10. Jane

15.1K 1K 43
                                    

Pagi ini Jane sudah bisa pergi ke sekolah, dia cuma butuh tidur untuk istirahat. Tadi malam dia lumayan bisa tidur nyenyak setelah mendengar permainan gitar Yogi di telepon. Cowok itu berbaik hati menghibur Jane dengan petikan gitarnya yang menenangkan hati Jane.

Andai cowok itu bisa menghibur Jane juga.

Jane segera menggelengkan kepala kuat-kuat. Kenapa dia mengharapkan cowok itu sih? Orang itu kan semaunya dan tidak memiliki empati.

Jane berangkat sekolah diantar oleh ayah sampai gerbang. Setelah berhasil meyakinkan ayah bahwa sudah sehat dan kuat ayah meninggalkan sekolahan melanjutkan perjalanannya menuju kantor.

Tadinya, ayah mau mengantar Jane sampai ke dalam sekolah, bila perlu sampai ke kelasnya. Tentu saja Jane tidak mau.

Rino berderap keluar dari kelompoknya berlari mendekati Jane. "Lo udah masuk? Emang udah sehat? Gue bantu anterin sampe ke kelas."

Kesigapan Rino terhadap sosok Jane mengundang tanda tanya besar bagi rekannya, terutama Bianca. Tatapan cewek itu seperti menyiaratkan, sejak kapan Rino jadi perhatian sama cewek ini?

"Udah sehat kok, Kak. Nggak usah, gue bisa sendiri lagian gue masih muda, kuat dan segar."

"Jangan bilang begitu. Lo tau? Kemarin gue nyesel banget ngebiarin lo pulang sendiri. Lo selalu nolak kebaikan gue, dan akibatnya kemarin. Ck. Udah, ayok gue anter, jangan sungkan sama gue, sebenarnya gue ini baik banget."

Jane menahan tawa. Dasar cowok. Jane tidak pernah percaya pada ucapan cowok manapun, ucapannya sangat manis tapi jago juga melanggarnya, rusak semua kepercayaan yang sudah diberikan. Efeknya luar biasa menyakitkan.

"Oke kalo kakak maksa," jawab Jane kalem.

Rino berjalan di samping Jane dengan seulas senyum tipis di bibirnya. Di belakang mereka ada mata-mata penuh rasa curiga dan cemburu.

**

Kehadiran Jane dan Rino di kelas membuat hiruk pikuk yang tercipta karena PR Biologi mendadak jadi sunyi sekali. Rino menikmati suasana mencekam yang terjadi jika semua murid pada takut dengannya. Itulah yang menjadi kunci kepopulerannya.

"Jane, gue pinjem buku tugas---" Mila tidak melanjutkan ucapannya keburu disikut oleh Yogi. Dia baru mengangkat kepalanya syok melihat Jane dengan Rino berdiri di depan meja Bagas.

Jane duduk di kursinya, melepas tas menggantungnya di samping kursi. Rino menopang tangannya di meja Jane. Pintu kelas tersebut terbuka, muncul wajah dingin milik Bagas, pemuda itu melalui Rino tanpa menatapnya.

Rino menyipitkan mata tak suka pada teman sebangku Jane. Siapapun bisa menjadi orang yang tidak disukai oleh Rino jika mengancam sesuatu yang menjadi miliknya. Rino tidak suka kenyataan bahwa teman sebangku Jane adalah cowok itu.

Jane minggir sebentar memberi celah agar Bagas bisa masuk.

"Kok lo betah banget duduk sama robot rusak ini?" tanya Rino usil mengendikkan dagu ke arah Bagas.

Jane melirik Bagas, tidak disangka cowok itu bereaksi sedikit mengangkat kepalanya memandang Rino dengan tatapan berani. Kemudian Bagas membuang muka lagi menekuri tembok.

"Bagas baik kok. Bu Marni yang minta gue dan Yogi tukar posisi."

**

Jane sadar ucapannya seperti penjilat banget, Bagas tidak sebaik itu tapi dia mengatakannya seakan kebaikan Bagas tiada tanding. Jane adalah orang yang posisinya paling dekat dengan Bagas, jadi tidak mungkin dia salah dengar baru saja Bagas mendengus.

"Kamu bohong. Ngapain bilang kalo aku baik?" Bagas baru bersuara setelah Rino pergi kembali ke kelasnya.

Jane terlonjak mendengar komentar Bagas.

WisdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang