melotot.
Cowok itu mengalihkan pandangan ke arah lain. Mereka tidak saling bicara sampai pelajaran berakhir.
**
Butuh waktu satu tahun lagi agar Jane bisa menikmati suasana baru makan di kantin kelas duabelas. Dia merasa tidak adil, karena anak kelas duabelas bebas makan di kantin mana saja, tetapi anak murid kelas sepuluh dan sebelas cuma diizinkan masuk ke kantin ini.
Di sini panas dan kecil, murid dua angkatan disatukan, ditambah anak kelas duabelas yang masih suka jajan di sini untuk malakin adik kelas menambah sempit kantin ini.
"Haloo... Haloo... Sori gue telat ya, hmmhh." Jane menyeruak di antara Mila, Litha, dan Gina.
Jane menyambar gelas yang berisi cola, menyedotnya tanpa izin. Mereka semua memiliki ekspresi wajah yang sama, tegang dan serius.
Jane duduk di sebelah Litha. "Kalian kenapa sih?" Suaranya merendah.
Diamatinya wajah Mila, Gina dan Litha bergantian. Tidak ada yang mau menjawab duluan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wisdom
Teen FictionSelama belasan tahun, Jane tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam keluarganya. Tentang mengapa dulu kedua orangtuanya berakhir memilih pada kata berpisah. Jane pernah ditinggalkan sendiri dan kesepian. Dia sudah tidak mau lagi mengenal or...