12. Kotak

12.1K 1K 25
                                    

"Oi cewek. Lo baik-baik aja, kan?" Vitto, masuk ke dalam kelas dan menghampiri Jane yang lagi asyik menyalin tugas Matematika.

Di belakang Vitto ada Gilang juga. Murid yang sudah hadir pagi menoleh ke asal suara. Termasuk Bagas yang segera menghela napas. Akhir-akhir ini banyak pengganggu yang datang dekat mejanya, dia sangat tidak nyaman.

Jane berhenti menulis dan mendongakkan kepala. "Nggak apa-apa, Kak. Thanks." Gadis itu tersenyum meyakinkan Vitto dan Gilang bahwa dia beneran baik-baik saja.

"Beneran? Nggak di apa-apain sama Dilan?"

Sebuah nama itu memberi efek luar biasa. Jane tidak bisa melihat ke belakang, tapi punggung Jane terasa bolong-bolong ditatap oleh beberapa pasang mata setajam laser.

"Iya. Buktinya gue masih utuh nih!" Jane lagi-lagi tersenyum kecil.

Gilang menyodorkan sebuah box dengan logo 'Chara Donnuts'. "Dari si Rino, katanya sih ini baru DP. Ini permohonan maaf dari dia, dimakan ye. Kenapa nggak minta maaf langsung? Hari ini doi nggak masuk."

"Minta maaf untuk apa?" Mata Jane memelototi box yang berisi satu lusin donat cantik menggoda. Dia heran kenapa Rino repot memberinya donat semahal ini.

"Karena dia merasa bersalah nggak bisa selametin lo dari Dilan. Kemaren dia nyari lo sampe malam tapi nggak ketemu. Pas dia telepon lo, katanya nomor nggak aktif. Jadi akhirnya dia ... maksudnya kita ke rumah lo. Tapi nggak enak juga datang udah malam," cerita si Gilang.

Jadi tempat kemarin adalah tempat rahasianya Dilan sampai si Rino saja tidak bisa menemukan Jane di sana. Padahal cewek itu keluar dari ruko itu sekitar jam 5 sore. Kemarin Jane menolak diantar pulang oleh Dilan, keributan yang mereka ciptakan membuat warga menonton bak sepasang kekasih ribut. Jane menyetop taksi, sebelum pergi Dilan berpesan kepada supir taksi agar mengantar cewek itu sampai ke rumah dengan selamat. Kadang menjadi orang yang menuruti kemauannya, kadang juga menjadi pemaksa seperti penculikan kemarin. Jane tidak mengerti tentangnya.

"Iya. Hape gue mati sejak pulang." Senyum Jane. "Kakak bawa ini balik ke kelas lagi aja. Gue mau lanjutin nugas, waktu mepet nih. Thanks." Tangan Jane mendorong box ke arah Gilang.

Cowok itu menggelengkan kepala.

"Kalo ditolak nanti Rino marah loh. Udah terima aja dulu, urusan mau lo makan atau nggak belakangan. Lagian ... teman-teman lo di belakang udah pada ngiler tuh!" Canda Gilang.

Jane menoleh ke belakang, para temannya nyengir kikuk.

"Mereka siap nampung, terima yah? Biar kita aman, lo aman. Oke? Jaga rahasia aja kita." Vitto memutar topi baseball hitamnya ke belakang.

"Oke deh. Sekali lagi thanks ya. Bilangin sama Kak Rino nggak usah ngasih apa-apa, bukan salah dia kok."

Vitto dan Gilang menganggukkan kepala seraya senyum kecil lalu pamit keluar kelas. Jane menghela napas, dia jadi tidak fokus lagi melanjutkan menyalin deretan angka ini sampai buku tugas milik Nona terasa berbayang.

Jangan kumat, please. Duh...

Jane mendorong box donat ke meja Bagas. "Mau ambil? Cobain nih. Lo orang pertama loh."

"Hm?" Bagas melirik ke Jane bukan ke box donat itu. "Nggak. Makasih, anak lain aja."

"Okeh, nggak mau nih? Ya udaaaah!" Jane membawa box tersebut ke belakang, ke meja Yogi dan Mila.

Mereka berebutan membuka kunci tutup box tersebut dan rebutan memilih donat yang lucu-lucu. Jane melanjutkan menyalin tugasnya sambil memijat dahinya. Pusing.

Di belakang sudah berubah menjadi arena adu banteng, murid berebutan mengambil donat pemberian Rino yang sebenarnya dikhususkan untuk Jane.

**

WisdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang