Mila Annadita :
Ya pokoknya nanti di kelas lo kudu ceritain yang lengkap, selengkapnya. Kalo di sini gue nggak puas nanya. Gercep!!!
Jane terkikik membaca sederet pesan yang muncul di ponselnya. Tadi malam dia menceritakan kejadian Rino mengantarnya sampai ke rumah saat sore hujan deras.
Menurut Mila kejadian itu romantis banget sampai langsung menelepon Jane dan memborbardir untuk cerita. Mila terkesima dan kagum banget sama sosok Rino yang gentle dan baik.
"Kakak, kalo di meja makan jangan ketawa sendiri dong. Serem nih!" Goda Ayah dengan senyum simpul.
Jane menutupi kegugupannya karena ketangkep basah, hal yang lumrah mengingat zaman sekarang banyak cewek yang mulai gila cekikikan dengan layar ponsel.
Tapi, kata guru Bahasa Indonesia Jane, kalau seseorang yang tertawa karena sesuatu itu menunjukkan adanya reaksi emosi. Saat tertawa depan ponsel karena ada sesuatu di sana berarti bukan gila dong? Kecuali, jika sedang sendirian tidak melakukan apa-apa lalu tertawa sendiri. Itu beneran gila.
"Nggak ketawa sendiri. Mila bikin ketawa nih pagi-pagi haha." Senyum Jane malu-malu.
"Jas hujannya udah bunda lipat yah ada di lemari TV. Salamin buat teman kamu, siapa namanya? Rino? Bilang makasih. Lain kali harus mau mampir biar bunda masakin. Dia udah beberapa kali loh bantuin kamu tapi nggak pernah mau main ke sini," kata Bunda sambil mengelus rambut Jane dari samping.
Jane menganggukkan kepala. Matanya menatap bunda lalu menjilat bibirnya berkali-kali resah. Saat ingin membuka mulut, Galih keluar dari kamar berlari menuju ayah lalu naik ke pangkuan ayah.
Jane menggelengkan kepala lemah. Dia tidak bisa mengatakannya.
"Jagoan Ayah sudah bangun yah?" Goda Ayah sambil menyuapkan sepotong roti ke mulut Galih.
Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Siapa yang datang sepagi ini? Jangan bilang...
"Takut kesiangan. Aku jalan duluan ya!"
Jane bangun dari duduknya, memakai tas dan berderap menuju pintu. Saat melewati lemari TV, dia menyambar jas hujan milik Rino. Semoga orang di balik pintu itu tidak seperti yang dia kira.
Semoga bukan dia, semoga...
Setelah pintu terbuka di balik sana ada seorang cowok tinggi, putih dan wangi menyambut Jane dengan cengiran lebarnya.
"Pagi, Jane!" sapa Rino ramah. Dia masih tersenyum.
Reaksi Jane cuma membuka mulutnya lalu menutup lagi. Shock.
"Kak Rino, malam kemarin pulang ke rumah, 'kan? Tadi dari rumah? Kok ke sini segala? Pasti jauh deh, nanti jas hujannya bisa gue anter ke kelas lo tau, Kak," ucap Jane tak enakan.
Rino memang jadi cowok yang ingin Jane lihat pertama kali hari ini, tapi kalau cowok ini muncul di depan pintu rumah siapa yang tidak syok?
Rino tertawa kecil. "Ih, lo kalo lagi bawel gemesin deh. Kemarin gue pulang ke rumah. Gue dari rumah kok tadi. Nggak apa-apa melawan arah asal bisa jemput lo. Untung belum jalan."
Rino menyalami Ayah dan Bunda sambil memperkenalkan diri setelah kedua orangtuanya itu datang bersama Galih juga. Galih mengerjapkan mata beberapa kali melihat Rino.
"Saya Rino, Om, Tante," sapa Rino ramah. "Saya mau jemput Jane boleh kan, Tante, Om?"
"Boleh. Hati-hati di jalan ya, Nak. Terima kasih sudah sering membantu Jane. Kalo nggak ada kamu, mungkin waktu itu dia pingsan nggak ketauan," ucap Bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wisdom
Teen FictionSelama belasan tahun, Jane tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam keluarganya. Tentang mengapa dulu kedua orangtuanya berakhir memilih pada kata berpisah. Jane pernah ditinggalkan sendiri dan kesepian. Dia sudah tidak mau lagi mengenal or...