"Kakak, Kak Ino kapan main ke sini lagi? Aku mau penjemin Batmanku, biar bisa ngadu. Aku pasti menang, udah jago," kata Galih membuat Jane gemas dan mengelus puncak kepala adiknya itu.
"Kapan-kapan, Sayang, Kak Ino lagi sibuk belajar buat ujian."
Bayangan saat Rino mengejar Dilan dan berbisik bicara empat mata kembali memutar. Setelah Dilan pergi, Rino segera menuju parkiran mengambil motornya dan ngebut menyusul Dilan.
Semoga mereka tidak terlibat baku hantam, ya dugaan Jane sih mereka pasti ribut di suatu tempat jauh dari sekolah agar tidak menimbulkan salah paham sehingga suasana jadi runyam dan tawuran terjadi lagi.
Jane lega cowok itu tidak melibatkan anak Taruna Bakti dalam masalah mereka, memang terjadi sesuatu di antara Rino dan Dilan yang tidak akan pernah berakhir, tapi apa? Hanya kelulusan nanti yang bisa mengentikan mereka.
Jane: Lo tau kenapa Rino sama Dilan nggak pernah akur?
5 menit kemudian
Mila: Ada apa nih tetiba lo nanya beginian, hm, nggak pernah ada yang tau jelasnya
Jane: Pas Rino kelas 10 emang udah mengibarkan bendera perang sama Dilan?
Mila: Mana gue tau? Mau gue tanyain ke Gina dan Litha. Mereka kan satu angkatan dulunya
Jane: Gih dah tanyain
Mila: Lo kepikiran soal Dilan nyamperin lo tadi?
Jane: Mungkin. Sumpah gue jadi takut, seakan kejadian dia narik paksa gue tempo hari itu belum cukup. He's crazy boy
Mila: Dia sama Rino nggak bakal mau kalah, keras dan semaunya. Hhh, tapi kalo gue jadi lo gue bakal milih Rino. Dia sweet lagi. Kalo lo sama Dilan bisa dipastikan lo jadi bahan bulanan anak sekolah. Satu lawan seribu, bisa lebih malah. Anak Persada juga diitung
Jane mendecih membaca pesan LINE dari Mila. Dia tidak akan memilih Dilan, itu pasti. Gila saja. Dia tidak mau menjebloskan diri ke jurang yang sama, atau lebih dalam lagi.
Jane: Emang lo, Yogi sama Bagas juga bakal ikutan musuhin kalo gue ada di pihak Dilan?
Mila: Gila lo nanya begitu! Kita sih nggak ada urusan sama Rino dan Dilan jadinya kita pasti berada di pihak lo. Nggak mungkin banget lo berbalik lebih milih Dilan, kemungkinannya sih cuma satu, keluarga lo terlilit hutang sama keluarganya. Jadi lo nggak bisa musuhin dia. Mustahil kan? Jadi lo nggak bakal beralih ke Dilan. Tenang aja
Jane: Oke, gue tunggu saringan info tentang mereka
Mila: Mereka udah bales nih. Boleh gue telepon? Enakan ngomong langsung
Jane: Tunggu! Gue ke kamar dulu
Jane membereskan buku dan alat tulisnya untuk pindah ke dalam kamar, Galih menatap punggung Jane dengan sorot mata polosnya. Dia tidak mau mengganggu Jane belajar di kamar. Mata polos itu celingukan memandang ruang TV yang hampa.
"Bundaaaa..."
**
"Jane, gue udah dapet info nih," kata Mila menggebu-gebu usai Jane mengangkat telepon.
"Iya, gimana? Apa yang lo dapet?"
"Nggak ada yang tahu kenapa Rino sama Dilan musuhan. Pas Rino kelas sepuluh dari MOS udah mencolok banget digandrungi banyak senior cewek, tapi nggak ada yang digubris. Udah keliatan anak orang kaya jadi banyak dideketin murid lain."
"Gue nggak butuh berita kisah asmara dia, Mil," Jane menyela cepat.
"Ini klimaksnya, Jane. Lo dengerin dulu ... dia emang merokok, doyan ngerusuh sama gengnya yang berisik, datang terlambat, dan susah diatur. Tapi dia nggak pernah berantem atau nonjokin orang, intinya dia emang bandel tapi nggak suka mengusik orang lain kecuali ada yang mulai duluan. Puncaknya—" Mila menarik napas panjang. Jane menanti kalimat berikutnya tanpa sela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wisdom
Teen FictionSelama belasan tahun, Jane tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam keluarganya. Tentang mengapa dulu kedua orangtuanya berakhir memilih pada kata berpisah. Jane pernah ditinggalkan sendiri dan kesepian. Dia sudah tidak mau lagi mengenal or...