Omongan cowok memang tidak ada yang bisa dipercaya. Gadis itu tengah berjalan sendirian menyusuri Jalan Pattimura. Tadi Jane melihat Rino dan teman-temannya di gerbang sekolah, tapi cowok itu mengabaikan kehadirannya, tidak mungkin cowok itu tidak melihat dirinya. Rino malah asyik mengobrol dengan Vitto, Gilang, Bianca dan Bonita. Mereka memang lebih penting. Lagian dia sadar bukan siapa-siapanya.
Rumah Mila lebih dekat jika mengambil arah kiri saat keluar gerbang sekolah, tapi rumah Jane kan berbeda arah. Jadi Jane dan Mila berpisah di gerbang. Sebenarnya tadi Mila menyuruh Jane agar naik ojek saja, tapi cewek itu sedang irit. Dia masih kuat berjalan sampai ke ujung jalan Pattimura dan naik angkot sampai ke depan komplek rumahnya.
Di depan komplek nanti dia bisa meminta bunda agar menjemputnya. Beres kan?
Jane menendang batu kerikil yang menghalangi jalannya. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh langkah kaki besar-besar disertai teriakan kalimat kata-kata kasar yang tidak patut didengar oleh cewek itu.
Di belakang Jane, gerombolan cowok bertubuh besar membawa balok kayu dan kresek hitam menyentakkan bahwa Jane berada di zona yang sangat tidak aman. Gerombolan cowok dengan bawahan celana berwarna hitam milik SMA Persada. Dan, tidak jauh dari Jane di depannya sudah muncul kelompok lawan sekolah tersebut. SMA Mercu Buana.
Sial.
Jane mengambil dua buah batu kerikil sebesar ibu jari dan bersembunyi di kebun kecapi milik warga. Berjongkok di balik deretan pohon bunga sepatu yang menjadi pagar kebun tersebut.
Gadis itu meringkuk jongkok ketakutan sambil menggenggam batu kerikil mengintip dari celah batang pohon. Tepat di depan hadapan Jane, pertempuran antar dua sekolah itu terjadi. Mereka saling melempar batu, menonjoki murid sekolah lawan dan suara gebukan balok kayu santar terdengar.
Aduh, kayaknya gue kualat deh karena kemaren sombong banget sama ucapan gue sendiri.
Jane menyembunyikan wajahnya ke balik rimbunan daun bunga sepatu takut kepergok dan jadi korban salah sasaran. Gadis itu membaca berbagai ayat suci dan surat pendek agar dilindungi oleh Allah dari tragedi berdarah ini.
Sial.
Karena jalanan tadi sepi banget pasti tidak ada orang lain lagi selain dirinya yang kejebak dalam tawuran tersebut. Jane menggigit bibirnya gemetaran.
"Ayo, sini maju kalo berani!" teriak seseorang.
Jane mengintip lagi ke jalanan, posisi gerombolan murid Mercu Buana masuk ke dalam menuju tengah jalanan, berhasil dipancing oleh murid Persada, yang berbalik arah menghindar kejaran anak MerBu. Semakin maju semakin bagus karena Jane bisa memanfaatkannya untuk kabur melalui jalanan yang akan kosong.
Terdengar suara mereka masih melakukan baku hantam dengan batu dan bekas minuman kaleng. Entah pihak mana yang pertama kali menyumbangkan benda tersebut.
"Psst... Diem! Jangan teriak! Kenapa bisa ada cewek di sini sih?"
Mulut Jane dibekap seseorang dari belakang, cewek itu memberontak dan menjerit panik, tapi jeritannya tertahan oleh bekapan tangan besar itu.
Jane bangkit dari posisi duduknya berusaha melepaskan diri dari cengkraman orang itu. Saat membalikkan tubuh dan memukul tangan cowok itu sehingga terlepas, ada kesempatan emas lalu melempari orang itu dengan kerikil.
Mampus lo.
Cowok bertubuh tinggi itu menutupi wajahnya kaget menerima serangan kerikil ala Jane. Cewek itu memandangi cowok berjaket denim, celana kotak-kotak hijau ini adalah seragam Mercu Buana. Dua buah kerikil tadi tepat mengenai kening dan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wisdom
Teen FictionSelama belasan tahun, Jane tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam keluarganya. Tentang mengapa dulu kedua orangtuanya berakhir memilih pada kata berpisah. Jane pernah ditinggalkan sendiri dan kesepian. Dia sudah tidak mau lagi mengenal or...