08. Heart attack

12.5K 1.1K 36
                                    

Tadi cowok itu berjalan ke arah tangga dekat ruang UKS, jadi Jane bisa turun lewat tangga dekat toilet cewek kelas sepuluh. Ternyata dugaan Jane salah besar, baru menuruni beberapa anak tangga dia berpapasan dengan Rino. Cowok itu tersenyum melihat mangsanya datang sendiri tanpa harus dia repot naik ke atas untuk menjemputnya.

"Wah, lo nantangin ya. Gue bilang tetap di atas aja. Tapi lo ngajak gue main. Mau ke mana lo?" tanya Rino tangannya memasukkan ponsel ke saku celananya. "Tapi lo harus tau lawan main lo siapa."

"Gue nggak mau digebukin sama lo Kak, peace Kak, ampun!" Jane membentuk jari tangannya tanda peace. Rino mengangkat dagunya tinggi.

"Tergantung. Gue nggak suka kasar sama cewek, tapi kalo ceweknya songong dan nggak bisa diajak ngomong baik-baik ya harus digebukin dulu."

Jane tidak bisa melangkah mundur lagi karena takut tergelincir di tangga, sementara Rino makin mendekat ke arahnya.

Kini Rino sudah berdiri tepat di depannya, undakan tangga Jane lebih tinggi tapi sosok Rino masih terlihat besar banget di hadapannya. Jane menundukkan kepala tidak sanggup berhadapan dengan Rino.

"Nunduk mulu? Lo nggak lihat ada orang di depan lo? Kalo ada orang ngomong itu liat mukanya, angkat wajah lo buruan!" Teriak Rino keras. Suaranya itu mengundang anak murid untuk mengintip ke tangga.

Banyakan sih anak kelas sepuluh yang tidak bisa di harapkan, tidak ada yang berani melawan Rino. Lagian siapa yang bisa dia harapkan untuk menolongnya? Sejauh ini belum ada orang yang berani dengan Rino, kalau pun ada sudah pasti itu orang luar. Musuh abadinya.

Pelan-pelan Jane mengangkat wajahnya memandang Rino tepat di manik matanya.

"Bagus, sekarang udah mulai berani liat wajah gue!" seru Rino merasa dilecehkan.

Serba salah. Maunya cowok ini apa sih?

Sekitar tempat itu dipadati anak murid yang penasaran dengan sosok yang tengah berhadapan dengan Rino. Ternyata cewek anak kelas sebelas dengan tinggi yang tidak lebih dari 160 cm.

Ck. Rino mendecak kesal lalu mengamit tangan Jane menyeret cewek itu menuruni tangga menuju lapangan basket, Jane tidak mampu memberontak, kalau memberontak semua pasti akan lebih buruk lagi. Dia harus pasrah sedikit aja agar tidak membuat Rino kalap.

Rino menyuruh Jane berdiri di bawah ring basket, cewek itu melemparkan tatapan bingung dan gelisah. "Berdiri di situ!"

Evan tertawa bahagia melihat Jane sekarang tak bisa berkutik lagi, akhirnya ada juga orang yang mampu membuat cewek ini jera. Hebat juga orang yang melakukannya mesti seorang Rino.

Evan men-dribble bola basketnya, bibirnya terukir senyum penuh kelicikan. Anak cowok yang bermain basket langsung berkumpul di satu ring, tempat di mana Jane menjadi tawanan Rino.

"Mau apa lo? Awas kalo lo sengaja lemparin bola itu ke gue?!" pekik Jane kepada Evan, padahal Rino tidak jauh dari mereka. Cowok itu pasti mendengar ucapan Jane.

"Jangan protes! Terserah dong mereka mau ngapain!"

Jane melirik bengis ke asal suara, Rino. Cowok itu memainkan alisnya, sok keren. Sialan... Dia sibuk bermain kotak rubik.

Sontak Jane menerima siulan keras dari berbagai pihak, terutama Evan. Rino duduk di pinggiran lapangan, di sebelahnya Vitto bermain game COC tak mengindahkan suasana di tengah lapangan yang berubah jadi seru banget.

Jane menghindari bola basket yang dilempari oleh para pemain basket jagoan SMA Taruna Bakti. Tidak tahan lagi Gilang mengatakan sesuatu.

"Lo nyuruh kita tadi nyari nomer dia buat dikerjain begitu?"

WisdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang