Hari ini semuanya kacau banget, sudah banyak keteledoran yang Jane perbuat hari ini. Penyebab utamanya tentu saja Dilan. Untungnya cowok itu berbeda sekolah dengan Jane, jika itu terjadi sebaliknya akan semakin parah hasil tidak fokusnya.
Seharian ini Jane sudah mengacau parah sekali, saat praktek di lab Kimia, kalau tidak ditahan oleh Bagas, cewek itu sudah mencampur cairan terlarang dan bisa membuat lab meledak. Saat pelajaran olahraga materi bola kasti Jane melempar bola ke arah Risma sembarangan sehingga bola itu mengenai kepala temannya itu. Belum selesai, dia juga menjatuhkan sekotak kapur di ruang komputer sampai kapurnya patah semua.
Mila merasa bingung dengan kelakuan Jane hari ini. "Lo kenapa deh?" tanyanya kemudian.
Jane melengos menghindari tatapan Mila sibuk mengaduk es jeruk di kantin, saat ini mereka sedang ada jam istirahat kedua. Lebih lama waktu istirahatnya semakin besar kesempatan Mila untuk menginterogasi Jane.
Keanehan itu sudah terlihat sejak Jane masuk ke dalam kelas ditemani oleh Rino. Jane hanya tersenyum pias saat Mila menatapnya meminta penjelasan. Sebelum pergi Rino berpesan pada Mila untuk terus memantau Jane tanpa memberi alasannya lagi.
"Nggak apa-apa."
"Alasan basi. Lo begini dari tadi gue harus tau lo kenapa. Gue khawatir tau!"
Mata Jane memandang buliran air dinding gelas. Mila memutar bahu Jane agar mata cewek itu tidak bisa menghindar lagi, ditatapnya kedua bola mata Jane dalam. Mata itu kali ini menyorotkan sinar letih dan kesedihan.
"Dilan mulai neror gue, tadi malam dia nelpon gue."
Seperti menerima sengatan listrik ribuan volt sekujur tubuh Mila menegang. Tangannya yang memegang bahu Jane terlepas sampai turun ke samping tubuh Jane. "Beneran? Kok dia bisa tau nomer lo? Terus dia bilang apa? Bener tuhkan, Jane, dia nggak bakal tinggal diam sama cewek incaran Kak Rino."
Jane menggeleng lemah. Tidak seperti itu. Semua yang terjadi pada Jane-Dilan murni urusan mereka berdua, tidak ada hubungannya dengan permusuhan antara Dilan dan Rino.
"Makanya tadi pagi pas gue lagi jalan sama Kak Rino, Dilan nelpon dan ternyata dia ada di gerbang depan. Liatin kita dari jauh. Psiko nggak sih?"
"Sabar ya!" Mila mengusap lembut bahu Jane. Sekarang cewek itu yang menjadi pendengar keluh kesah Jane, biasanya Jane yang mendengar ocehan Mila. Mulai dari keuangan sampe masalah bulian. "Kalo aja sore itu gue berhasil narik lo dari Dilan, semua pasti akan baik-baik aja."
"Enggak! Gue sebelumnya kan udah ketemu sama Dilan. Andai, aja sore itu gue nggak kejebak tawuran, gue nggak bakal ketemu dia. Nasib gue emang jadi sial deh! Sejak ketemu sama dia.”
Sepuluh menit sebelum bel berbunyi mereka kembali ke kelas, tidak tahu mau ngapain lagi sih daripada keluyuran di koridor tidak jelas, lebih baik duduk di kelas. Santai.
Baru saja Jane meletakkan bokongnya di kursi dia teringat oleh uang milik Bagas. Hari ini kacau sekali, sampai lupa untuk berbicara dengan Bagas setelah kebaikan yang diberikan oleh cowok itu.
"Makasih ya kemarin udah nolongin gue," Jane mengambil dompet dalam tas, Bagas bereaksi menoleh pada Jane saat cewek itu mengeluarkan uang seratus ribuan. "Gue ganti!"
Bagas geleng kepala, "Nggak usah, kamu simpen aja. Aku udah ikhlas kok."
"Jangan gitu! Gue jadi nggak enak pake duit lo banyak, berlebihan malah. Ongkos taksinya cuma 30 ribuan," kata Jane menyodorkan uang itu lagi.
"Sekarang siapa orang asingnya? Kamu atau aku? Aku nggak mau terima." Cowok itu mengembalikan posisinya menatap lurus ke depan lagi, ternyata kali ini lagi sibuk membaca novel Sherlock Holmes. Bagas menundukkan kepala fokus membaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wisdom
Teen FictionSelama belasan tahun, Jane tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam keluarganya. Tentang mengapa dulu kedua orangtuanya berakhir memilih pada kata berpisah. Jane pernah ditinggalkan sendiri dan kesepian. Dia sudah tidak mau lagi mengenal or...