"Itu orangnya!"
Jane baru saja keluar dari kelas duabelas IPA 4 usai mengantar setumpuk buku tulis Fisika amanat dari Bu Mega, dia tidak berani menginjak lantai dua, kecuali terpaksa. Tidak bisa menghindar dari perintah guru killer itu, daripada dicap jelek dianggap tidak mau membantu guru dan terus diingat sampai nanti dirinya duduk di bangku kelas duabelas. Dia lebih milih nurut. Bu Mega guru yang cepat menghapal murid, jika dibantah akan diingat terus. Jane takut saat kelas duabelas nanti diajar oleh beliau. Daripada diingat yang jelek, lebih baik dia nekat naik ke lantai dua dan memberikan setumpuk buku itu pada Ismail, ketua kelas tersebut.
Setelah menyelesaikan amanat itu dia bisa cepat segera turun dan menghabiskan jam istirahatnya. Jika tidak sempat ya dia membeli sekotak susu dan roti saja. Buat ganjelan perut. Tetapi, saat mau turun tidak semudah itu, Jane dihadang oleh beberapa cewek. Penampilan mereka sama semua. Sehingga terlihat mirip.
Cewek yang berdiri di tengah berambut lurus panjang dengan semburat coklat, matanya belo memakai softlens hitam, sekitar matanya diberi eye shadow, bulu matanya lentik dan kaku. Dia maju duluan dan berdiri di depan Jane. "Lo yang namanya Jane?" Mata bulatnya memandang dada kanan Jane.
Lalu dia mengangguk langsung paham. Jane tahu cewek ini bernama Gizkha, tidak lebih populer dari Bianca. Paling fansnya si Rino, makanya saat tahu ada cewek anak kelas sebelas yang jadi teman cowok itu, nih cewek tidak terima.
"Iya, Kak," jawab Jane singkat. Dia sudah bisa membayangkan bagaimana isi kepala Gizkha, Bianca saja tidak bisa membuat Rino suka dan dekat amat, masa cewek yang tidak ada apa-apanya ini yang menjadi teman dekat Rino sampai dikasih donat-donat cantik dan berangkat sekolah bareng?
Jane ingin melalui Gizkha sambil menundukkan kepala sedikit, bermanis sebentar tidak apa-apa asal bisa terlepas dari harimau betina ini. Ck.
Gizkha menarik tangan Jane dan menampar pipi cewek itu pedas sekali. "Siapa suruh lo pergi? Jadi adek kelas yang sopan dong. Keluyuran di lantai dua terus main turun aja. Lo harus tau, lo lagi ngomong sama siapa? Gue Gizkha."
Terus gue harus bilang wow gitu? batin Jane dalam hati. Cewek itu mengelus pipinya yang pedas, pasti sudah merah sekali usai menerima tamparan cewek kurus yang tangannya mirip gebukan kasur itu.
Percaya deh, tangan kurus dan kecil kalo menampar itu pedas sekali, apalagi melayangkannya sambil emosi berat.
"Cuma Kak Gizkha, kan?" Jane mengulum seulas senyum jahat. Dia pernah berani menghadapi Rino, tentu cewek ini tidak ada apa-apanya.
Cewek yang bernama Gizkha itu menggeram, matanya melotot seperti mau keluar. Saat tangannya mau melayangkan tamparan ke arah Jane lagi sebuah tangan cowok menahannya. Rino. Gizkha memucat saat tahu siapa pemilik tangan itu.
Jane mendengus merasa lega di atas angin. Dia tidak perlu berhadapan lagi dengan Gizkha, toh sudah datang sang tamengnya. Rino memang pihak yang harus bertanggungjawab, karena gara-gara cowok ini, dia menerima tamparan super-pedas di pipinya. Mulut Jane sudah gatal ingin mencaci-maki, tapi dia tahan-tahan tidak mau menambah masalah. Berkata kasar bukan kepribadiannya.
Rekan sekelompok Gizkha sudah bubar sejak melihat Rino memasuki celah dekat tangga. Takut.
Tapi, Jane tidak sejahat itu untuk mengadu kelakuan si kakak kelas cewek mirip singa itu. Jane memandangi Rino dan Gizkha, yang sedang meronta kesakitan sebab tangannya dicengkram kuat oleh Rino sampai memucat.
"Rino, lepasin, issh sakit, Rinooo!"
Rino mengempaskan tangan Gizkha. Di sekeliling mereka, sudah dipenuhi anak kelas duabelas yang kepo dengan suara tamparan tadi. Rino memandang Gizkha dengan pandangan meremehkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wisdom
Teen FictionSelama belasan tahun, Jane tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam keluarganya. Tentang mengapa dulu kedua orangtuanya berakhir memilih pada kata berpisah. Jane pernah ditinggalkan sendiri dan kesepian. Dia sudah tidak mau lagi mengenal or...